Muda dan Merdeka: Peran Generasi Z dalam Menjaga Identitas Kebangsaan

PWMJATENG.COMย โย Dalam era globalisasi yang serba cepat, identitas kebangsaan sering kali tergerus oleh arus budaya asing. Generasi Zโmereka yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-anโmenjadi kelompok yang paling terpapar oleh perkembangan teknologi dan informasi. Tantangannya bukan hanya pada bagaimana mereka menyerap informasi, tetapi juga pada sejauh mana mereka mampu menjaga jati diri keindonesiaan dan keislaman di tengah gempuran global.
Islam menekankan pentingnya menjaga identitas dan nilai-nilai yang luhur sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan wujud tanggung jawab sosial. Dalam Al-Qurโan, Allah Swt. berfirman:
ููุง ุฃููููููุง ุงูููุฐูููู ุขู ููููุง ูููุง ุฃููููุณูููู ู ููุฃููููููููู ู ููุงุฑูุง
โWahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…โ (QS. At-Tahrim: 6)
Ayat ini menjadi seruan moral bagi generasi muda untuk menjaga diri dan lingkungan, termasuk menjaga nilai kebangsaan sebagai bagian dari tanggung jawab keimanan. Identitas kebangsaan dalam konteks keislaman bukan hanya sekadar simbol, tetapi bagian dari amanah untuk menjaga kedamaian, keadilan, dan kesatuan umat.
Generasi Z memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa. Mereka hidup di tengah kemajuan digital, memiliki akses luas terhadap ilmu pengetahuan, dan menjadi aktor utama dalam perubahan sosial. Di sinilah pentingnya internalisasi nilai-nilai keislaman dan kebangsaan agar mereka tidak tercerabut dari akar budaya dan agama. Rasulullah ๏ทบ bersabda:
ูููููููู ู ุฑูุงุนู ูููููููููู ู ู ูุณูุคูููู ุนููู ุฑูุนููููุชููู
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.โ (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa generasi muda adalah pemimpin masa depan. Tanggung jawab menjaga identitas bangsa tidak boleh dipikul oleh generasi tua semata. Generasi Z harus mampu mengintegrasikan nilai Islam yang rahmatan lil โalamin dengan semangat nasionalisme yang mencintai tanah air sebagai bagian dari iman.
Baca juga, Matlak dalam Literatur Ensiklopedi Fikih: Konsistensi Jumhur terhadap Matlak Global
Fenomena disorientasi identitas yang terjadi pada sebagian anak muda seperti kurangnya minat terhadap sejarah nasional, enggan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, atau bahkan meniru budaya asing secara membabi buta, menjadi cerminan perlunya pembinaan yang berkelanjutan. Pendidikan karakter berbasis Islam yang menanamkan kecintaan pada tanah air sangat diperlukan.
Dalam konteks ini, masjid, sekolah, keluarga, dan media sosial harus bersinergi membentuk ekosistem yang mendukung. Masjid sebagai pusat spiritual harus menjadi tempat pembinaan generasi muda, bukan hanya sebatas tempat ibadah. Sekolah perlu mengintegrasikan kurikulum keislaman dan kebangsaan secara harmonis. Keluarga menjadi madrasah pertama yang mengajarkan nilai-nilai luhur, sedangkan media sosial harus dijadikan sarana dakwah dan edukasi, bukan ajang pamer gaya hidup konsumtif dan individualistis.
Sebagai generasi yang tumbuh dalam dunia digital, Generasi Z juga harus membekali diri dengan literasi digital dan sikap kritis. Mereka harus cerdas memilah informasi, menjaga etika dalam berinteraksi daring, serta menggunakan teknologi untuk memperkuat jati diri dan solidaritas kebangsaan.
Perpaduan antara semangat muda dan nilai-nilai Islam menjadi modal penting dalam membangun bangsa yang kuat. Sebab, kemerdekaan sejati bukan hanya terbebas dari penjajahan fisik, tetapi juga mampu membebaskan diri dari penjajahan pemikiran dan budaya yang mengikis identitas diri.
Generasi Z harus menjadi pelopor perubahan yang positif, bukan sekadar penonton sejarah. Mereka harus meneguhkan jati diri sebagai muslim Indonesia yang cinta damai, adil, dan berintegritas tinggi. Karena sejatinya, โmuda dan merdekaโ bukan hanya semboyan, tetapi panggilan untuk bertindak menjaga warisan bangsa dan menapaki masa depan yang gemilang.
Ass Editor : Ahmad; Editor :ย M Taufiq Ulinuha