Kolom

Peradaban Maju dari Masjid: Menelusuri Fungsi dan Peran Strategis Masjid dalam Masyarakat

Peradaban Maju dari Masjid: Menelusuri Fungsi dan Peran Strategis Masjid dalam Masyarakat

Oleh : Ikhwan Saifudin (Sekretaris PCPM Kunduran, Pengurus Remaja Masjid Mis Anam Kunduran)

PWMJATENG.COM – Dalam kamus al-munawwir kata “masjid” berasal dari akar kata sajada-yasjudu-sujudan, berarti membungkuk dengan khitmad, menunjukkan makna kepatuhan dan ketundukan. Kemudian membentuk kata masjid  (Ismul makan) yang berarti tempat untuk sujud. sebagaimana makna tunduk dan patuh, maka hakekat masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mencerminkan kepatuhan, tunduk, dan taat semata hanya kepada Allah SWT

Masjid sebagai tempat yang mulia, memiliki makna yang jauh lebih luas dari tempat untuk melaksanakan ibadah Mahdhah seperti shalat, i’tikaf. Dalam sejarah Islam, di tahun ke 1 hijriah (622 Masehi) masjid Quba dan Nabawi merupakan yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW, tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial, pendidikan, pemberdayaan umat, serta sebagai pusat informasi. Bahkan bila ada seorang sahabat yang absen dari masjid Nabi, maka akan merasa ada sesuatu yang hilang, bukan saja tidak dapat berjumpa dengan Nabi, tetapi akan kehilangan berbagai informasi penting, seperti pengetahuan agama, perkembangan Islam, informasi mengenai turunnya wahyu, maupun informasi tentang peluang bisnis.

Masjid sebagai Pusat Peradaban

Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai pusat dakwah, pendidikan, dan pengembangan masyarakat. Di masjid, beliau mengajarkan ilmu agama, mengobati orang sakit, mendamaikan perselisihan, dan bahkan merencanakan strategi perang. Dengan demikian, masjid berfungsi sebagai lembaga yang mengintegrasikan aspek spiritual, pendidikan dan sosial dalam kehidupan masyarakat.

Jika kita melihat sejarah peradaban Islam, baik pada zaman Nabi maupun pada zaman keemasan Islam di Andalusia (Spanyol), peran masjid begitu besar. Masjid tidak hanya berfokus untuk menyelenggarakan shalat, tetapi juga sebagai sarana sosial yang berperan dalam perkembangan pendidikan, ekonomi, dan politik kerakyatan.

Dalam sebuah  Jurnal Religion, yang berjudul Masjid Sebagai Pusat Peradaban Dan Kebudayaan Islam oleh Apiah dll. dijelaskan bahwa Peran masjid sebagai pusat pembelajaran juga sangat mempengaruhi kemajuan Islam di Andalusia. Pada masa itu, serambi masjid dilengkapi dengan perpustakaan yang dapat diakses oleh orang-orang. Bahkan, masjid menjadi basis para intelektual dalam mengembangkan keahliannya. Sehingga dari serambi-serambi masjid saat itu melahirkan cendekiawan muslim seperti Ibnu Rusy dan Ibnu Sina. Menurut biografinya, kedua ulama tersebut banyak menghabiskan waktu dengan membaca dan menelaah di perpustakaan masjid pada masa tersebut.

Baca juga, Landasan Pembentuk Rumah Tangga

Masjid juga menjadi pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan. Seperti Universitas Al Azhar di Mesir, bermula dari sebuah masjid yang dibangun pada tahun  970 – 972 pada zaman Bani Fatimiyah, dan tiga tahun setelahnya (975) dijadikan sebagai tempat pengajaran hal ini merupakan contoh nyata bagaimana sebuah masjid dapat melahirkan lembaga pendidikan terkemuka yang menjadi rujukan dalam studi keislaman, bahasa Arab, memberikan sebuah fatwa dll. kebermanfaatannya juga dirasakan di Indonesia dengan didirikannya lembaga pendidikan seperti PUSIBA (Pusat Studi Islam dan Bahasa Arab ) sampai memberikan beasiswa pendidikan untuk jenjang pendidikan tinggi.

Degradasi makna Masjid

Dalam buku Pemberdayaan Umat Berbasis Masjid karya Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar. M.A. disebutkan jumlah Masjid, mushola, langgar, dan surau di Indonesia berjumlah sekitar 800.000 buah, angka ini melebihi jumlah masjid di seluruh negara-negara Islam. Namun pertumbuhan jumlah masjid yang pesat di Indonesia tidak diimbangi dengan fungsi yang maksimal. Banyak masjid yang hanya terfokus pada ritual ibadah, sementara peran sosial dan pemberdayaan kepada masyarakat kurang diperhatikan.

Keberadaan masjid di tanah air tidak hanya secara kuantitas, namun jika diperhatikan bentuk fisiknya sangat bagus-bagus, megah, besar, luas dengan berbagai hiasan yang estetik dan moderen. Akan tetapi aspek fisik yang diunggulkan tidak berbanding lurus dengan jumlah jamaah, yang terkadang untuk memenuhi satu shaf belum bisa tercapai pada pelaksanaan shalat-shalat fardhu. Persoalan ini menunjukkan ketidakseimbangan antara pembangunan fisik (material) dan Pembinaan pada jamaah (seperitual), jika masjid hanya monoton sebatas tempat “shalat” saja, maka tidak mengherankan jika ketertarikan jamaah untuk ke masjid menurun yang artinya terjadi degradasi makna masjid dalam masyarakat, untuk itu perlu adanya program-program spiritual yang dikemas menarik dan menyentuh kepada jamaah, masjid juga harus dinamis dan multifungsi sehingga dapat menjadi pusat aktivitas yang dapat diakses oleh berbagai kalangan sebagaimana masjid pada masa keemasan Islam.

Masjid yang Berdaya dan Memakmurkan

Untuk mewujudkan masjid yang berdaya, perlu ada perubahan paradigma dalam pengelolaan dan pemanfaatan masjid. Masjid harus menjadi pusat kegiatan yang melibatkan semua elemen masyarakat, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi. Program-program pemberdayaan masyarakat, seperti pelatihan keterampilan, pengobatan gratis, dan kegiatan sosial lainnya, harus menjadi bagian integral dari fungsi masjid.

Dengan demikian masjid akan berdaya dan memakmurkan jama’ahnya, tidak sekedar menjadi tempat yang bersih dan suci, tetapi juga menjadi pusat kegiatan yang memberikan dampak positif bagi masyarakat. Masjid yang berdaya akan menciptakan lingkungan yang makmur, sejahtera, dan harmonis, sesuai dengan tujuan awal pembangunan masjid itu sendiri.

Dengan demikian masjid memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun peradaban yang maju. Dengan mengoptimalkan fungsi dan perannya, masjid dapat menjadi pusat pendidikan, pemberdayaan, dan solidaritas sosial. Dalam konteks ini, masjid sebagai tempat ibadah, tidak hanya yang bersifat Mahdhoh melainkan juga menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat yang sejahtera dan beradab. Mari kita wujudkan masjid sebagai rumah Allah yang tidak hanya bersih dari segi fisik, tetapi masjid yang aktif dalam memberdayakan dan menghadirkan kemakmurkan untuk semua.

Referensi :

Apiah dll, “Masjid Sebagai Pusat Peradaban Dan Kebudayaan Islam” (Jurnal religion : jurnal Agama, Sosial, dan Budaya”, Volume, 1, Nomor 2 Tahun 2023 )

Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A., “Pemberdayaan Umat Berbasis Masjid”, (Jakarta; PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 2021).

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE