Kolom

Mewujudkan Pancasila Butuh Sekularitas?

Mewujudkan Pancasila Butuh Sekularitas?

Oleh : Rudi Pramono, S.E. (Ketua MPI PDM Wonosobo)

PWMJATENG.COM – Masih tentang heboh Pelarangan jilbab bagi Paskibraka 2024 setelah diprotes banyak pihak akhirnya disetujui, namun ternyata ada ‘penyiasatan’ setelah sukses melepaskan jilbab pada saat pengukuhan yang kemudian di protes itu, maka disiasati mengganti pemegang baki bendera pusaka dengan Paskibraka yang semula berjilbab diganti yang non muslim, sebuah strategi dimana mereka tetap berusaha memisahkan keyakinan agama di ‘ruang negara’ yaitu momen terpenting saat pengukuhan dan penyerahan bendera pusaka yang diterima presiden, simbol negara.

Persoalan itu mengingatkan orang pada sebuah wawancara Ketua BPIP, Yudian Wahyudi beberapa tahun yang lalu, menyatakan : “Saya akan berjihad menegakkan negara Pancasila, Pancasila itu religius dan sekuler sekaligus, sumber dan tujuan Pancasila itu religius namun dalam mewujudkannya butuh sekularitas bukan sekularisme, yang jadi musuh terbesar Pancasila ya agama”

Mari kita kaji bersama : Pancasila itu religius dan sekuler sekaligus, sumber dan tujuan Pancasila adalah religius. Sampai di sini mungkin benar tetapi ketika menyebutkan bahwa untuk mewujudkan itu butuh sekularitas bukan sekularisme itulah poin pertama yang menjadi masalah, sekularitas adalah kondisi terkini dan di sini (dunia) yang sekular yang memisahkan dan meletakkan agama hanya di ruang privat tidak ruang publik. Jadi bagi BPIP untuk mewujudkan Pancasila perlu kondisi yang sekuler (sekularitas) yaitu kondisi di mana agama diletakkan di ruang privat tidak di ruang publik yg beragam. Hal ini didasari anggapan bahwa salah satunya formalitas syariat Islam akan mengancam Indonesia yang majemuk mungkin kita bisa terima argumentasi ini karena ada sebagian umat Islam Indonesia ingin menyatukan antara agama dengan negara secara formal.

Sesungguhnya dalam sejarah pemikiran Islam para ulama berbeda pendapat tentang hubungan antara agama dengan negara itu ada tiga varian : Integral ideologis (Qutub, Maududi) substansi konsepsional (Afghani, Abduh) dan liberal sekuler (Thaha Husein, Fazlur Rahman). pemahaman yang integral ideologis mungkin tidak kondusif dalam mewujudkan Pancasila sehingga bagi BPIP perlu sekularitas alias sekuler.

Sekularitas itu juga sesungguhnya tidak kondusif, tidak relevan bagi terwujudnya Pancasila karena mayoritas penduduk Indonesia muslim. Sesungguhnya pertemuan antara agama dengan kebangsaan itu adalah ranah muamalah duniawiyah sehingga dimungkinkan ijtihad sesuai situasi dan kondisi yang ada, maka pendekatan melalui pemahaman keagamaan yang substansial (etika Islam) yang universal seperti keadilan, kebenaran, moralitas, kemanusiaan, kemajemukan menjadi dibutuhkan.

Baca juga, Nasionalisme dalam Prespektif Islam

Jadi ucapan Ketua BPIP itu keliru dan ahistoris bahwa untuk mewujudkan Pancasila butuh sekularitas karena Indonesia mayoritas beragama apalagi berkarakter keislaman yang moderat, memang ada yang ‘radikal/konservatif’ tapi bukanlah arus utama dan tidak signifikan

Dalam bentang sejarah Indonesia persoalan Agama, nasionalisme dan kemajemukan sudah selesai sudah bertemu dalam, kalimatun sawa, titik temu yaitu mendekati agama secara substansi/etik : nilai2 ketuhanan, keadilan, persatuan, musyawarah dan keadilan dan itulah yang Pancasila yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa.

Muhammadiyah juga sudah selesai bahwa Pancasila adalah Darul Ahdi wa Syahadah, negara perjanjian dan persaksian serta keislaman yang wasathiyah (RIB)

Hari ini menjadi persoalan karena keberadaan BPIP yang didirikan beberapa tahun lalu itu memiliki misi lain yang berbeda yaitu merumuskan kembali Pancasila dengan napas sekularisme, satu ideologi kiri yang justru akan membangkitkan ideologi kanan (Islam).

Ucapan Yudian berikutnya : “….karena itulah musuh terbesar Pancasila ya agama” kita tahu agama yang dimaksud adalah paham keagamaan yang ‘radikal tektual’ Pikiran Ketua BPIP ini menimbulkan konflik karena menggunakan tafsir sekuler dan akan menimbulkan reaksi balik umat Islam dan kita setback kebelakang seperti jaman sebelum kemerdekaan bahkan sekarang semakin parah kehidupan bebas malah di toleransi dengan memberikan alat kontrasepsi kepada pelajar dengan alasan agar tidak hamil dan sehat, tidak berpikir bahwa zina itu dilarang dalam Islam.

Itulah situasi terkini yaitu ada upaya sekularisasi Pancasila, memisahkan Pancasila dari agama dari yang semula Pancasila itu agamis, akan ditafsir ulang dengan pikiran sekuler yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.

Persoalan ini hanya menambah beban bangsa ini, hutang sudah menumpuk luar biasa, kemiskinan meningkat, oligarki, korupsi, dinasti politik, hukum jadi alat politik, money politic, manipulasi demokrasi, otoritarianisme elektoral membuat semakin jauh Indonesia emas 2045. Wallahu a’lam.

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE