Merah Putih dan Semangat Tajdid: Refleksi Kemerdekaan serta Kontribusi Nyata Muhammadiyah Menuju Indonesia Berkemajuan

Merah Putih dan Semangat Tajdid: Refleksi Kemerdekaan serta Kontribusi Nyata Muhammadiyah Menuju Indonesia Berkemajuan
Oleh: Toni Ardi Rafsanjani (Dosen Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU))
PWMJATENG.COM – Setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan sebagai tonggak sejarah perjuangan kolektif dalam merebut hak-hak dasar kemanusiaan dari tangan penjajah. Dalam upacara kenegaraan maupun perayaan rakyat, bendera Merah Putih dikibarkan sebagai simbol keberanian dan kesucian—dua nilai yang tak terpisahkan dari perjalanan panjang bangsa ini.
Namun, di balik simbol tersebut, terdapat kontribusi besar dari kekuatan sipil dan keagamaan yang turut membentuk wajah Indonesia modern. Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam tajdid yang lahir pada tahun 1912, menjadi salah satu kekuatan tersebut. Bukan hanya organisasi dakwah, Muhammadiyah telah menjelma menjadi institusi kebangsaan yang berperan sistematis dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, kemanusiaan, hingga pembangunan nasional.
Sejak awal, Muhammadiyah memaknai Islam sebagai agama pembebas: membebaskan manusia dari kebodohan, ketertinggalan, ketidakadilan, dan kolonialisme. KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, menekankan pentingnya rasionalitas, ilmu pengetahuan, dan kemajuan sebagai fondasi keberagamaan. Semangat tajdid ini menjadi identitas gerakan Muhammadiyah yang menyentuh aspek teologis, sosial, kultural, hingga kebangsaan. Pembaruan atau tajdid bukan hanya simbolik, melainkan upaya praksis untuk membangun masyarakat yang adil dan berkemajuan secara struktural.
Perjuangan kemerdekaan Indonesia pun tidak lepas dari peran tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Kahar Muzakkir, dan Kasman Singodimedjo. Mereka bukan hanya ulama, tetapi juga negarawan yang aktif dalam BPUPKI, Panitia Sembilan, hingga KNIP. Dalam forum-forum kenegaraan tersebut, mereka memperjuangkan nilai-nilai Islam berkemajuan yang sejalan dengan semangat kebangsaan yang plural dan inklusif. Dengan demikian, nasionalisme dan keislaman tidak saling bertentangan, melainkan saling menguatkan dalam membentuk fondasi Indonesia merdeka.
Pasca-kemerdekaan, Muhammadiyah melanjutkan perjuangan dalam bentuk amal usaha. Hingga tahun 2025, Muhammadiyah mengelola lebih dari 175 perguruan tinggi, 12.000 sekolah, 120 rumah sakit, dan lebih dari 400 klinik yang tersebar di seluruh Indonesia. Lembaga-lembaga ini menjadi sarana strategis dalam mencetak generasi unggul, berdaya saing, dan berakhlak mulia.
Di bidang kemanusiaan, Muhammadiyah membentuk Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) untuk menangani bencana alam, pandemi, dan program tanggap darurat. Keterlibatan Muhammadiyah dalam penanganan gempa Palu, erupsi Semeru, banjir di berbagai daerah, hingga pandemi COVID-19 menjadi bukti kontribusinya terhadap ketahanan nasional.
Muhammadiyah juga aktif dalam penanganan isu pengungsi seperti Rohingya serta pengungsi internal di NTT dan Papua. Di samping itu, organisasi ini konsisten dalam advokasi perempuan dan anak, penguatan ekonomi umat melalui Baitut Tamwil Muhammadiyah, dan program internasional melalui Lazismu yang menyalurkan bantuan ke Palestina, Yaman, Suriah, dan Sudan. Semua ini merupakan perwujudan dari semangat tajdid yang membumi dan berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan universal.
Baca juga, Monetisasi Konten Digital dalam Timbangan Islam: Antara Cuan dan Keberkahan
Relevansi perjuangan Muhammadiyah semakin nyata seiring dengan visi nasional yang dirancang pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam dokumen Asta Cita—delapan misi utama pemerintahan—terdapat titik temu dengan perjuangan Muhammadiyah:
- Asta Cita 1 memperkuat Pancasila, demokrasi, dan HAM, sejalan dengan komitmen Muhammadiyah terhadap Islam Berkemajuan yang menjunjung keadaban dan toleransi.
- Asta Cita 2 dan 3 yang fokus pada pembangunan manusia melalui pendidikan dan kesehatan, bersesuaian dengan kontribusi Muhammadiyah melalui ribuan sekolah, perguruan tinggi, serta fasilitas kesehatan.
- Asta Cita 5 mengenai pemberdayaan desa dan ekonomi rakyat juga terejawantah dalam program Muhammadiyah di bidang mikrofinansial, koperasi syariah, serta pelatihan UMKM berbasis masjid dan pesantren.
- Asta Cita 6 tentang pembangunan berkelanjutan didukung melalui gerakan “Ekopedagogi Islam” dan program masjid ramah lingkungan.
- Asta Cita 7 menegaskan posisi Indonesia di dunia, dan hal ini juga diwakili oleh peran Muhammadiyah dalam diplomasi kemanusiaan internasional.
Dengan demikian, Muhammadiyah tidak hanya menjadi mitra strategis pemerintah dalam pembangunan nasional, melainkan juga mitra ideologis dalam membumikan visi besar Asta Cita. Sebagai organisasi Islam modern, Muhammadiyah memiliki akar sejarah perjuangan kemerdekaan dan struktur sosial yang kuat dalam mendorong pencapaian pembangunan nasional.
Dalam konteks ini, Merah Putih bukan hanya simbol bagi Muhammadiyah, melainkan juga komitmen. Warna merah mencerminkan keberanian melawan ketidakadilan dan kejumudan, sedangkan warna putih mencerminkan ketulusan dakwah dan integritas dalam pelayanan umat. Keduanya bersatu dalam semangat tajdid yang terus diperbarui.
Peringatan Hari Kemerdekaan bukan sekadar nostalgia masa lalu, melainkan panggilan untuk memperkuat kolaborasi masa depan. Dengan modal sosial yang besar, nilai ideologis yang kuat, dan struktur kelembagaan yang mapan, Muhammadiyah siap menjadi pilar penting dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Gerakan tajdid ini memastikan pembangunan tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga berkeadaban dan berkeadilan sosial.
Akhirnya, menjaga kemerdekaan adalah tanggung jawab kolektif. Muhammadiyah telah membuktikan bahwa merawat kemerdekaan dapat dilakukan melalui kerja nyata, keberpihakan pada kaum lemah, serta keteguhan moral dalam kehidupan berbangsa. Maka, semangat Merah Putih dan tajdid harus terus dijaga dan dihidupkan demi Indonesia yang adil, berdaulat, berkemajuan, dan berkemanusiaan.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha