Kolom

Kerja Keras 12 Bulan: Sudah Jadi Aset atau Sekadar Lewat?

Oleh: Abdul Rasyid, S.E.
Personal Finance & Investment Specialist / Sekretaris PCM Banjarharjo, Brebes

PWMJATENG.COM, Akhir tahun selalu menjadi momen yang tepat untuk berhenti sejenak dan melakukan evaluasi keuangan akhir tahun. Di tengah kesibukan sehari-hari, kita sering lupa bahwa waktu ini sebenarnya kesempatan penting untuk menilai: apakah kerja keras selama 12 bulan benar-benar membuahkan hasil, atau sekadar berlalu begitu saja.

Di awal tahun, hampir semua orang memiliki resolusi keuangan. Ada yang ingin menabung lebih banyak, melunasi utang, mulai berinvestasi, atau menata ulang anggaran pengeluaran. Namun dalam perjalanannya, tidak sedikit rencana yang meleset karena kebutuhan mendesak dan pengeluaran tak terduga.

Langkah pertama evaluasi adalah bertanya jujur pada diri sendiri: apa yang benar-benar berhasil dicapai tahun ini? Jika hasilnya belum sesuai harapan, tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Bisa jadi target terlalu tinggi, disiplin belum terbentuk, atau kondisi memang tidak mendukung. Yang terpenting adalah memahami penyebabnya.

Banyak orang mengetahui besarnya pemasukan bulanan, tetapi tidak benar-benar sadar ke mana uang tersebut mengalir. Justru pengeluaran kecil yang terlihat sepele—seperti jajan atau nongkrong—sering kali memberi dampak besar dalam jangka panjang.

Dengan mencatat pengeluaran harian, kita bisa melihat pola keuangan yang selama ini tersembunyi. Dari sana, kita dapat memilah mana kebutuhan primer, sekunder, dan tersier yang masih bisa dikurangi. Kesadaran inilah yang sering menjadi titik balik untuk pengelolaan keuangan yang lebih sehat.

Setelah arus kas lebih jelas, hal penting berikutnya adalah mengecek dana darurat. Banyak orang tergesa-gesa ingin berinvestasi, tetapi lupa membangun fondasi keuangan yang kuat. Padahal dana darurat berfungsi sebagai pelindung saat kondisi tak terduga terjadi.

Idealnya, dana darurat mencukupi kebutuhan hidup selama 3–6 bulan. Jika saat ini belum tercapai, tidak masalah. Yang penting adalah memulai dan konsisten. Sedikit demi sedikit, kebiasaan baik ini akan sangat membantu saat menghadapi risiko tanpa harus berutang atau menjual aset.

Rasio utang juga perlu dievaluasi. Prinsip sederhananya, total cicilan sebaiknya tidak lebih dari 30 persen dari penghasilan bulanan. Jika melebihi batas tersebut, yang terancam bukan hanya kondisi keuangan, tetapi juga kualitas hidup.

Dengan cicilan yang terlalu besar, pos kebutuhan lain akan tertekan. Karena itu, tidak perlu memaksakan diri. Bermain aman dengan cicilan terkendali jauh lebih menenangkan dan berkelanjutan.

Terakhir, pahami kondisi kekayaan secara objektif. Kekayaan bukan ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan, melainkan selisih antara aset dan kewajiban. Aset tidak hanya berupa rumah atau kendaraan, tetapi juga tabungan, investasi, dan barang berharga yang bisa diuangkan.

Evaluasi ini penting agar kita tahu sejauh mana hasil kerja keras selama ini. Jangan sampai kewajiban lebih besar daripada aset, atau kita sudah bekerja keras bertahun-tahun tetapi tidak terlihat hasilnya. Dari sinilah kita bisa merencanakan langkah keuangan yang lebih baik di tahun berikutnya.

Editor: Al-Afasy

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE