Membumikan Literasi, Mendokumentasikan, dan Mensyiarkannya
Membumikan Literasi, Mendokumentasikan, dan Mensyiarkannya
Oleh : Rumini Zulfikar (Gus Zul) (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)
PWMJATENG.COM – Dalam kehidupan, kita mengalami berbagai fase—masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Setiap fase ini memberikan kesan yang berharga, baik untuk individu, organisasi, masyarakat, bangsa, maupun negara. Oleh karena itu, mendokumentasikan aktivitas kita menjadi sangat penting. Dengan dokumentasi yang baik, kita dapat menguasai dan memahami perjalanan hidup kita (Ki Ageng Suryomataram).
Baik secara individu maupun dalam berorganisasi, pencatatan aktivitas sangat penting. Hal ini memungkinkan kita untuk kembali membuka momen-momen penting yang pernah terjadi, sehingga catatan sejarah tersebut dapat menjadi pelajaran dan hikmah bagi kita dan generasi berikutnya.
Pentingnya Dokumentasi
Suatu hari, penulis menerima pesan WhatsApp dari Sekretaris Pimpinan Cabang (PCM) Pedan. Pesan tersebut berbunyi:
“Assalamu’alaikum, Mas. Ada catatan sejarah PRM Troketon?”
Penulis menjawab, “Walaikumussalam, Pak. Oh, iya, Pak, nanti saya kirim link-nya.”
Sekretaris PCM kemudian menambahkan, “Nanti sekalian dengan berdirinya PCM Pedan ya, Mas.”
Beberapa jam kemudian, penulis mengirimkan link artikel yang telah diterbitkan di media online seperti SM Online, PWMJateng.com, dan Angkasa News. Penulis juga menambahkan bahwa jika ada yang perlu diperbaiki, silakan direvisi sesuai sudut pandang masing-masing.
Menggali Akar Sejarah dan Budaya Literasi
Percakapan di atas menunjukkan pentingnya menggali akar sejarah sebuah organisasi, terutama organisasi dakwah seperti Muhammadiyah. Budaya menulis dan mendokumentasikan (literasi) harus dipacu di semua tingkat organisasi, mulai dari Pimpinan Wilayah (PWM), Pimpinan Daerah (PDM), hingga Pimpinan Cabang (PCM) dan Pimpinan Ranting (PRM).
Baca juga, Pendidikan Islam dan Perlawanan Terhadap Kebodohan
Muhammadiyah, yang berdiri pada 12 November 1912 M atau 8 Dzulhijah 1330 H, memiliki akar sejarah yang mendalam. Penting untuk menurunkan nilai-nilai sejarah ini ke setiap tingkat organisasi. Meskipun dahulu keterbatasan dalam mencatat setiap kegiatan ada, seperti dokumentasi surat-menyurat dan SK, seiring waktu, pencatatan dan dokumentasi perlu diperbaiki.
Meneladani Para Tokoh
Kita dapat meneladani para tokoh perjuangan seperti KH Ahmad Dahlan, Mas Mansur, H. Fahrudin, Soekarno, Buya Hamka, dan Mohammad Natsir. Meskipun mereka menghadapi keterbatasan, mereka tetap menggoreskan gagasan mereka dalam tulisan. H. Fahrudin, misalnya, dikenal sebagai “Sang Lokomotif Literasi Islam” karena kegigihannya dalam literasi.
Tulisan, seperti di buku diary, adalah bentuk ekspresi perasaan dan dokumentasi peristiwa yang berharga, termasuk dalam dunia dakwah. Dokumentasi ini akan memberikan bukti dan pelajaran bagi masa depan.
Menjawab Tantangan Era Digital
Dalam era digital yang berkembang pesat, kita harus siap menghadapi tantangan. Pendekatan bahwa kegiatan penting tanpa dokumentasi harus diubah. Pola pikir baru adalah: ada kegiatan, terdokumentasi, tersyiarkan, dan ter-akuntabel. Dengan dokumentasi yang baik, semua aktivitas organisasi dapat dipertanggungjawabkan.
PP Muhammadiyah telah melakukan terobosan dengan mendirikan museum dan sistem KPI (Key Progress Information) untuk menyelamatkan dokumentasi. Sistem ini memudahkan akses data, kegiatan, dan pelaporan.
Penutup
Para pimpinan dan warga persyarikatan di tingkat bawah perlu membangun budaya literasi dan merawat dokumentasi penting untuk memastikan bahwa sejarah dan kegiatan persyarikatan terjaga dengan baik. Dengan cara ini, kita akan dapat mempertahankan jejak sejarah dan memberikan manfaat yang lebih besar untuk masa depan.
Editor : M Taufiq Ulinuha