PWMJATENG.COM, Surakarta – Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyampaikan pandangannya terkait keputusan Muhammadiyah dalam menerima tawaran pengelolaan izin tambang. Pandangan ini diutarakan dalam seminar bertajuk “Kebijakan Pengelolaan Pertambangan: Perspektif Transendental” yang diadakan di Ruang Seminar Gedung Induk Siti Walidah UMS pada Sabtu (10/8).
Menurut Guru Besar bidang Politik Hukum dan Hukum Lingkungan, Absori, legal policy atau kebijakan hukum terkait izin tambang adalah proses di mana kebijakan dibuat, diimplementasikan, dan dipantau agar memenuhi tujuan yang diharapkan, yaitu nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan. Dalam konteks ini, Muhammadiyah mengambil langkah menerima tawaran izin usaha pertambangan dengan syarat-syarat yang ketat.
“Persyaratan utama yang diajukan Muhammadiyah adalah bahwa pengelolaan tambang tersebut tidak boleh merusak lingkungan, harus memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, dan tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat,” jelas Absori. Dia menambahkan bahwa dengan syarat tersebut, Muhammadiyah berupaya mengembangkan model pengelolaan tambang yang ideal dan berkeadilan.
Dalam paparannya, Absori juga menyoroti pentingnya peran akademisi Muhammadiyah dalam menyumbangkan ide dan pemikiran mereka untuk memastikan bahwa model pengelolaan tambang yang diterapkan sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Menurutnya, Muhammadiyah, sebagai organisasi yang juga bergerak di bidang ekonomi, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil membawa manfaat bagi masyarakat luas.
Baca juga, Hikmah dan Asal Mula Penamaan Bulan Safar Menurut Ustaz Adi Hidayat
Lebih lanjut, Absori menyampaikan bahwa pada Muktamar Muhammadiyah di Makassar dan Solo, organisasi ini tidak hanya berfokus pada bidang pendidikan dan kesehatan, tetapi juga ekonomi. Namun, ia mengakui bahwa pembahasan mengenai pertambangan belum menjadi prioritas pada saat itu. Tawaran pengelolaan tambang yang datang belakangan ini, menurut Absori, harus ditanggapi dengan sangat hati-hati.
“Wilayah izin usaha pertambangan yang ditawarkan kepada Muhammadiyah harus diteliti secara mendalam terlebih dahulu. Kita perlu memastikan apakah wilayah tersebut berpotensi konflik dengan masyarakat setempat dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan,” tegas Kaprodi Program Doktor Ilmu Hukum UMS itu.
Absori juga mengingatkan bahwa sektor pertambangan sering kali sarat dengan potensi jebakan dan konflik, terutama dengan maraknya tambang ilegal. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dan transparansi dalam pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah.
“Muhammadiyah harus tetap konsisten dalam sikapnya terhadap kebijakan pemerintah dan tidak tergelincir dalam pragmatisme. Organisasi ini harus terus menjadi contoh dalam menjalankan misi dakwah amar ma’ruf nahi munkar serta berkontribusi dalam memajukan umat,” tutup Absori.
Kontributor : Maysali
Editor : M Taufiq Ulinuha