Menggerakkan Dakwah Muhammadiyah Melalui Potensi Maritim dan Budaya Lokal Jepara

Menggerakkan Dakwah Muhammadiyah Melalui Potensi Maritim dan Budaya Lokal Jepara
Oleh: Toni Ardi Rafsanjani (Dosen Universitas Muhammadiyah Kudus)
PWMJATENG.COM – Pantai utara (Pantura) Jepara sejak lama dikenal sebagai wilayah yang kaya akan sejarah dan peradaban Islam. Sebagai kota pelabuhan strategis, Jepara menjadi salah satu pintu masuk utama penyebaran Islam di Jawa Tengah bagian utara. Masyarakat pesisirnya yang terbuka, religius, dan memiliki daya juang tinggi membentuk karakter sosial yang unik. Dalam konteks ini, Muhammadiyah memiliki ruang dakwah yang luas, tidak hanya sebagai gerakan keagamaan, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial di wilayah maritim yang potensial.
Islam masuk ke Jepara melalui jalur pelayaran dan perdagangan sejak abad ke-15. Para saudagar Muslim dari Gujarat, Arab, dan Sumatra Barat singgah di pelabuhan Jepara, menjadikan wilayah ini sebagai simpul ekonomi sekaligus titik pertemuan budaya. Penyebaran Islam berlangsung damai melalui proses akulturasi, bukan konfrontasi. Nilai-nilai Islam menyatu dalam kehidupan masyarakat dan berdampingan dengan tradisi lokal. Tokoh-tokoh seperti Ratu Kalinyamat berperan penting dalam memperluas dakwah dan memperkuat fondasi keislaman di wilayah pesisir. Seiring waktu, masyarakat Jepara tumbuh religius, dekat dengan tradisi pengajian, sedekah laut, dan budaya gotong royong.
Di era modern, Muhammadiyah hadir dengan pendekatan dakwah yang rasional, berbasis ilmu pengetahuan, dan berorientasi sosial. Namun, tantangan dakwah saat ini tidak lagi sesederhana masa lampau. Jepara kini berhadapan dengan arus globalisasi dan digitalisasi yang kian cepat. Media sosial mengubah cara masyarakat memperoleh informasi keagamaan. Generasi muda pesisir tidak hanya belajar dari ustaz kampung, tetapi juga dari platform digital yang beragam. Dalam situasi ini, dakwah Muhammadiyah dituntut untuk bertransformasi, tidak sekadar mempertahankan tradisi pengajian, melainkan menghadirkan pendekatan dakwah yang adaptif dan inklusif.
Potensi Ekonomi Kelautan sebagai Basis Dakwah Pemberdayaan
Wilayah Pantura Jepara memiliki potensi besar di sektor kelautan dan perikanan. Berdasarkan data BPS Jepara tahun 2024, terdapat 8.301 nelayan aktif di Kabupaten Jepara. Sebanyak 470 di antaranya merupakan nelayan tradisional di Kecamatan Jepara, atau sekitar 39% dari total nelayan perairan umum kabupaten. Jumlah kapal terdaftar di sektor perikanan pada 2025 mencapai 1.448 unit, dengan luas wilayah tangkap sekitar 1.555,2 km² untuk ikan pelagis dan 1.360,8 km² untuk ikan demersal.
Data historis menunjukkan, produksi ikan pelagis besar seperti ikan layang pernah mencapai 3.684.000 kilogram, sementara ikan tongkol sekitar 325.600 kilogram. Ironisnya, tingkat konsumsi ikan masyarakat Jepara masih rendah, hanya 34,98 kilogram per kapita per tahun—jauh di bawah target nasional sebesar 60 kilogram. Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi kelautan belum dimanfaatkan secara optimal.
Baca juga, Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1447 H
Bagi Muhammadiyah, data tersebut bukan sekadar angka statistik, melainkan peluang dakwah kultural. Pemberdayaan nelayan pesisir dapat menjadi bagian dari strategi dakwah berkemajuan. Dakwah tidak hanya sebatas ceramah agama, tetapi juga menghadirkan solusi konkret bagi persoalan sosial-ekonomi masyarakat. Pengembangan koperasi nelayan berbasis Muhammadiyah, pelatihan manajemen hasil tangkap, peningkatan literasi ekonomi, hingga industri olahan ikan merupakan bentuk dakwah kontekstual yang relevan. Ketika dakwah terwujud dalam penguatan ekonomi masyarakat, nilai-nilai Islam tidak hanya didengar, tetapi juga dirasakan manfaatnya.
Tradisi Lokal dan Inovasi Digital dalam Strategi Dakwah
Selain potensi ekonomi, Jepara memiliki modal sosial kuat melalui tradisi keagamaan pesisir. Pengajian rutin, sedekah laut, dan solidaritas warga menjadi wadah potensial dalam memperluas jangkauan dakwah. Muhammadiyah dapat hadir melalui pendekatan kultural yang menghormati tradisi lokal tanpa kehilangan esensi ajaran Islam. Dakwah semacam ini bukan konfrontatif, tetapi mencerahkan.
Namun, potensi tersebut akan sia-sia tanpa transformasi dakwah. Tantangan utama saat ini bukan kurangnya materi dakwah, tetapi lambatnya adaptasi. Generasi muda pesisir adalah digital native yang tumbuh dalam budaya media sosial. Karena itu, Muhammadiyah perlu hadir dengan konten dakwah yang segar, kritis, dan kontekstual di platform digital seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Mengajarkan Islam berkemajuan tidak hanya di mimbar masjid, tetapi juga di ruang maya tempat masyarakat berinteraksi.
Arah dakwah Muhammadiyah di Pantura Jepara idealnya berdiri di atas dua pilar utama. Pertama, memperkuat tradisi keagamaan lokal sebagai landasan nilai dan kedekatan emosional masyarakat. Kedua, melakukan transformasi metode dakwah dengan memanfaatkan teknologi digital dan pemberdayaan ekonomi. Sinergi keduanya akan melahirkan gerakan dakwah yang kuat, adaptif, dan relevan dengan zaman.
Jepara memiliki masa lalu gemilang sebagai pusat Islamisasi melalui jalur laut. Kini, wilayah ini berpeluang menjadi contoh transformasi dakwah Islam modern. Dengan tradisi intelektual, sosial, dan dakwah yang kokoh, Muhammadiyah berpotensi besar memainkan peran sentral dalam perubahan tersebut. Dakwah tidak semata ajakan spiritual, melainkan gerakan sosial yang membangun kemandirian ekonomi, kesadaran ekologis, dan ketangguhan masyarakat pesisir.
Keberhasilan dakwah Muhammadiyah di Pantura Jepara akan sangat bergantung pada kemampuan membaca konteks, menghargai tradisi, dan mengoptimalkan potensi lokal. Ketika dakwah menyatu dengan denyut kehidupan masyarakat pesisir, dakwah tidak lagi sebatas kata-kata, melainkan gerakan nyata yang mengubah kehidupan. Dari pesisir Jepara, cahaya dakwah berkemajuan akan terus menyinari Pantura dan meluas ke seluruh Nusantara.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha