Khazanah Islam

Mengukur Keberhasilan Puasa: Meniti Jalan Menuju Takwa

PWMJATENG.COM – Ibadah puasa di bulan Ramadan bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga merupakan proses spiritual untuk mencapai derajat takwa. Menurut Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Rozihan, ada empat indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan ibadah puasa, yakni syukur, sabar, tafwidh, dan ikhlas. Keempat aspek ini membentuk landasan spiritual yang kuat dalam menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim.

Maqam syukur dalam Islam terdiri atas tiga tingkatan, yaitu tahmid, syakur, dan syukur. Tahmid adalah ungkapan spontanitas seseorang yang baru saja merasakan nikmat dari Allah SWT dengan mengucapkan lafaz Alhamdulillah. Sementara itu, syakur lebih dalam maknanya, karena mencakup penerimaan terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah, termasuk musibah dan penderitaan. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ

“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS Saba’: 13)

Syukur yang hakiki bukan hanya menerima nikmat dalam keadaan bahagia, tetapi juga dalam situasi sulit. Dengan bersyukur, seorang Muslim akan mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan sejati, sehingga mampu menjalankan peran sebagai khalifah di bumi dengan penuh keikhlasan.

Tafwidh adalah jenjang kepasrahan yang terdiri atas tiga tingkatan, yaitu saliki, taslim, dan tafwidh. Saliki adalah tahap awal pencarian Tuhan, di mana seseorang mulai belajar pasrah kepada ketetapan-Nya. Pada tahap taslim, seseorang lebih banyak menyerahkan segala urusan kepada Allah, sehingga perannya dalam menghadapi tantangan duniawi semakin kecil. Puncaknya adalah maqam tafwidh, di mana seseorang mencapai kepasrahan total dan merasakan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya yang berkuasa penuh atas dirinya. Orang yang mencapai maqam ini akan selalu berada dalam pengawasan Allah dan menjadikan-Nya sebagai satu-satunya tujuan hidup.

Ikhlas merupakan aspek fundamental dalam beribadah, tetapi pencapaiannya tidaklah mudah. Dalam Islam, orang yang ikhlas dibedakan menjadi dua, yakni mukhlis dan mukhlas. Mukhlis masih menyadari bahwa dirinya sedang berbuat baik, sedangkan mukhlas telah mencapai tingkat di mana keikhlasan menjadi bagian dari karakternya tanpa ia sadari. Dalam dunia tasawuf, keikhlasan digambarkan sebagai sesuatu yang tidak boleh terlihat, bahkan oleh diri sendiri.

Baca juga, Menyambut Ramadan dengan Semangat Baru

Para sufi memberikan berbagai pandangan tentang keikhlasan. Sahl bin Abdullah al-Tustari menyebutkan bahwa ikhlas adalah ibadah yang paling sulit bagi jiwa, karena manusia tidak memiliki bagian di dalamnya. Abu Ya’kub As-Susiy Rahimahullah mengatakan bahwa jika seseorang masih merasa ikhlas, maka keikhlasannya masih membutuhkan keikhlasan lagi. Sementara itu, Fudhail bin ‘Iyadl menegaskan bahwa menghentikan amal karena manusia adalah riya’, sedangkan mengerjakan amal karena manusia adalah syirik. Oleh karena itu, hanya mereka yang telah mencapai maqam mukhlasin yang benar-benar terhindar dari godaan setan dan fitnah duniawi.

Sabar bukan sekadar menahan diri, tetapi juga merupakan bentuk pengendalian diri saat memiliki kemampuan untuk bertindak. Dalam Al-Qur’an, terdapat perbedaan antara shabiir dan mashabir. Shabiir adalah orang yang sabar secara temporer, sementara mashabir memiliki kesabaran yang permanen dan tanpa batas. Sifat shabur hanya dimiliki oleh Allah SWT, karena Dia tidak terpengaruh oleh perbuatan hamba-Nya, seberapa pun kufur dan zalimnya mereka.

Tingkatan kesabaran juga bervariasi. Seseorang yang masih menyisakan sedikit keluhan disebut shabiir, sedangkan mereka yang telah mencapai puncak kesabaran disebut mashabir. Kisah Nabi Ayyub menjadi contoh nyata maqam mashabir, di mana beliau mampu bersahabat dengan penderitaan dan penyakit tanpa sedikit pun mengeluh. Ungkapan seperti “Saya sudah memaafkan, tetapi belum bisa melupakan” adalah contoh kesabaran tingkat awal (shabiir), sedangkan memaafkan sepenuhnya dan kembali ke titik nol adalah maqam mashabir.

Puasa Ramadan bukan hanya soal menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga merupakan proses perjalanan spiritual yang mendalam. Dengan memahami maqam syukur, tafwidh, mukhlasin, dan mashabir, seorang Muslim dapat mengevaluasi sejauh mana keberhasilan ibadah puasanya. Keempat aspek ini menjadi parameter utama dalam mengukur pencapaian takwa yang sesungguhnya.

Melalui puasa, seorang Muslim diajak untuk selalu bersyukur dalam segala kondisi, pasrah kepada Allah tanpa syarat, beribadah dengan penuh keikhlasan, dan memiliki kesabaran yang tiada batas. Dengan demikian, ia akan semakin dekat dengan Allah dan mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi dengan lebih baik.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE