Ora Zamane Sing Kewalik, Ning Wonge Sing Kuwalik-walik
Ora Zamane Sing Kewalik, Ning Wonge Sing Kuwalik-walik
Oleh : Rumini Zulfikar (Gus Zul) (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)
PWMJATENG.COM – Dunia ini sebenarnya posisinya tetap sama. Hanya manusianya yang terbolak-balik dalam menjalani hidup karena nafsu duniawi yang menyebabkan “Wolak Walik Zaman.”
Suatu waktu, penulis menerima pesan WhatsApp yang berbunyi: “Pak, apa yang dimaksud dengan orang yang menjual agama?” Penulis menjawab akan menjelaskan setelah sampai di rumah. Selang sehari, penulis bertemu Abah Abdul Azis di Klaten bersama Cak Heri (Heri Susanto) dalam sebuah silaturahmi. Dalam diskusi antara Gus Zul (Kiai Jebeng) dan Abah Abdul Azis, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al Mutaqien Pancasila Sakti Klaten, disampaikan bahwa manusia sangat rentan dalam menjalani kehidupan ini.
Bila seseorang mendapat rahmat dan hidayah, maka ia akan menjalani hidup dengan baik dan tidak melanggar syariat. Namun, tidak sedikit manusia yang melanggar hukum-hukum Tuhan yang telah ditetapkan. Dalam perjalanan hidup, manusia tidak lepas dari urusan duniawi. Ini adalah sunatullah dan sebagai manusia, kita harus mengikuti alur kehidupan, baik dalam ekonomi, budaya, sosial, maupun politik.
Yang menjadi perhatian adalah bagaimana cara mendapatkan semua itu harus sesuai dengan tuntunan. Saat pesta demokrasi seperti pemilihan presiden, anggota dewan, gubernur, bupati, hingga kepala desa, sering kali muncul istilah “menjual ayat agama” demi tujuan agar calon dipilih oleh masyarakat. Para calon meminta orang yang paham agama untuk membuat narasi agar dipilih dengan dalil-dalil tertentu. Banyak kiai, ustaz, dan ulama yang mengambil ayat-ayat tertentu untuk menyerang lawan politik dengan penafsiran pribadi.
Baca juga, Memaknai Hijrah: Dari Tahayul ke Pengetahuan
Selain itu, hukum sering kali dipermainkan. Yang lemah ditindas dan yang punya uang serta kekuasaan dibela demi kepentingan pribadi, mengorbankan pusaka agama dan marwah diri sendiri. Karakteristik ini termasuk orang-orang yang diperingatkan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 41:
وَاٰمِنُوْا بِمَآ اَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُوْنُوْٓا اَوَّلَ كَافِرٍۢ بِهٖ ۖ وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۖوَّاِيَّايَ فَاتَّقُوْنِ
Terjemahan:
Dan berimanlah kamu kepada apa (Al-Qur’an) yang telah Aku turunkan yang membenarkan apa (Taurat) yang ada pada kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya. Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah, dan bertakwalah hanya kepada-Ku.
Hikmah dari Kandungan Ayat 41 Surat Al-Baqarah
Orang yang beriman dan bertauhid harus menjaga keimanannya. Jangan sampai memiliki sifat seperti orang kafir yang hanya terpesona oleh gemerlap dunia yang sesaat. Seorang ulama, ustaz, atau kiai harus menjadi penuntun yang baik bagi umat dengan kasih sayang. Mereka harus menjaga keilmuan demi menjaga agama Allah. Jangan menjual ayat-ayat Allah hanya demi nafsu dunia dan ego demi sesuap nasi dan harta benda duniawi. Dengan ketakwaan kepada Allah, sikap dan tindakan kita harus tetap pada tempatnya.
Tugas seorang ulama, ustaz, atau kiai adalah memberikan cahaya keilmuan untuk menuntun umat. Mereka harus memberikan solusi bagi umat dan masyarakat. Jangan sampai tergerus oleh kepentingan para penguasa atau kelompok yang mencari kesenangan dunia dengan menghalalkan segala cara.
Editor : M Taufiq Ulinuha