Kolom

Mushola Aisyiyah yang Tak Lagi Berjiwa Aisyiyah

Mushola Aisyiyah yang Tak Lagi Berjiwa Aisyiyah

Oleh: Pujiono

PWMJATENG.COM – Pada era 1950-an, Muhammadiyah berkembang pesat di desa kami. Pertumbuhan ini bukanlah kebetulan. Di baliknya, terdapat kader-kader militan yang tidak hanya aktif di lingkungan Persyarikatan, tetapi juga berperan penting dalam struktur sosial desa. Beberapa menjadi sekretaris desa, guru pendidikan agama Islam di sekolah negeri, hingga pendiri Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah yang dibangun di atas tanah kas desa.

Tak berlebihan jika saat itu desa kami dijuluki sebagai gudangé Muhammadiyah—sebuah istilah yang menggambarkan kuatnya denyut dakwah Islam berkemajuan di tengah masyarakat.

Kiprah perempuan pun tak kalah menginspirasi. Para aktivis Aisyiyah di desa kami membangun sebuah mushola sebagai wujud semangat dakwah mereka. Mushola itu diberi nama Mushola Aisyiyah, bukan sekadar tempat salat berjamaah dan pengajian ibu-ibu, tetapi juga menjadi pusat kaderisasi generasi Muslimah.

Sayangnya, kondisi itu kini berubah drastis. Seiring berjalannya waktu, kaderisasi tidak lagi berjalan semestinya. Tidak ada regenerasi yang memadai. Anak-anak para tokoh Muhammadiyah tidak melanjutkan kiprah orang tua mereka dalam Persyarikatan. Banyak yang mencari kepuasan spiritual di luar manhaj Muhammadiyah.

Baca juga, Dari Mina ke Media Sosial: Tantangan Menjaga Kemabruran di Era Digital

Ironisnya, sebagian dari mereka mendirikan yayasan atau amal usaha sendiri—yang secara metode mirip dengan Muhammadiyah, bahkan memakai legitimasi nama orang tuanya. “Anak Pak PRM,” “anak Pak PCM”—begitulah mereka dikenal. Namun, tanpa ruh ideologis Muhammadiyah, gerakan mereka terasa kosong dan kehilangan arah.

Kini, Mushola Aisyiyah tak lagi menjadi pusat dakwah Aisyiyah seperti dahulu. Mushola tersebut lebih sering digunakan oleh kelompok lain yang membawa warna dakwah berbeda. Arah kajiannya berubah, nilai-nilai Persyarikatan memudar, dan para ibu Aisyiyah sepuh pun kerap merasa asing di tempat yang dulu mereka bangun dengan cucuran keringat dan air mata.

Fenomena ini menyadarkan kita akan pentingnya kaderisasi yang berkelanjutan. Tanpa itu, yang tersisa hanyalah bangunan fisik, bukan ruh perjuangan. Mushola Aisyiyah kini tinggal nama, tanpa lagi mencerminkan semangat dan identitas Aisyiyah sejati.

Semoga refleksi ini menjadi pengingat bagi kita semua—bahwa menjaga keberlanjutan gerakan dakwah tidak cukup dengan infrastruktur semata. Diperlukan regenerasi, ideologi, dan komitmen agar rumah-rumah dakwah kita tidak kehilangan arah dan identitas di tengah zaman yang terus berubah.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE
#
https://adsii.or.id/sdm/pkvgames/https://adsii.or.id/sdm/bandarqq/https://adsii.or.id/sdm/dominoqq/https://lp3ibandaaceh.id/assets/pkvgames/https://lp3ibandaaceh.id/assets/bandarqq/https://lp3ibandaaceh.id/assets/dominoqq/https://www.northforeland.co.uk/js/pkvgames/https://www.northforeland.co.uk/js/bandarqq/https://www.northforeland.co.uk/js/dominoqq/https://argenerasiunggul.id/unggul/pkvgames/https://argenerasiunggul.id/unggul/bandarqq/https://argenerasiunggul.id/unggul/dominoqq/https://beliisuzu.com/cd/pkvgames/https://beliisuzu.com/cd/bandarqq/https://beliisuzu.com/cd/dominoqq/https://cheersport.at/doc/pkv-games/https://cheersport.at/doc/bandarqq/https://cheersport.at/doc/dominoqq/
https://central.nasrda.gov.ng/https://cafe.unmaha.ac.id/https://ejournal.stital.ac.id/