PWMJATENG.COM, Yogyakarta – Krisis iklim semakin terasa di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Di tengah melonjaknya kebutuhan energi, Muhammadiyah melalui kolaborasi 1000 Cahaya dan Lembaga Pengembangan Cabang Ranting serta Pembinaan Masjid (LPCR PM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengambil langkah nyata. Mereka menggelar Training of Trainers (ToT) Audit Energi dan Dakwah Ramah Lingkungan di SM Tower Malioboro, Senin (19/8).
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting Muhammadiyah. Di antaranya Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dahlan Rais, Sekretaris LPCR PM Isngadi Marwah Atmadja, serta Direktur 1000 Cahaya Hening Parlan. Lebih dari 100 kader Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah turut mengikuti kegiatan tersebut.
Dalam sambutannya, Dahlan Rais menegaskan bahwa kerusakan lingkungan bukan sekadar isu teknis, melainkan persoalan moral sekaligus religius. Ia menyebut bahwa tanggung jawab menjaga bumi merupakan amanah besar yang tak boleh diabaikan.
“Kerusakan lingkungan adalah akibat ulah manusia. Allah sudah memberi tanda-tanda jelas. Tugas kita merangkul semua pihak untuk bergerak bersama menjaga bumi,” ujarnya di hadapan peserta.
Pernyataan tersebut sejalan dengan visi Muhammadiyah yang terus mendorong kadernya agar mampu mengintegrasikan dakwah dengan aksi nyata menjaga alam.
ToT ini dirancang untuk memetakan pola konsumsi energi di masjid, sekolah, hingga kantor Muhammadiyah. Peserta diberi pelatihan audit energi, efisiensi pemakaian listrik, hingga pemanfaatan energi terbarukan. Harapannya, lahir kader pionir yang mampu menggerakkan transisi energi dari akar rumput.
Baca juga, Harapan Ketua PWM Jateng Tafsir di HUT RI ke-80: Indonesia Maju, Sejahtera, dan Berdaulat
Direktur 1000 Cahaya, Hening Parlan, menekankan bahwa Muhammadiyah harus menjadi motor perubahan dalam isu lingkungan. Ia mengingatkan bahwa peralihan energi tak lagi bisa ditunda.
“Transisi energi adalah keniscayaan. Muhammadiyah harus jadi pelopor pengurangan dampak kerusakan lingkungan. Energi alternatif seperti tenaga surya bukan pilihan tambahan, tapi kebutuhan mendesak,” tegasnya.
Sejalan dengan itu, Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Gatot Supangkat, menegaskan bahwa inisiatif ini tidak dimaksudkan untuk menolak energi fosil secara ekstrem. Menurutnya, gerakan tersebut justru sejalan dengan kebijakan pemerintah dan PLN dalam memperluas penyediaan energi bersih.
“Sejuk bumiku, nyaman hidupku, aman masa depan anak cucu kita. Muhammadiyah hadir untuk memperkuat, bukan melemahkan, upaya bangsa menuju energi bersih,” ungkap Gatot.
Pesan ini memperlihatkan bahwa Muhammadiyah menempatkan isu lingkungan dalam kerangka dakwah yang konstruktif, bukan sekadar retorika.
Sekretaris LPCR PM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Isngadi Marwah Atmadja, menambahkan bahwa transisi energi tidak hanya terkait dengan efisiensi biaya. Menurutnya, lebih dari itu, langkah tersebut merupakan misi menjaga bumi agar tidak semakin rusak.
Ia juga mengaitkan pesan itu dengan pengalaman masyarakat saat pandemi Covid-19. Ketika aktivitas mobilitas menurun, kualitas udara jauh lebih bersih. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan situasi saat ini, ketika polusi udara kembali meningkat.
“Transisi energi bukan sekadar hemat biaya, tetapi tanggung jawab moral untuk menjaga bumi dari kerusakan yang lebih parah,” ujarnya.
Melalui program ToT Audit Energi dan Dakwah Ramah Lingkungan ini, Muhammadiyah menunjukkan komitmennya dalam mengintegrasikan nilai agama dengan kepedulian lingkungan. Program ini bukan hanya sebatas pelatihan teknis, tetapi juga strategi membangun kesadaran kolektif di tingkat akar rumput.
Kontributor : Farah
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
