BeritaPWM Jateng

Jejak Jenderal Sudirman dan Spirit Islam Berkemajuan Muhammadiyah

PWMJATENG.COM – Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Tafsir, dalam tausiyahnya menyinggung sosok Jenderal Sudirman. Ia menekankan bahwa sang Panglima Besar tidak sekadar seorang kader Muhammadiyah ataupun seorang prajurit, melainkan jenderal besar pendiri Tentara Nasional Indonesia (TNI). “Karena itu, warga Muhammadiyah patut berbangga. Pendiri TNI adalah kader Muhammadiyah. Maka di tubuh TNI mengalir darah Muhammadiyah dan semangat Muhammadiyah turut menghidupi spirit tentara nasional,” ujarnya.

Namun, Tafsir melontarkan pertanyaan yang menggugah. Sebagai tempat yang pernah disinggahi Jenderal Sudirman, apakah warga Muhammadiyah Batur sudah ada yang melanjutkan jejaknya hingga menjadi jenderal? Ia menjawab sendiri bahwa hingga kini belum ada kader dari Batur yang meneruskan garis perjuangan sang Panglima Besar. Padahal, lanjutnya, negara memiliki tiga unsur utama kekuasaan: penguasa, pengusaha, dan para jenderal.

Peran Muhammadiyah dalam Panggung Kekuasaan

Tafsir menegaskan, bila Muhammadiyah ingin memberi peran besar bagi bangsa, maka kadernya perlu hadir di tiga unsur tersebut. Ia menyinggung pengalaman politik lokal, ketika ada kader Muhammadiyah yang mencalonkan diri sebagai bupati di Banjarnegara, namun belum berhasil. Meski begitu, ia tetap optimistis karena staf ahli bupati adalah kader Muhammadiyah. “Mudah-mudahan suatu saat ada warga Muhammadiyah Banjarnegara yang menjadi bupati,” katanya.

Ia menekankan, kekuasaan tidak bisa dipandang sebelah mata. Negara hanya akan berjalan baik bila dipegang oleh orang yang amanah. Tafsir merujuk pada cita-cita negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, sebuah negeri yang baik dan penuh ampunan Allah. Hal ini akan sulit terwujud jika penguasa menyimpang dari amanah. Karena itu, kaderisasi Muhammadiyah tidak cukup berhenti pada persyarikatan atau amal usaha, tetapi juga harus mencetak kader bangsa.

Jenderal Sudirman, menurut Tafsir, telah memberi teladan bagaimana kader Muhammadiyah bisa berkontribusi langsung pada pembentukan negara. Maka, ia berdoa semoga kelak lahir “Sudirman-Sudirman baru” dari Muhammadiyah, termasuk dari Batur. Ia mengingatkan, syaratnya jelas: kader Muhammadiyah harus berani masuk ke lembaga pendidikan militer seperti Akademi Militer (Akmil) atau Akademi Kepolisian (Akpol).

Kekuasaan dalam Pandangan Islam

Dalam penjelasannya, Tafsir mengutip pandangan ulama besar Al-Mawardi. Menurutnya, kepemimpinan dalam negara merupakan amanah besar yang disebut al-imamah maudhu’ah li khilafatin nubuwah hirasatan lid-din wa siyasatan lid-dunya. Artinya, kepemimpinan adalah pengganti tugas kenabian dengan dua fungsi utama: menjaga agama dan mengatur urusan dunia.

Ia juga menyinggung doa Rasulullah SAW yang terekam dalam Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 80:

وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَانًا نَّصِيرًا

Artinya: “Dan katakanlah: Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah aku secara keluar yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.”

Baca juga, Hukum Lalai hingga Mengakibatkan Meninggal Dunia dalam Perspektif Islam

Tafsir menekankan bahwa doa tersebut menunjukkan betapa pentingnya kekuasaan bagi kelancaran dakwah. Tetapi, kekuasaan yang dimaksud bukan sembarang kekuasaan, melainkan sulthanan nashiran—kekuasaan yang menolong dan memberi manfaat.

Islamisasi dari Kekuasaan

Lebih jauh, Tafsir juga mengutip pemikiran sejarawan Barat, M.C. Ricklefs, dalam karyanya Islamization of Java. Ia menuturkan bahwa islamisasi di Jawa tidak bermula dari dakwah bawah, melainkan dari kekuasaan. Orang Jawa pada masa lalu sangat bergantung pada penguasanya. Ketika rajanya beragama Hindu, rakyat ikut Hindu. Saat rajanya Buddha, rakyat pun mengikuti. Dan ketika pemimpin beralih pada Islam, seluruh rakyat berbondong-bondong masuk Islam.

Karena itu, islamisasi Jawa berlangsung cepat, meski banyak yang masuk Islam bukan karena keyakinan mendalam, melainkan karena tidak ingin disebut aneh di tengah masyarakat. Dari sana terlihat bahwa kekuasaan memiliki pengaruh besar dalam membentuk identitas keagamaan dan sosial masyarakat.

Tata Kota dan Harmoni Kehidupan

Tafsir juga menyinggung warisan budaya tata kota Jawa yang mencerminkan harmoni. Ia menyebut Banjarnegara sebagai contoh, di mana selalu ada masjid, kantor bupati, alun-alun, dan pasar. Masjid berfungsi sebagai tempat berzikir, kantor bupati sebagai ruang berpikir, pasar untuk bekerja, dan alun-alun sebagai ruang berhibur. Pola tata kota tersebut, menurutnya, mencerminkan keseimbangan hidup masyarakat Jawa yang diwariskan dari masa lalu.

Risalah Islam Berkemajuan

Menutup tausiyahnya, Tafsir mengingatkan bahwa Muhammadiyah sejak awal berdiri memiliki dua misi utama: memajukan umat Islam dan memajukan bangsa Indonesia. Kedua misi itu kini terwadahi dalam gagasan besar Islam berkemajuan.

Ia menyebut ada lima karakter utama Islam berkemajuan yang harus dipahami warga Muhammadiyah. Pertama, berlandaskan tauhid sebagai fondasi utama penyerahan diri kepada Allah. Kedua, menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai sumber ajaran. Ketiga, semangat tajdid atau pembaruan, yakni memperbarui cara pandang dan penafsiran agar sesuai perkembangan zaman. Keempat, wasathiyah atau moderasi, yaitu mengambil jalan tengah, tidak ekstrem kiri maupun kanan. Dan kelima, Islam rahmatan lil ‘alamin, yang menghadirkan rahmat bagi seluruh alam, baik muslim maupun non-muslim.

“Dengan memahami lima karakter ini, Muhammadiyah akan tetap relevan dalam membangun umat dan bangsa,” tegasnya.

Spirit Sudirman dan Tantangan Masa Depan

Jejak Jenderal Sudirman memberi pelajaran bahwa kader Muhammadiyah mampu mewarnai sejarah bangsa. Tantangan kini adalah melahirkan generasi baru yang tidak hanya mengurus persyarikatan, tetapi juga mampu mengelola negara. Baik melalui jalur politik, ekonomi, maupun militer, Muhammadiyah dituntut melahirkan kader yang amanah, cerdas, dan berorientasi pada kemajuan.

Dengan spirit Islam berkemajuan, Muhammadiyah diyakini akan terus berkontribusi melahirkan pemimpin bangsa yang berjiwa sulthanan nashiran—pemimpin yang menolong, memberi manfaat, dan membawa rahmat bagi semesta.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE