Membaca Ulang Kehidupan Lewat Tasawuf Positif
PWMJATENG.COM, Tegal – Ahad pagi, 6 Juli, udara di Kabupaten Tegal menyatu dalam nuansa hening yang khusyuk, seolah ikut meresapi ruh acara yang tengah digelar: bedah buku Meraih Kebahagiaan karya Fadhil Mustopa, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Balapulang. Bertempat di Aula pertemuan Gilar-Gilar, Yomani Kab. Tegal forum ini menghadirkan Alvin Qodri Lazuardy, anggota Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, sebagai pembedah utama. Tidak sekadar membedah teks, Alvin justru membawa audiens menyelami kedalaman makna yang dibawa buku ini: semacam ajakan untuk memperlambat langkah, agar kita tak kehilangan arah.
Buku Meraih Kebahagiaan tak berhenti sebagai bacaan tasawuf konvensional. Ia hadir sebagai refleksi kontemporer atas pendidikan, dakwah, dan pergulatan batin manusia modern. Menurut Alvin, buku ini sekaligus menjadi peringatan dan ajakan. Peringatan untuk kembali menengok esensi hidup: dari mana kita datang, ke mana kita melangkah, dan kepada siapa semua akan berujung. Dalam dunia yang kian cepat dan gaduh, manusia kerap tercebur dalam sempitnya ruang realitas materialistik—dan buku ini hadir sebagai bisikan lembut untuk melambat, bukan stagnan, tetapi untuk kembali mengurai peristiwa dengan kesadaran penuh.
Alvin menegaskan, perlambatan yang dimaksud bukanlah bentuk pasif, melainkan sebentuk keheningan aktif untuk kembali menyambungkan diri dengan Tuhan dan sesama. Ia menyebut bahwa buku ini menuntun pembaca untuk memaknai kembali momentum-momentum kehidupan dengan rasa penuh. Perjumpaan dengan sesama, dengan alam, dengan Tuhan, harus dimaknai secara pelan dan sadar. Dengan itu, hidup tak semata dijalani, tetapi direnungkan dan dimaknai—sebuah gagasan yang seringkali luput dalam ritme kehidupan yang serbacepat.
Baca juga, Riba dalam Islam dan Keabsahan Jasa Lembaga Keuangan Syariah
Lebih jauh, Alvin membedah sisi literasi dari buku ini. Ia mengingatkan bahwa di tengah euforia digitalisasi yang serbainstan, kita tengah tergelincir dalam ilusi kemajuan. Bangsa ini, kata Alvin, dibangun oleh para pemikir dan penulis, bukan sekadar pengguna gawai. Maka buku ini menjadi ajakan untuk kembali menghargai teks: membaca, menulis, dan berpikir. Literasi teks dan sosial, menurutnya, adalah pondasi penting untuk menghadapi gelombang digital. Buku Fadhil Mustopa menjadi pengingat bahwa sebelum kita terseret arus cepat teknologi, kita perlu menapaki landasan literer yang kokoh.
Refleksi ini pun menyingkap krisis literasi kita hari ini. Alvin menyebut betapa banyak pihak terburu-buru mengadopsi teknologi tanpa kesiapan mental dan kultural. Akibatnya, kecakapan digital tak tumbuh dari akarnya: literasi teks dan empati sosial. Dalam konteks ini, meraih Kebahagiaan hadir sebagai koreksi sekaligus pengingat akan pentingnya mengakar pada dunia teks sebelum terbang ke dunia maya. Ia bukan sekadar buku tasawuf, melainkan manifestasi dari pendidikan literasi spiritual yang kontekstual.
Pada akhirnya, buku ini menyodorkan panduan: bagaimana hidup selaras dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri, melalui jalan tasawuf yang positif dan berbasis akhlak. Tasawuf bukan untuk menjauh dari dunia, melainkan untuk memahami dunia dengan cara yang lebih arif. Seperti dikutip Alvin dari Ibnu Khaldun, sejarah cenderung berulang: masalah yang serupa, aktor yang berbeda, dan dinamika yang terus bergulir. Maka melalui buku ini, pembaca diajak menapaki sejarah hidupnya sendiri, dengan bekal tafakkur, kesadaran, dan kompas nilai yang kuat. Sebuah bacaan yang, menurut Alvin, pantas dijadikan panduan hidup bagi siapa pun yang tak ingin kehilangan arah di tengah dunia yang semakin riuh.
Kontributor : Alvin
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
