
PWMJATENG.COM, Surakarta – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menggelar Kajian Tafsir Al-Qur’an dengan tema “Bahaya Oligarki dan Keserakahan dalam Surah Al-Balad.” Diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting, kajian ini telah memasuki edisi ke-31 dan digelar oleh Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) UMS. Kegiatan ini bertujuan memperkuat pemahaman Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) bagi dosen serta tenaga kependidikan (tendik).
Ainur Rha’in, narasumber dalam kajian ini, membahas secara mendalam makna Surah Al-Balad. Kajian diawali dengan pembacaan ayat-ayat surah tersebut, yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tafsirnya. Ainur menjelaskan bahwa Allah bersumpah dengan nama Nabi Muhammad, “Wahai Nabi Muhammad, demi negeri Makkah,” untuk menegaskan keutamaan kota tersebut. Makkah dimuliakan karena di dalamnya terdapat Ka’bah, kiblat umat Islam di seluruh dunia. Hadis Shahih Muslim nomor 1353 juga menyebut Makkah sebagai “kota haram” yang memiliki kehormatan khusus.
Dalam pemaparannya, Ainur menegaskan bahwa manusia diciptakan untuk menghadapi berbagai ujian. Sejak dalam kandungan hingga dewasa, manusia akan menghadapi kesulitan dan perjuangan, termasuk dalam mencari nafkah. Setelah kematian, manusia akan melewati alam barzakh dan harus mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di hadapan Allah.
“Manusia sering mengira bahwa hartanya tidak akan dipertanyakan. Dari mana dia mendapatkannya? Untuk apa dia menggunakannya? Banyak orang merasa berkuasa mutlak dengan harta, berpikir bahwa hukum, kekuasaan, dan bahkan kebenaran bisa dibeli,” ujar Ainur pada Jumat (31/1).
Ainur menambahkan bahwa kondisi ini masih relevan hingga saat ini, di mana oligarki semakin kuat. Menurutnya, oligarki bukan fenomena baru, melainkan sudah ada sejak zaman dahulu. Orang yang memiliki kekayaan dan kedudukan sering merasa tidak ada kekuatan yang bisa menggoyahkannya, padahal kekuasaan mutlak hanya ada di tangan Allah.
“Orang yang sombong dengan hartanya akan selalu merasa telah banyak berbuat baik dan bersedekah. Padahal, jumlah yang dikeluarkan sangat sedikit dibandingkan dengan apa yang dimilikinya. Orang miskin yang bersedekah lima puluh ribu tentu berbeda nilainya dibandingkan dengan orang kaya yang bersedekah dalam jumlah yang sama,” jelasnya.
Baca juga, Kiat-Kiat Memanfaatkan AI dalam Penulisan Artikel dengan Tetap Mengedepankan Etika Jurnalistik
Ainur menegaskan bahwa manusia kerap mengira Allah tidak melihat segala perbuatannya, terutama dalam mengelola harta. Banyak orang yang menjadi pelit dan merasa segalanya bisa diselesaikan dengan uang.
“Allah melihat segala bentuk kesombongan dan kezaliman akibat oligarki seperti ini,” katanya.
Dalam tafsirnya, Ainur menjelaskan bahwa Allah mendorong manusia untuk menempuh “aqobah” atau jalan menuju kebaikan. Islam mengajarkan bahwa jalan ini meliputi tindakan nyata seperti membebaskan budak, memberi makan orang miskin, dan membantu anak yatim. Sejak awal, Islam telah berperang melawan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan. Bahkan, beberapa dosa dapat ditebus dengan cara membantu sesama.
“Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, termasuk memerangi perbudakan dan menegakkan keadilan sosial,” ungkapnya.
Ainur juga menjelaskan bahwa sejak tahun 610 M, Islam telah mengajarkan kesetaraan (equality). Dalam Islam, semua manusia sama di hadapan Allah, dan yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan. Namun, hingga kini, eksploitasi masih terjadi, seperti pekerja yang diperlakukan tidak adil dan menerima gaji yang tidak layak.
“Dengan bersatu dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, kezaliman akan tumbang,” tegasnya.
Allah memberikan pujian kepada orang-orang beriman yang berjuang membebaskan budak, membantu fakir miskin, dan menyantuni anak yatim. Ainur menekankan pentingnya melakukan perjuangan ini secara kolektif.
“Ayat ini mengajarkan bahwa perjuangan melawan ketidakadilan harus dilakukan bersama. Kita harus terus mengkampanyekan pentingnya membantu fakir miskin, memperjuangkan hak pekerja, dan menyantuni anak yatim,” tuturnya.
Menurutnya, diperlukan kesabaran dan kebersamaan dalam memberantas kemiskinan dan kebodohan, serta dalam memerangi kezaliman akibat oligarki. Perjuangan ini tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi harus dilakukan bersama-sama.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha