Perbedaan Pandangan Bacaan Rakaat Ketiga dan Keempat Salat, Berikut Penjelasan Tarjih Muhammadiyah!

PWMJATENG.COM, Surakarta – Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah menegaskan kembali pentingnya memahami pedoman salat lima waktu berdasarkan dalil yang kuat dan sahih. Sekretaris Majelis Tarjih PWM Jawa Tengah, Isman, menyatakan bahwa panduan tersebut sebenarnya bukan hal baru, namun perlu disosialisasikan secara luas agar umat Islam mengetahui perbedaan yang muncul dalam berbagai sumber rujukan.
Isman menekankan prinsip taukifi dalam ibadah salat, yaitu pelaksanaan ibadah yang sepenuhnya didasarkan pada dalil yang kredibel. Ia menuturkan, dalam ibadah mahdhah, fokus utama adalah memastikan adanya perintah atau dalil yang jelas yang mewajibkan amalan tertentu. Menurutnya, jika dalil yang kuat tidak ditemukan, sebaiknya seorang Muslim menahan diri dari menambah praktik yang tidak ada tuntunannya.
“Kalau tidak ditemukan dalil yang kredibel, kita membatasi diri. Dalam ibadah mahdhah seperti salat, yang dicari adalah adanya perintah atau dalil yang mewajibkan,” ujar Isman.
Diskusi ini menjadi relevan karena terdapat perbedaan pandangan mengenai bacaan surat pada rakaat ketiga dan keempat salat. Sebagian pihak membolehkan bacaan tambahan dan menganggapnya sunnah, sementara pihak lain menilai hal tersebut tidak wajib. Menanggapi hal ini, Majelis Tarjih melakukan penyempurnaan pedoman salat yang sebelumnya tercantum di Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Juz 1, dengan menyajikan panduan lengkap hingga rakaat keempat dalam HPT Juz 3 Bab Pedoman Salat Lima Waktu.
Isman, yang juga dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, mengutip riwayat sahih dari Imam Bukhari yang menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ hanya membaca surat Al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat. Riwayat ini menjadi pijakan utama Majelis Tarjih dalam memprioritaskan amalan yang disepakati dan menghindari praktik yang masih diperselisihkan.
Dalam ilmu fikih, terdapat kaidah al-khuruj min al-khilaf (الخروج من الخلاف), yaitu prinsip meninggalkan perkara yang diperselisihkan jika memungkinkan. Isman menjelaskan bahwa sikap ini membantu menjaga ibadah agar tetap berada pada jalur dalil yang tegas dan terhindar dari keraguan.
Baca juga, Jarang Diketahui, Ini Hukum Memasang Sutrah Saat Salat Menurut Tarjih Muhammadiyah
Selain mengutip hadis Abu Qatadah, ia juga menyebut adanya riwayat dari Abu Sa‘id Al-Khudri, Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Ibnu Umar yang menunjukkan variasi praktik. Misalnya, Abu Bakar pernah membaca ayat tertentu pada rakaat ketiga ketika salat sendirian (munfarid), dan Ibnu Umar kadang menambah bacaan di semua rakaat. Namun, Isman menegaskan bahwa dalam salat berjamaah, pertimbangan kepekaan imam terhadap makmum menjadi faktor penting yang tidak boleh diabaikan.
Isman menjelaskan bahwa bacaan pada rakaat pertama dan kedua disunnahkan lebih panjang, sedangkan pada rakaat ketiga dan keempat lebih pendek (takhfif). Hal ini memberi ruang untuk memperpanjang doa pada tasyahud akhir tanpa membebani makmum.

Ia menilai, daripada mengamalkan sesuatu yang memicu perbedaan tajam, lebih baik seorang Muslim mencukupkan pada hal-hal yang wajib dan telah disepakati para ulama. “Daripada mengamalkan sesuatu yang memunculkan perbedaan tajam, lebih baik mencukupkan pada yang wajib dan disepakati,” tegasnya.
Salah satu hadis yang menjadi pegangan Majelis Tarjih adalah riwayat Abu Qatadah dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ hanya membaca surat Al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat. Hadis tersebut berbunyi:
عن أبي قتادة رضي الله عنه قال: “كان النبي صلى الله عليه وسلم يقرأ في الركعتين الأوليين من صلاة الظهر بفاتحة الكتاب وسورتين، وفي الركعتين الأخريين بفاتحة الكتاب”.
Artinya: Dari Abu Qatadah ra., ia berkata: Rasulullah ﷺ membaca pada dua rakaat pertama salat Zuhur dengan Al-Fatihah dan dua surat, dan pada dua rakaat terakhir hanya dengan Al-Fatihah.
Hadis ini menjadi landasan kuat bahwa penambahan bacaan surat pada rakaat ketiga dan keempat bukan bagian dari tuntunan yang pasti. Dengan demikian, Majelis Tarjih menganjurkan umat Islam untuk mengikuti praktik yang jelas-jelas diajarkan Nabi ﷺ.
Pada akhir kajiannya, Isman menyimpulkan bahwa tidak adanya dalil spesifik tentang bacaan surat pada rakaat ketiga dan keempat merupakan alasan kuat untuk tidak menambah bacaan selain Al-Fatihah. Ia mengingatkan, sikap kehati-hatian dalam beribadah merupakan bentuk ketaatan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, sesuai dengan prinsip taukifi.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha