Marpuji Ali: Kiprah dan Tantangan Muhammadiyah di Jateng
Kiprah dan Tantangan Muhammadiyah di Jateng
Oleh : Drs. H. Marpuji Ali, M. Si
(Ketua PWM Jawa Tengah)
Kalau tak ada aral melintang, pada tanggal 8–10 Oktober 2010 bertempat di Universitas Muhammadiyah Purworejo akan berlangsung Musyawarah Wilayah (Musywil) Muhammadiyah Jawa Tengah.
Hajatan organisasi lima tahunan ini bukan sekadar untuk memilih calon pimpinan wilayah Muhammadiyah periode 2010–2015. Di balik itu masih ada agenda yang jauh lebih penting lagi yaitu sebagai ajang evaluasi internal sekaligus meletakkan tiang-tiang pancang organisasi yang kokoh sebagai modal untuk mengarungi kehidupan di masa depan. Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagamaan yang telah berkiprah dan berpartisipasi dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara di satu sisi dan di sisi lain turut serta dalam upaya memberdayakan masyarakat.
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah yang menjadi pusat konsentrasi terbesar warga dan simpatisan persyarikatan Muhammadiyah di Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa warga dan simpatisan Muhammadiyah, bersama unsur-unsur masyarakat lain,telah memainkan peran kunci sebagai pelopor dalam membangun masyarakat Jawa Tengah yang sejahtera dan bermartabat. Kepeloporan Muhammadiyah ini dapat dilihat dari peran perorangan ataupun organisasional.
Secara perorangan,warga Muhammadiyah pada umumnya berpendidikan tinggi sehingga menempati posisi elite dalam masyarakat. Adapun peran organisasional mengejawantah dalam berbagai bentuk amal usaha yang didirikannya. Seperti diketahui, partisipasi Muhammadiyah dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa diwujudkan dalam bentuk pendirian lembaga pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Wilayah-wilayah di pelosok pedesaan yang tidak terjamah oleh tangan pemerintah mampu ditangani oleh Muhammadiyah. Peran Muhammadiyah juga tampil di bidang kesehatan masyarakat, penanganan fakir miskin dan lanjut usia dalam bentuk pendirian panti asuhan. Sebagaimana wilayah lain di Indonesia, persoalan kemiskinan dan kemelaratan juga menghantui dan mendera sebagian besar masyarakat Jawa Tengah.
Muhammadiyah Jawa Tengah berusaha keras untuk memahami,menangani,dan mencari solusi untuk membebaskan masyarakat dari jeratan kemelaratan. Secara konkret, dalam periode kepemimpinan 2005–2010, PWM Jawa Tengah menyahutinya dengan membentuk lembaga baru, yaitu: (1) Lembaga Pemberdayaan Cabang-Ranting, (2) Biro Kerjasama, dan (3) Tim Pengembangan Pondok Pesantren.Ketiga lembaga itu secara langsung dialamatkan untuk menyahuti masalah-masalah kemelaratan di tingkat akar rumput, baik mereka yang tinggal di pelosok pedesaan ataupun masyarakat miskin di perkotaan.
Revitalisasi gerakan
Program dan aktivitas Muhammadiyah Jawa Tengah pada dasarnya merupakan penerjemahan dari visi Muhammadiyah yang telah dirumuskan oleh pimpinan pusat. Namun demikian, dalam proses pengimplementasiannya selalu mempertimbangkan denyut nadi masyarakat dan kebutuhan daerah setempat. Setelah membaca perkembangan- perkembangan baru yang mengemuka saat itu, kepemimpinan Muhammadiyah Jawa Tengah periode 2005–2010 menempatkan tiga prioritas utama dalam kegiatannya, yaitu: (1) revitalisasi ideologi, (2) revitalisasi organisasi,dan (3) revitalisasi amal usaha Muhammadiyah (AUM).
Revitalisasi ideologi dialamatkan untuk mengantisipasi menggejalanya gaya hidup pragmatismaterialistik (sarwa kebendaan) dan merebaknya gerakan keagamaan radikal bercorak transnasional.Dua kecenderungan tersebut bukan hanya merisaukan Muhammadiyah, tetapi menjadi tantangan serius bagi kelangsungan keutuhan bangsa Indonesia.Untuk merespons kecenderungan tersebut,PWM Jawa Tengah berusaha menumbuhkan “imunitas ideologis” dari serangan gaya hidup pragmatis-materialistik dan ideologi Islam radikal-transnasional.
Usaha revitalisasi ideologi dilakukan melalui banyak cara, di antaranya: jalur pendidikan formal (sekolah madrasah pesantren), pengajian rutin (tarjih) pimpinan, anggota, dan ortom, pengaderan formal dan informal, tadabbur,dan lain-lain. Revitalisasi organisasi untuk menjawab kemunculan kompetitor gerakan dakwah baru yang merampas ikon yang selama ini menjadi bidang kerja (garapan) utama Muhammadiyah.
Untuk menghadapinya, Muhammadiyah melakukan beragam kreasi dan inovasi agar tetap menjadi gerakan dakwah yang terdepan dalam memecahkan problem-problem keumatan, kemanusiaan,dan kebangsaan. Revitalisasi organisasi dilakukan melalui upaya: (1) rapat kerja, (2) musyawarah kerja, (3) rapat koordinasi pada masing-masing majelis/lembaga dan ortom,sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) organisasi.Usaha menegakkan disiplin dan tertib organisasi sesuai AD/ART, kaidah, dan pedoman, secara fungsional dilakukan oleh pimpinan pada masingmasing tingkatan pada Amal Usaha Muhammadiyah.
Revitalisasi AUM dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, atau pelanggan. Kemunculan kompetitorkompetitor baru memang tidak bisa terelakkan. Pluralitas dan keragaman menjadi ciri yang menonjol dalam kehidupan modern sekarang ini.Tanpa ada penataan ulang yang sungguh-sungguh,mungkin akan banyak AUM yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan yang lain.
Langkah yang ditempuh Muhammadiyah Jawa tengah adalah mengakselerasi target optimalisasi kualitas produk dan kepuasan pelanggan, sehingga mampu ber-fastabiqul khairat (bersaing) dengan kompetitor amal usaha lain yang sejenis. Usaha revitalisasi AUM dilakukan dengan jalan: (1) Rapat kerja, (2) Rapat koordinasi, dan (3) insentif dana pembangunan prasarana sekolah, masjid,rumah sakit,alat kesehatan, dan ambulans pada sejumlah AUM.
Tantangan Abad Ke-2
Muktamar Ke-46 Muhammadiyah atau disebut Muktamar Satu Abad baru saja usai tiga bulan yang lalu di Yogyakarta. Dalam Muktamar itu telah berhasil dirumuskan sejumlah produk keputusan yang visioner sebagai antisipasi untuk menjawab tantangan Muhammadiyah abad ke-2.PWM Jawa Tengah yang akan datang (periode 2010–2015) harus mampu menangkap sinyal dan substansi keputusan muktamar itu untuk kemudian diterjemahkan sesuai dengan dinamika yang tumbuh di Jawa Tengah.
Bertitik tolak dari alur pemikiran di atas,persoalan paling mendasar dan harus mendapat perhatian serius bagi PWM Jawa Tengah periode 2010–2015 adalah sebagai berikut. Pertama,bagaimana meningkatkan kapasitas rakyat miskin melalui optimalisasi pemberdayaan cabang-ranting, sayap organisasi Muhammadiyah paling kritis dan strategis. Program aksi ini senafas dengan visi pemerintah Jawa Tengah“bali ndeso,mbangun ndeso”. Kedua, melanjutkan dan mengakselerasi upaya peningkatan mutu AUM.
Layanan amal usaha yang berkualitas menjadi kunci untuk memajukan masyarakat. Dan ketiga, bekerja secara sungguh-sungguh dan ikhlas dengan merumuskan kembali teologi Muhammadiyah abad ke-2 secara modern, sebagaimana dicontohkan KH Ahmad Dahlan pada masanya. Tantangan Muhammadiyah di abad ke-2 jauh lebih berat dibandingkan satu abad yang lalu.Tantangan itu muncul mulai dari masalah-masalah yang berlingkup lokal, nasional, ataupun global.
Persoalan-persoalan tersebut semuanya menuntut jawaban segera dan seketika. Untuk menanganinya, dibutuhkan kepemimpinan yang tangguh dan transformatif. Mereka mampu berpikir global sekaligus bertindak dan mencari solusi pada lingkup lokal.Memiliki langit pemikiran yang luas, sekaligus berjalan di muka bumi secara bersahaja.Sebagai pamungkas,selamat bermusyawarah. Semoga dapat memunculkan gagasangagasan segar untuk kemajuan Muhammadiyah.