Khutbah Jumat: Transformasi Zakat di Era Modern: Dari Kewajiban Ibadah ke Gerakan Ekonomi Keumatan

Khutbah Jumat: Transformasi Zakat di Era Modern: Dari Kewajiban Ibadah ke Gerakan Ekonomi Keumatan
Oleh : Dr. Sumarno, S.Pd.I., M.Pd.I. (Ketua Majelis Tarjih PDM Kab Pekalongan dan Mudir IMBS Miftahul Ulum Pekajangan)
أَلْحَمْدُ لِلّهِ اَلَّذِى فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِطُهْرَةً لِلصَّائِمِيْنَ وَطُعْمَةً لِلمَسَاكِيْن
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللّهِ وَحْدَه لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُه وَرَسُوْلُه صَادِقُ الْوَعْدِ الْأَمِيْن
أَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأخِريْنَ. وَعَلى ألِه وَأَصْحَابِه وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إلى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللّهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّهِ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاهُ نَسْتَعِيْنُ.
قَالَ تَعَالى فِى كِتَابِهِ الْمُبِيْنِ: إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Kaum Muslimin, Jamaah Jumat rahimakumullah…
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadhirat Allah Swt atas kehendakNya kita bisa berkumpul di masjid ini untuk menunaikan shalat Jum’at di akhir bulan Suci Ramadhan 1446 H ini secara berjama’ah. Shalawat serta Salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Uswah Hasanah kita, Rasulullah Muhammad Saw yang telah membimbing kita ke jalan kebenaran (Islam), dan semoga kita senantiasa istiqamah di jalan tersebut hingga akhir hayat kita. Marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah Swt. dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kita juga diperintahkan untuk mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepada kita, sehingga Insyaallah akan menjadi wasilah agar bertambahnya keberkahan hidup yang dapat kita rasakan.
Adam Grant, seorang professor di Wharton University USA menulis buku yang judulnya Give And Take. Beliau berpendapat, bahwa puncak kebahagiaan seseorang adalah saat dia memberi. Dan ternyata, memberi adalah sikap paling paripurna dalam kemanusiaan kita. Bagi umat Islam, memberi itu adalah habit. Sehingga menjadi kultur masyarakat muslim secara sosial. Dasarnya adalah ajaran agamanya sendiri, baik dalam Al-Quran, Hadis maupun keteladanan yang dicontohkan oleh Rasul Saw, para sahabat, dan orang-orang sesudahnya hingga kini. Bahkan, dalam salah satu ayat dalam kitab suci Al Qur’an, Allah Swt menyatakan bahwa salah satu ciri dan karakteristik ketakwaan adalah kesediaan untuk memberi dalam situasi apapun Firman Allah Swt :
اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Artinya : (Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. (Qs. Ali Imran [3] 134)
Kaum Muslimin, Jamaah Jumat rahimakumullah…
Menurut Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI bahwa potensi zakat fitrah secara nasional di tahun 2025 mencapai 604.813.992 ton beras atau setara dengan Rp8 triliun. Estimasi ini dihitung berdasarkan harga rata-rata beras medium pada setiap provinsi di Indonesia, yaitu Rp14.337 per kilogram. Potensi zakat fitrah dihitung berdasarkan total populasi Muslim di Indonesia yang mencapai 244,41 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 91,43 persen diperkirakan berada di luar garis kemiskinan, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2024. Perhitungan dilakukan dengan mengalikan jumlah tersebut dengan harga rata-rata beras sebesar Rp14.337 per kilogram. Hasilnya, estimasi potensi zakat fitrah tahun 2025 mencapai Rp8 triliun.
Baca juga, Gelar Pesantren Digital, MPI PWM Jateng Hadirkan Produser TVMu dan Komisioner KPID, Ini Pesan Mereka!
Bangsa Indonesia, Menurut Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2021, Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia dari 119 negara. 8 orang dari 10 orang Indonesia menyumbangkan uangnya. Zakat bukanlah sekadar amal kebajikan biasa. Ini adalah wajib bagi setiap Muslim yang memiliki kekayaan yang mencukupi untuk membayar sebagian dari hartanya untuk membantu sesama yang membutuhkan. Zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam, yang harus dijalankan dengan penuh keikhlasan dan kepatuhan kepada Allah Swt.
Zakat adalah kewajiban sebagaimana halnya shalat, puasa dan haji bagi yang mampu, dan merupakan bagian dari rukun Islam, sehingga mengabaikannya adalah dosa besar. Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Imam Bukhari, menyebutkan bahwa Islam dibangun di atas lima pilar utama, “buniyal Islamu ‘ala khomsin,” yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Dalam banyak ayat, perintah shalat hampir selalu dirangkai dengan perintah berzakat. “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat…” (Qs. Al-Baqarah [2]:43). Maka dari itu, ketika Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq RA menerapkan kebijakan dengan memerangi orang yang enggan berzakat, spontan kebijakan tersebut mendapat reaksi keras dari para sahabat senior, termasuk Umar bin Khattab RA. Setelah melalui perdebatan yang alot, akhirnya Khalifah Abu Bakar berhasil mengemukakan argumen yang diterima oleh para sahabat yang lain. Menurutnya, ia tidak semata-mata memerangi orang yang tidak mau berzakat, tetapi ia memerangi orang muslim yang mencoba memisahkan antara shalat dan zakat, sementara dalam Islam jelas sekali bahwa keduanya adalah satu rangkaian yang tak terpisahkan.
Kaum Muslimin, Jamaah Jumat rahimakumullah…
Sedemikian pentingnya perintah zakat ini, bahkan dalam pembukaan Al Quran setelah Al-Fatihah dalam permulaan ayat surat Al-Baqarah, ciri-ciri paling pertama dari orang bertakwa adalah menafkahkan sebagian rezekinya, yang disebut setelah iman kepada yang ghaib dan mendirikan shalat. Namun, sayangnya, jarang sekali yang memperhatikan aspek filosofis dari perintah zakat. Akibatnya, pelaksanaan zakat seringkali hanya menjadi sebuah ritual tahunan dan kewajiban semata. Dengan memahami filosofi di balik perintah zakat ini, diharapkan kita dapat merenungkan lebih dalam tentang harta kekayaan yang kita miliki. Sehingga, keyakinan akan pentingnya zakat sebagai ritual sosial akan menjadi akar yang kuat dalam hati setiap muslim.
Segala harta kekayaan yang ada di bumi ini adalah milik Allah Swt, dan kepemilikan manusia hanya bersifat nisbi. Kita sebagai manusia hanya diberi amanah untuk menikmati dan memanfaatkan harta kekayaan tersebut dengan cara yang sesuai dengan kehendak-Nya. Sehingga dengan pemahaman bahwa kepemilikan manusia hanyalah sebagai pelaksana amanah untuk mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Allah Swt, maka secara yuridis, tidak semua harta yang dimiliki oleh manusia adalah miliknya secara mutlak. Dalam kekayaan manusia, terdapat hak orang lain yang juga harus diakui dan dipenuhi. Firman Allah Swt
وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ
Artinya : Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta. (Q.s : Az-Zariyat [51]:19)
Zakat dalam Islam tidak hanya memandang kemiskinan sebagai sebuah sunnatullah yang berlaku pada manusia, namun juga menawarkan solusi pengentasannya. Meskipun kemiskinan sebagai realitas sosial yang tidak dapat dihilangkan secara mutlak, tetapi dengan adanya zakat dapat diatasi dan diperbaiki kualitasnya sehingga tidak menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan. Menunaikan zakat kepada orang-orang fakir dan miskin demi terlindungnya jiwa adalah bagian dari ajaran agama. Tidak hanya itu, zakat juga berperan penting dalam menjaga keberlangsungan generasi yang kuat dan sehat. Saatnya kita menumbuhkan ekonomi keumatan dengan membayar zakat. Semoga Allah memberikan keberkahan kepada setiap harta yang dikeluarkan dan menggantinya dengan pahala yang berlipat ganda, Amien
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha