Kolom

Mengawal Kementerian Haji dan Umrah: Doa, Kritik, dan Partisipasi Nyata dari Umat Islam Jawa Tengah

Mengawal Kementerian Haji dan Umrah: Doa, Kritik, dan Partisipasi Nyata dari Umat Islam Jawa Tengah

Oleh : Aris Rakhmadi, S.T., M.Eng. (Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta)

PWMJATENG.COM – Haji bukan sekadar perjalanan spiritual pribadi, tetapi amanah kolektif yang menyangkut umat Islam secara luas. Dari rukun Islam kelima ini tampak bagaimana agama mengajarkan kebersamaan: jutaan manusia dari seluruh dunia berkumpul dalam satu ibadah yang sama. Karena itu, penyelenggaraan haji tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab besar, bukan hanya oleh pemerintah sebagai penyelenggara, melainkan juga oleh umat sebagai pengawal.

Lahirnya Kementerian Haji dan Umrah menjadi momentum baru yang sarat harapan sekaligus tantangan. Keberadaan kementerian khusus ini diharapkan mampu menghadirkan tata kelola lebih fokus, transparan, dan profesional. Namun, persoalan lama seperti administrasi, fasilitas, hingga integritas tetap menjadi pekerjaan rumah. Di sinilah pengawalan publik menjadi penting agar kementerian baru tidak sekadar berganti nama, tetapi benar-benar membawa perubahan nyata.

Jawa Tengah sebagai Penopang Utama

Dalam konteks Indonesia, Jawa Tengah menempati posisi strategis karena menjadi salah satu penyumbang jamaah haji terbesar setiap tahun. Maka wajar bila umat Islam di Jawa Tengah, termasuk ormas-ormas seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, hingga komunitas dakwah, merasa memiliki tanggung jawab moral untuk ikut mengawal penyelenggaraan haji. Peran itu tidak sebatas menyiapkan jamaah secara ritual, melainkan juga memastikan pelayanan berjalan amanah, profesional, dan sesuai nilai Islam.

Dimensi Spiritual: Doa sebagai Energi Moral

Tradisi religius masyarakat Jawa Tengah begitu kuat, terutama dalam hal doa. Dari pengajian kampung, majelis taklim, hingga tradisi wirid, doa hadir sebagai penguat menghadapi tantangan hidup. Dukungan doa dari umat menjadi fondasi spiritual yang meneguhkan langkah para pemimpin baru Kementerian Haji dan Umrah.

Dalam Islam, doa bukan sekadar permohonan pribadi, tetapi ikatan spiritual yang menghubungkan individu dengan umat. Doa masyarakat menjadi pengingat moral bahwa jabatan di kementerian adalah amanah, bukan sekadar posisi birokratis. Sebagaimana doa Nabi Ibrahim ketika meninggikan fondasi Ka‘bah:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Doa ini mencerminkan keikhlasan dan kerendahan hati, spirit yang relevan untuk menjaga integritas penyelenggaraan haji.

Dimensi Moral: Kritik Konstruktif sebagai Nasihat

Dalam pandangan Islam, kritik adalah bentuk kasih sayang (nasihah) dari umat kepada pemimpin. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa agama adalah nasihat, baik kepada Allah, Rasul, maupun pemimpin umat Islam. Karena itu, kritik dari masyarakat Jawa Tengah harus dipahami sebagai ikhtiar menjaga amanah, bukan sekadar mencari kesalahan.

Baca juga, Abdul Fattah Santoso: Muhammadiyah Muallaf Learning Center Punya Tugas Penting Menjaga Keimanan

Masalah berulang seperti keterbatasan kuota, pengurusan visa mendesak, akomodasi yang belum merata, dan pelayanan kesehatan yang kurang maksimal perlu diawasi. Kritik konstruktif berfungsi sebagai kontrol agar praktik koruptif, kolusi, atau penyalahgunaan wewenang tidak terjadi. Dana haji adalah amanah publik yang wajib dikelola secara transparan dan profesional.

Kritik tidak boleh dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai mitra perbaikan. Tradisi musyawarah Islam mengajarkan bahwa kebenaran lahir dari ruang dialog, bukan dari suara tunggal. Dengan keterbukaan, kementerian bisa membangun kepercayaan masyarakat secara berkelanjutan.

Dimensi Partisipasi: Kontribusi Nyata Ormas Islam

Sejak awal, Muhammadiyah hadir bukan hanya mengajarkan teori agama, melainkan mewujudkannya dalam amal nyata. Dalam konteks haji, hal ini tampak pada kehadiran KBIHU (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah) Muhammadiyah maupun Aisyiyah. KBIHU mendampingi jamaah dari bimbingan manasik hingga kesiapan fisik dan mental, sehingga jamaah lebih siap menghadapi perjalanan.

Selain KBIHU, jaringan rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah juga rutin mengirim tenaga medis ke tanah suci, memberi rasa aman sekaligus dukungan spiritual. Di bidang pendidikan, majelis taklim dan perguruan tinggi Muhammadiyah aktif menyelenggarakan manasik dengan penekanan pada nilai kesabaran, kebersamaan, dan empati.

Advokasi moral juga menjadi bagian penting. Kritik dari tokoh Muhammadiyah dan ormas lain bukan untuk menjatuhkan, tetapi untuk memastikan penyelenggaraan haji berjalan sesuai nilai amanah. Dengan begitu, jamaah merasa terbela karena ada kekuatan moral yang memperjuangkan profesionalitas dan transparansi.

Penutup: Mengawal dengan Kebersamaan

Haji adalah amanah besar yang melibatkan negara, masyarakat, dan seluruh umat Islam. Kementerian Haji dan Umrah membawa harapan baru, tetapi juga tanggung jawab berat. Di Jawa Tengah, doa, kritik, dan partisipasi nyata menjadi tiga pilar pengawalan.

Doa adalah energi spiritual, kritik menjadi pengingat moral, dan partisipasi adalah bukti tanggung jawab sosial. Jika ketiganya berjalan seiring, penyelenggaraan haji akan benar-benar mencerminkan nilai integritas dan keberkahan. Semoga haji menjadi pengalaman penuh kekhusyukan dan membawa kebaikan bagi umat serta bangsa.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE