Meluruskan Niat dalam Setiap Amal

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PWMJATENG.COM, Alhamdulillah wasyukurillah, lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh. Segala puji hanya milik Allah SWT yang hingga detik ini masih melimpahkan nikmat iman, Islam, dan kesehatan kepada kita, sehingga kita dapat menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran kepada-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya yang senantiasa istiqamah dalam ketaatan hingga akhir zaman.
Saudaraku yang dirahmati Allah, dalam kehidupan sehari-hari terdapat satu perkara mendasar yang wajib kita perhatikan ketika hendak beramal, baik dalam berdakwah—lisan maupun tulisan—beramal dengan harta, maupun berjihad di jalan Allah, yaitu niat.
Agar kita tidak terjebak pada amal yang tampak besar namun hampa nilai di sisi Allah, marilah kita simak hadits Rasulullah ﷺ tentang niat:
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barang siapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya karena dunia yang ingin diraihnya atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari رحمه الله meletakkan hadits ini di awal Shahih-nya sebagai mukadimah, yang mengisyaratkan bahwa setiap amal yang tidak diniatkan untuk mengharap wajah Allah adalah sia-sia, tidak bernilai di dunia maupun di akhirat.
Al-Mundzir meriwayatkan dari Ar-Rabi’ bin Khutsaim, ia berkata,
“Segala sesuatu yang tidak diniatkan untuk mencari keridaan Allah ‘Azza wa Jalla, maka akan sia-sia.”
Abu Abdillah رحمه الله berkata,
“Tidak ada hadits Nabi ﷺ yang lebih luas, dalam, dan kaya faedahnya dibanding hadits ini.”
Mayoritas ulama salaf bahkan menyatakan bahwa hadits tentang niat ini merupakan sepertiga Islam. Imam Al-Baihaqi menjelaskan, karena amal seorang hamba terjadi melalui hati, lisan, dan anggota badan, sedangkan niat yang berada di hati adalah yang paling utama.
Niat menjadi tolok ukur diterima atau tidaknya amal, sekaligus penentu besar atau kecilnya pahala. Dengan niat yang lurus, seseorang dapat diangkat derajatnya. Sebaliknya, dengan niat yang rusak, seseorang bisa terjatuh ke derajat yang paling rendah, meskipun amalnya tampak besar di mata manusia.
Niat secara istilah adalah kehendak hati untuk melakukan suatu perbuatan, dan tempatnya di hati, bukan di lisan. Oleh karena itu, sebelum kita mendakwahkan ilmu, marilah kita luruskan niat: apakah semata-mata karena Allah, atau karena tuntutan jabatan, pekerjaan, lembaga, atau sekadar ingin mendapatkan pengakuan.
Bukankah dakwah berarti mengajak? Maka sebelum mengajak orang lain, sudah seharusnya kita terlebih dahulu mengajak dan membenahi hati kita sendiri agar setiap dakwah yang kita lakukan benar-benar lillāhi ta‘ālā.
Jangan sampai pahala dakwah kita habis terbayar oleh antusiasme jamaah, banyaknya pujian, atau sanjungan manusia, sementara nilai keberkahannya nihil karena niat yang tidak lurus.
Demikian pula ketika kita berdakwah demi gelar, status, atau ingin dihargai karena ilmu yang kita miliki. Ingatlah, dakwah yang tidak dilandasi keikhlasan akan kehilangan maknanya di sisi Allah.
Rasulullah ﷺ memberikan peringatan yang sangat tegas dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang tiga golongan manusia yang pertama kali diadili pada hari kiamat: orang yang mati syahid, orang yang berilmu dan membaca Al-Qur’an, serta orang yang dermawan. Ketiganya diseret ke neraka bukan karena kurang amal, tetapi karena amal mereka dilakukan demi pujian manusia, bukan karena Allah.
Hadits ini menjadi peringatan keras bahwa:
- Dakwah tanpa keikhlasan adalah kehancuran.
- Sedekah dengan niat riya adalah kebinasaan.
- Pengorbanan besar tanpa niat yang lurus adalah kesia-siaan.
Dari seluruh keterangan tersebut, kita dapat mengambil pelajaran berharga bahwa amal akan sia-sia di sisi Allah jika tidak dilandasi keikhlasan, baik dalam berdakwah, beramal dengan harta, maupun berjihad dengan jiwa dan raga.
Semoga sedikit ilmu ini menjadi bahan muhasabah bagi kita semua. Dan apabila dalam perjalanan hidup saya terdapat kekeliruan yang tidak sesuai dengan syariat, saya berharap ada saudara yang berkenan menegur dan mengingatkan saya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Editor: Al-Afasy



