Meningkatkan Reputasi Digital Muhammadiyah di Era Media Sosial: Sebuah Pengantar

Meningkatkan Reputasi Digital Muhammadiyah di Era Media Sosial: Sebuah Pengantar
Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha, Dipl., S.Pd. (Pemred PWMJateng.com; Ex-Redaksi Rahma.ID)
PWMJATENG.COM – Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi ruang utama dalam pembentukan opini publik. Identitas, reputasi, bahkan eksistensi sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh bagaimana ia tampil di dunia maya. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern dengan sejarah panjang tentu tidak bisa mengabaikan realitas ini. Justru, tantangan era media sosial harus diubah menjadi peluang untuk memperkuat reputasi digital persyarikatan.
Menurut survei We Are Social (2024), jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai lebih dari 167 juta orang, atau sekitar 60% dari total populasi. Angka tersebut menegaskan bahwa media sosial adalah ruang strategis untuk dakwah, edukasi, sekaligus branding organisasi. Jika Muhammadiyah mampu memaksimalkan potensi ini, maka citra dan pengaruhnya tidak hanya kuat di dunia nyata, tetapi juga kokoh di ranah digital.
Reputasi Digital sebagai Modal Sosial
Reputasi digital dapat dipahami sebagai bagaimana organisasi atau individu dipersepsikan publik melalui konten dan interaksi di dunia maya. Teori Social Capital dari Pierre Bourdieu menjelaskan bahwa reputasi merupakan bagian dari modal sosial yang memengaruhi kepercayaan dan legitimasi suatu entitas. Dalam konteks Muhammadiyah, reputasi digital bukan sekadar soal jumlah pengikut atau likes, melainkan bagaimana nilai-nilai Islam berkemajuan diterjemahkan ke dalam narasi digital yang inspiratif.
Sebagai contoh, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) aktif membangun reputasi digital melalui konten edukatif dan kreatif. Hasilnya, kampus-kampus tersebut semakin dikenal luas, tidak hanya di kalangan internal, tetapi juga publik global. Artinya, reputasi digital yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan kepercayaan, memperluas jejaring, sekaligus memperkokoh citra Muhammadiyah sebagai organisasi modern.
Tantangan dalam Era Media Sosial
Meski peluangnya besar, media sosial juga menyimpan tantangan serius. Pertama, banjir informasi membuat publik sulit membedakan mana yang kredibel dan mana yang hoaks. Kedua, kecepatan informasi kadang membuat organisasi lengah dalam merespons isu. Ketiga, narasi Islam yang moderat seperti yang dibawa Muhammadiyah sering kali kalah gaung dibandingkan konten provokatif yang lebih mudah viral.
Baca juga, Peristiwa Penting di Bulan Rabiul Awal dalam Sejarah Islam
Inilah yang disebut Manuel Castells dalam teori Network Society sebagai era kompetisi narasi. Siapa yang mampu menguasai jaringan komunikasi, dialah yang berpotensi memenangkan pengaruh. Jika Muhammadiyah tidak ikut aktif membangun narasi digitalnya, maka ruang tersebut akan diisi oleh pihak lain dengan agenda berbeda.
Strategi Meningkatkan Reputasi Digital Muhammadiyah
Pertama, konsistensi narasi. Muhammadiyah perlu membangun konten yang konsisten menggambarkan jati dirinya sebagai gerakan Islam berkemajuan. Konsistensi ini mencakup gaya bahasa, visual, hingga tema utama yang diangkat.
Kedua, penguatan literasi digital kader. Tidak cukup hanya memiliki akun resmi, kader Muhammadiyah perlu dibekali keterampilan komunikasi digital. Hal ini sejalan dengan konsep Digital Literacy yang dikemukakan Paul Gilster, yakni kemampuan menggunakan teknologi bukan hanya secara teknis, tetapi juga kritis, etis, dan kreatif.
Ketiga, kolaborasi lintas platform. Saat ini, media sosial bukan hanya Facebook atau Instagram, tetapi juga TikTok, YouTube, dan podcast. Muhammadiyah perlu menyesuaikan gaya komunikasinya sesuai platform yang digunakan. Misalnya, di TikTok lebih efektif menggunakan video singkat dengan visual menarik, sementara di YouTube bisa dipakai untuk kajian mendalam.
Keempat, membangun engagement dua arah. Media sosial bukan papan pengumuman satu arah, tetapi ruang dialog. Oleh karena itu, penting untuk membuka ruang interaksi, merespons komentar, serta mengapresiasi partisipasi warganet. Hal ini akan menumbuhkan rasa kedekatan publik dengan Muhammadiyah.
Kelima, membentuk tim kreatif digital. Sebagai organisasi besar, Muhammadiyah memerlukan unit khusus yang fokus pada pengelolaan reputasi digital. Tim ini bisa terdiri dari anak-anak muda yang kreatif, melek tren, namun tetap memahami nilai-nilai persyarikatan. Dengan begitu, konten yang dihasilkan tetap segar, relevan, dan sesuai prinsip dakwah.
Ikhtisar
Era media sosial telah mengubah lanskap komunikasi publik secara drastis. Bagi Muhammadiyah, reputasi digital adalah modal penting untuk memperluas pengaruh, memperkuat citra, sekaligus menjaga konsistensi dakwah Islam berkemajuan. Dengan strategi yang tepat—mulai dari konsistensi narasi, literasi digital kader, hingga pembentukan tim kreatif—Muhammadiyah dapat menjawab tantangan sekaligus memanfaatkan peluang besar yang ditawarkan ruang digital.
Seperti disampaikan Alvin Toffler dalam The Third Wave, gelombang peradaban manusia kini ditentukan oleh informasi. Siapa yang menguasai informasi, ia akan menguasai masa depan. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern perlu memastikan dirinya hadir, relevan, dan dipercaya di dunia digital. Dengan begitu, reputasi Muhammadiyah tidak hanya terjaga di bumi nyata, tetapi juga bersinar di jagat maya.
Editor : Ahmad