Leadership di Tengah Pandemi
PUBLIK mulai geram dan bosan model pemimpin yang pinter, cerdas, dan banyak perilaku akrobat bahkan banyak kepura-puraan, ada kerinduan luar biasa terhadap sosok pemimpin yang tidak hanya jujur, adil, dan tegas, berwibawa, tapi juga mengayomi, bersahaja, intelek, religius, dan dekat dengan rakyat, sampai detik ini penulis merenungi sebentar lagi indonesia merayakan independent day ke 75 tahun namun belum ada pemimpin yang sekaliber Bung Karno dan Bung Hatta, Shahrir, Natsir dan seluruh tokoh-tokoh pendiri bangsa ini, saya rindu betul, seluruh persoalan negeri ini diselesaikan dengan narasi ketegasan dan keanggunan kapasitas.
Diakui atau tidak, berbagai hasil survei yang menempatkan kepemimpinan di indonesia dari hari ke hari makin merosot, akhir-akhir ini kita disodorkan berbagai kandidat jelang pilkada serentak di tengah pandemic ini, kandidat yang baru muncul kepermukaan, yang tidak pernah tahu sebelumnya seperti apa gedebak-gedebuk rakyat di akar rumput banyak kandidat yang maju tidak berbackground Aktivis melainkan pengusaha, tugas kandidat kepala daerah, kepala Provinsi bukan hanya menyapa rakyat -rakyta ke kampung kumuh kemudian bagi-bagi bantuan, tidak sekedar itu tapi harus betul-betul meruntuhkan jarak yang selama ini terjadi, memisahkan jarak antara pemimpin dan rakyat. Kegelisahan demi kegelisahan muncul diakar rumput persoalan pendidikan daring problem koneksi internet, RUU kontroversial terus diproduksi hingga menyita energi dan perhatian banyak akademisi, mahasiswa dan pegiat sosial, sungguh naas,
bukan hanya Kepemimpinan merakyat yang diucapkan, melainkan dipraktikkan dengan pembuktiaan.
kemampuan mengontrol diri dimana seorang pemimpin dapat tetap bersikap tenang menghadapi masa kritis. Kemampuan dalam komunikasi, komunikasi baik antar pemangku kepentingan maupun komunikasi terbuka terhadap para stacholder hingga ke masyarakat juga di nanti-nantikan, Di sisi lain ketegasan yang didukung oleh data dan fakta, sangat kita nanti-nantikan, kecepatan dalam menyelesaikan masalah demi masalah, penulis betul-betul geram melihat akumulasi teather yang banyak akal representasi dari distribusi bantuan.
Kerinduan terhadap sosok pemimpin seperti ini adalah akumulasi kekecewaan terhadap para pemimpin bangsa yang tak membawa dampak signifikan terhadap perbaikan kualitas hidup, khususnya masyarakat kurang beruntung. Petani miskin, buruh pabrik, nelayan, pedagang kecil, pemulung, tukang ojek, dan kelompok sosial lain yang kurang beruntung nyaris tak berubah nasibnya meski pemimpin silih berganti.
Kita butuh role model
Menurut Ahmed Yasser Mansur dalam penelitian mengenai studi kepemimpinan profetik menyimpulkan adanya lima karakteristik: 1) Hidup berdasarkan iman (Q.S. Al Maidah: 55), 2) Berorientasi pada ibadah sebagai visi dan misi (Q.S Al Anfal: 65-66), 4) Sifat-sifat dan keteladan Rasulullah (Q.S. Al Ahzab: 21), dan 5) Humanis (Q.S. Ali Imran:159). Sehingga reproduktivitas organisasi dalam proses kelompok akan menghasilkan beberapa gen kepemimpinan, untuk mencapai suatu tujuan. Jika reproduktivitas ini mati atau berhenti, maka gen kepemimpinan ini menjadi punah dan langka dikenal dikalangan kader muda Muhammadiyah yakni gaya Kepemimpinan Profetik.
Istilah profetik inilah dikenalkan oleh kuntowijoyo, yang mengejawantahkan nilai nilai agama dalam reaksi sosial seperti halnya dilakukan para nabi-nabi, khususnya Rasulullah SAW. Dengan menekan dimensi hati (keimanan), jiwa (pencerahan) dan visi spiritual dalam proses pembentukan sebuah tatanan dan sistem kehidupan yang adil. Ketiga unsur tersebut terpancarkan ke dalam sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah SAW.
Sebagai penutup, ada kutipan pidato dari bapak perkaderan Muhammadiyah, juga seorang kader Pemuda Muhammadiyah dan pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, beliaulah Djazman Al Kindi “Kita harus hidup seribu zaman lagi, tampuk pimpinan umat ada di kader Muda Muhammadiyah. Bagaimana mungkin kita bisa menjadi penguasa dunia, kalau antar umat bersaudara menganggap yang lain sebagai musuh dan tidak mau memperbaiki citra Islam itu sendiri. Nabi berkata dalam sabdanya: ‘Janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membuat jauhnya pihak lain, janganlah kamu saling berebut dan jadilah kamu sekalian hamba Allah yang saling bersaudara’.” dalam sebuah buku IMMawan Bung Karno.
Ukhuwah Wathoniyah. Ukhuwah Basyariyah, mari kita siapkan pemimpin-peminpin dimasa yang akan datang dari rahim Muhammadiyah.
Oleh Ahmad Zia Khakim, S.H
Majelis Hukum dan HAM PWM Jateng