Kolom

Membaca Ulang Muhammadiyah dahulu, kini dan masa depan, Perjalanan Abad ke 2

Ahmad Zia Khakim (Mahasiswa PDIH Universitas Sebelas Maret)

PWMJATENG.COM, Mula-mulanya saya ingin menarik Muhammadiyah Pada era reformasi 1968, yang dahulu gencar sekali mengusung revitalisasi (penguatan Kembali) ideologi, lahirnya wacana dan penguatan Kembali atau peneguhan ideologi diakibatkan setidak-tidaknya diwarnai kecenderungan jamaah Muhammadiyah mulai berpaling pada kajian-kajian yang bernuansa salafi dan garis ke Kanan-kananan yang tumbuh di organisasi islam modern ini, membuat hati ini resah dan gelisah namun sembari berfikir ada apa dan kenapa dengan jamaah? Kenapa berpaling dan mulai meninggalkan kajian-kajian di ranting, cabang di Muhammadiyah? Kajian Daerah juga mulai sepi? Padahal disitu ada AUM (Amal Usaha yang cemerlang bertaraf Nasional bahkan Internasional) simalakama (karyawanpun tidak tertarik hadir kajian Muhammadiyah-‘Aisyiyah) terjebak pada bekerja (semata-mata). Umuruddunya (urusan dunia).

Dahulu Pada muktamar 41 tahun 1985  di Surakarta bersamaan dengan begitu gencarnya kritik atas kelemahan Muhammadiyah,  Gerakan islam ini dari periode ke periode berikutnya hingga Mukmatar Muhammadiyah ke 45 tahun 2005 di Malang gencar melakukan usaha-usaha kondolidasi dan revitalisasi internal, termasuk dalam aspek idealisme dan ideologi Gerakan, banyak sekali lahir pemikiran penting Muhammadiyah dilahirkan, seperti konsep : islam dan dakwah (1986), MKCHM (Matan Keyakinan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (1969) “ sistem perkadaeran Muhammadiyah” (1990), Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (2000), “Khittah Berbangsa dan Bernegara” atau Khittah Denpasar (2002), “Pemikiran Muhammadiyah jelang satu abad (2005) dan pemikiran-pemikiran lainnya disertai dengan berbagai Gerakan pembinaan anggota dan organisasi kedalam, dalam rangka penguatan internal dan peneguhan Kembali dengan demikian kita pelu (Re-Tajdid) dengan tentu membaca semangat zaman hari yang jauh berbeda ditengah dinamika baru Masyarakat Indonesia yang berkembang pesat (pergeseran digital).

Fenomena mutaakhir di organisasi modern ini juga mulai tidak lagi lantang menyuarakan TBC, Pemberantasan Takhayul Bid’ah Khurofat, (dengan wajah barunya) dan organisasi ini mulai tidak lagi lantang menyuarakan “Kembali pada Al-quran dan al-Sunnah” (dengan segala tantangan barunya) yang dihadapi justru kental sekali nuansa liberalisasinya dan dinamisasinya sehingga seolah-olah menentang “tajdid” atau menyimpang dan merusak ‘Ke-Muhammadiyah-an”.

Saat ini Muhammadiyah sekarang sibuk sekali berkelindan dengan dunia bisnis dan ekonomi praktis mengusung (industrilisasi) ditambah dengan politik partisan (berhati-hatilah) karena politik silih berganti (come and go) tentu aka nada tarik menarik kepentigan yang kuat baik internal maupun ekternal maka secukupnya saja, dalam hal ini Muhammadiyah sebaiknya memainkan peranan politik nilai (value), politik alokatif, hight politik,  dengan tarjamah dari gaya Dien Syamsuddin, gaya Buya Syafii Maarif hatta gaya Amien Rais, terlebih ketum kita saat ini Buya Haedar Nashir yang penuh kehati-hatian.

Harus diakui Muhammadiyah memiliki banyak kelemahan-kelemahan yang tentu erat kaitannya dengan komitmen organisasi, pengkhidmatan yang selalu dipertanyakan, kemampuan organisasi dan kepemimpinan,  senada dengan apa yang di sampaikan oleh AR Fachruddin, Muhammadiyah Laksana “Gajah Abuh” atau Gajah Bengkak lamban dan tidak responsive (meskipun segala Upaya sudah dilakukan seperti dalam bidang kemanusiaan berbagai bencana di Indonesia mampu ditangani dengan cara baik oleh Lembaga Resiliensi Bencana Muhammadiyah, MDMC, Lazismu (Lembaga Filantropi) mengisi kekosongan dan ketidak hadiran negara dalam menangani dan memimpin krisis kemanusiaan dan lingkungan, semoga Muhammadiyah senantiasa istiqomah dan tidak memiliki trackrecode dalam merusak alam raya Indonesia. Was-was terkait penggelolaan tambang (meskipun kita memiliki puluhan Fakultas Teknik dalam konsentrasi di bidang Pertambangan) perlu kajian serius dan mendalam.

Penulis memiliki keresahan, Kedepan Muhammadiyah harus lebih lincah dan gesit dalam membaca semangat zaman, budaya kolonialisme harus mulai ditinggalkan, dengan cara Generasi Kolonial/ Gen Old, memberikan ruang dan kesempatan seluas-luasnya kepada Gen Millenial, Gen Z, Gen Alpa, untuk memimpin Muhammadiyah baik secara struktural maupun kultural, karena merekalah yang mampu membaca semangat zaman hari ini, dan merekalah yang mampu menghadapi tantangan dan peluang hari ini dan kedepan. Maka Generasi Kolonial yang masih suka memegang teguh harus A, B, C harus senioritas dll, harus mulai diakhiri. supaya proses regenerasi semakin cepat (Speed) spirit korea, peremajaan organisasi harus semakin membudaya di tubuh Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (inklusif), agar terus relevan dengan semangat zamannya, karena piramida bonus demografi kita hari ini adalah anak muda yang akan mengisi Indonesia Emas 2045 atau Indonesia Cemas 2045? Maka berilah mereka kesempatan seluas-luasnya dan berikanlah kepercayaan. (wallahu’alam).

Surakarta, 08 Desember 2025.

Editor: Al-Afasy

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE