Niat Puasa itu Setiap Malam atau Cukup Sekali di Awal Bulan?
Niat Puasa itu Setiap Malam atau Cukup Sekali di Awal Bulan?
Oleh : Muh. Nursalim*
PWMJATENG.COM – Amal itu tergantung niatnya. Hadis tentang niat ini banyak dikupas oleh para ulama di berbagai kitab. Imam Nawawi misalnya, bab pertama di kitab Al Azkar, kitab Hadis Arbain dan kitab Riyadhus Shalihin diawali dengan hadis berikut.
عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ – رضى الله عنه – عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
صحيح البخارى – (ج 1 / ص 4)
Artinya : “Umar bin Khatab di atas mimbar mengatakan, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya dan seseorang itu tergantung apa yang diniatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang ia inginkan atau wanita yang dinikahinya maka hijrahnya untuk apa yang ia niatkan tersebut.” (HR. Bukhari)
Saking pentingnya niat dalam ibadah terutama pada puasa Ramadan, Syeikh Wahbah Zuhaili membahas cukup panjang dalam delapan halaman di kitab Al fiqhu Islami wa adillatuhu juz dua halaman 543-550.
Pertanyaan pertama tentang niat yang beliau kupas adalah, niat itu termasuk syarat atau rukun puasa. Untuk membedakan syarat dan rukun, penjelasannya adalah sebagai berikut.
Syarat bukan bagian dari ibadah itu sendiri. Misalnya syarat sahnya salat adalah suci baik suci dari hadas maupun najis. Suci dari hadas dengan wudu atau tayamum sedangkan suci dari najis dengan menghilangkan najisnya. Tetapi suci itu bukan bagian dari salat.
Adapaun rukun merupakan bagian dari rangkaian ibadah tersebut. Jika ia tidak ada maka ibadah itu dengan sendirinya juga tidak ada. Misalnya, rukun nikah itu ada empat. Calon pengantin, wali, dua saksi dan ijab qabul. Bila salah satu rukun tidak ada maka tidak terjadi pernikahan.
Untuk niat puasa para ulama berbeda pendapat. Jumhur fuqoha yaitu Imam Hanafi, Maliki dan Hambali mengatakan bahwa niat itu syarat puasa. Adapun Imam Syafii menyebutkan bahwa niat adalah rukun puasa.
Sayiq Sabiq dalam kitab Fiqhus Sunnah mendefinisakan puasa sebagai berikut:
الامساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس، مع النية
فقه السنة – (ج 1 / ص 431)
Artinya : “Mencegah dari perbuatan yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari disertai niat.”
Maka orang yang diet dengan tidak makan dan tidak minum dari subuh sampai magrib bukanlah sedang puasa. Begitu pun bila ada seorang pasien yang akan cek gula darahnya diperintahkan dokter berpuasa dari subuh sampai magrib, ia bukan sedang berpuasa dalam arti agama.
Pertanyaan kedua, kapan niat itu dilakukan.
Semua ulama sepakat bahwa niat puasa Ramadan itu dilakukan sebelum terbit fajar, atau sebelum azan subuh. Hal ini merujuk sejumlah hadis sebagai berikut.
عَنْ حَفْصَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ – سنن أبى داود – (ج 7 / ص 302)
Artinya : “Dari Hafsah istri Nabi Saw., bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa yang tidak berniat puasa di malam harinya hingga sebelum fajar maka baginya tidak ada puasa.” (HR. Abu Dawud)
Karena ketentuan ini maka di sejumlah masjid setelah tarawih ditunaikan bareng-bareng berniat puasa untuk esok hari. Tetapi menurut imam Hanafi afdhalnya niat puasa itu dilakukan menjelang terbit fajar. Alasannya, saat menjelang terbit fajar itu niat puasa benar-benar hakiki mulai start. Adapaun niat di malam hari baru sebatas rencana, karena waktu mulai puasanya masih lumayan panjang.
Pertanyaan ketiga, niat puasa itu setiap hari atau cukup satu kali menjelang bulan Ramadan untuk puasa satu bulan.
Jumhur fuqoha, yaitu Imam Hanafi, Imam Syafii dan Imam Hambali mengatakan bahwa niat puasa itu harus dilakukan setiap hari. Alasannya, karena puasa satu hari dengan hari berikutnya tidak terkait tetapi berdiri sendiri. Misalnya, hari Senin puasa seseorang secara fikih dinilai sah, tetapi pada hari Selasa batal akibat berenang dan minum air kolam. Atau bagi wanita yang masih subur, ia tidak mungkin puasa selama sebulan penuh karena pasti ada hari-hari yang tidak boleh puasa akibat haid. Maka pada saat haid dirinya tidak boleh berniat puasa.
Adapun imam Malik berpendapat, bahwa niat puasa itu cukup satu kali di awal bulan ramadhan untuk satu bulan. Tidak perlu setiap malam berniat puasa lagi. Hal ini merujuk pada ayat berikut.
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ [البقرة/185]
Artinya : “Barang siapa di antara kamu ada di bulan itu maka berpuasalah.”
Alasan imam Malik adalah bahwa rangkaian ibadah puasa Ramadan itu satu kesatuan dari awal sampai akhir. Seperti halnya haji yang dilakukan beberapa hari mulai tanggal 9-13 zulhijah. Sekali niat di awal yaitu labbaikallahumma hajjan (aku sambut panggilan Mu untuk haji) maka tidak perlu wukuf niat lagi, mabit di Muzdalifah dan Mina niat lagi, lempar jumrah niat lagi, tawaf ifadah niat lagi dan tahalul niat lagi.
Clear sudah tentang niat puasa. Semoga kita dimudahkan untuk menjalankannya. Bukan hanya saat niat tetapi juga rangkaian ibadah Ramadan berikutnya sampai tamat.
*Dewan Pengawas Syariah Lazismu Sragen
Editor : M Taufiq Ulinuha