Menjaga Harmoni dengan Tetangga: Akhlak Sosial yang Diajarkan Nabi

PWMJATENG.COM – Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan dengan tetangga sering kali dianggap sepele. Padahal, Islam menempatkan interaksi dengan tetangga sebagai bagian penting dari akhlak sosial seorang muslim. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua PWM Jawa Tengah, M. Abdul Fattah Santoso, dalam sebuah ceramah yang menyoroti lima akhlak utama dalam bermasyarakat. Ia menekankan bahwa hubungan dengan tetangga bukan hanya sekadar urusan sosial, melainkan bagian dari kesempurnaan iman seorang muslim.
Menitipkan Barang dan Memberi Rasa Aman
Fattah menjelaskan bahwa akhlak ketiga dalam panduan hidup bermasyarakat adalah kemurahan hati kepada tetangga, terutama dalam hal saling menitipkan barang atau rumah ketika bepergian. “Sering kali kita pergi jauh, bahkan hanya sehari penuh, dan kita menitipkan rumah kepada tetangga. Di situlah rasa aman menjadi penting,” ujarnya.
Rasulullah ﷺ menekankan hal ini dengan sumpah tiga kali sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra:
وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ. قِيلَ: مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
Artinya: “Demi Allah, tidak beriman! Demi Allah, tidak beriman! Demi Allah, tidak beriman!” Ditanyakan, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Fattah, hadis ini tidak berarti seseorang menjadi kafir, melainkan imannya belum sempurna. Seorang muslim yang baik harus membuat tetangganya merasa aman, bukan justru resah.
Menjenguk Tetangga yang Sakit
Akhlak keempat yang ditekankan adalah menjenguk tetangga ketika sakit. Tradisi ini sudah mengakar di masyarakat, meski terkadang dilihat sebagai budaya, padahal Islam secara jelas mendorongnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ: رَدُّ السَّلَامِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
Artinya: “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang yang bersin.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Fattah menekankan bahwa menjenguk orang sakit tidak harus disertai bingkisan. “Doa dan kehadiran kita saja sudah cukup menghibur dan memberi semangat,” katanya. Kehadiran tetangga memberi rasa dukungan yang tak ternilai bagi keluarga yang sedang diuji.
Mengasihi Tetangga Seperti Keluarga
Akhlak kelima adalah mengasihi tetangga sebagaimana mengasihi diri sendiri. Rasulullah ﷺ bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ – أَوْ قَالَ: لِأَخِيهِ – مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Artinya: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba beriman hingga ia mencintai tetangganya – atau saudaranya – sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca juga, Menjadikan Pekerjaan sebagai Ladang Ibadah
Kasih sayang kepada tetangga tercermin dalam berbagai tindakan kecil. Mulai dari saling berkunjung, tolong-menolong, ikut berbahagia ketika tetangga mendapat rezeki, hingga menghibur saat mereka terkena musibah. Menurut Fattah, “Ketika jauh dari keluarga inti, tetangga adalah pengganti saudara. Mereka yang pertama kali kita mintai tolong ketika ada masalah.”
Contoh Akhlak Positif
Beberapa bentuk nyata kasih sayang kepada tetangga antara lain:
- Saling berkunjung dan tolong-menolong dalam kebutuhan sehari-hari.
- Ikut bergembira ketika tetangga memperoleh keberhasilan.
- Menghibur saat musibah, dengan meyakinkan bahwa ujian adalah tanda kasih Allah.
- Melayat dan membantu pengurusan jenazah, yang termasuk fardhu kifayah.
- Bersikap pemaaf dan lapang dada jika terjadi konflik kecil.
- Membawa oleh-oleh atau makanan untuk tetangga, sebagai bentuk perhatian sosial.
Menjauhi Akhlak Negatif
Selain perintah untuk berbuat baik, Islam juga melarang tindakan yang dapat merusak hubungan dengan tetangga. Ada tiga sikap negatif yang harus dihindari:
- Menyelidiki keburukan tetangga. Al-Qur’an mengingatkan dalam QS. Al-Hujurat [49]:12:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa.”
- Menyakiti tetangga. Hadis sebelumnya telah menegaskan bahwa iman belum sempurna jika tetangga merasa tidak aman dari gangguan kita.
- Memelihara sengketa. Fattah mengingatkan, perselisihan harus segera diselesaikan dengan sabar dan lapang dada. Amar ma’ruf nahi munkar tetap perlu dilakukan, tetapi dengan cara yang bijak.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Bertetangga
Sebagai organisasi dakwah, Muhammadiyah mengajarkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar juga berlaku dalam kehidupan bertetangga. “Jika melihat tetangga belum rajin salat, jangan dijauhi. Ajaklah dengan cara baik,” kata Fattah. Pendekatan yang tepat membuat dakwah lebih diterima tanpa menimbulkan jarak sosial.
Dari uraian ini, jelas bahwa Islam menempatkan akhlak bertetangga pada posisi penting dalam kehidupan beriman. Rasa aman, kepedulian ketika sakit, kasih sayang seperti keluarga, hingga sikap saling menghibur dan menolong, semuanya menjadi indikator kesempurnaan iman seorang muslim.
Fattah menegaskan, “Akhlak bertetangga bukan hanya kewajiban sosial, melainkan bagian dari wujud keimanan. Jika hubungan dengan tetangga harmonis, maka lingkungan akan penuh ketenangan dan keberkahan.”
Kontributor : Defi Al Q
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha