Jalan Lain Dakwah Kemanusiaan Universal Muhammadiyah: Emergency Medical Team Pertama di Indonesia

Jalan Lain Dakwah Kemanusiaan Universal Muhammadiyah: Emergency Medical Team Pertama di Indonesia
Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha (Anggota EMT Muhammadiyah, Kapusdatin MDMC Jateng, & Mahasiswa Pascasarjana UAD)
PWMJATENG.COM – Setelah sekian lama tulisan ini diendapkan melalui berbagai kontemplasi, pada akhirnya penulis memberanikan diri untuk mengajukannya ke meja redaksi. Sebagai ‘orang dalam’ tentu tidak mudah menulis sisi-sisi lain dakwah Persyarikatan yang saat ini akan berusia 113 tahun. Namun, bagaimanapun isinya, semoga tulisan ini memberikan gambaran baru, tentang sudut kecil di rumah besar Persyarikatan Muhammadiyah.
***
Barangkali jika kita mendengar topik tentang dakwah kemanusiaan Muhammadiyah, terlintas satu lembaga di benak kita. Ya, MDMC, Muhammadiyah Disaster Management Center, atau biasa kita dengar dengan istilah Lembaga Penanggulangan Bencana yang kini bertransformasi menjadi Lembaga Resiliensi Bencana.
Tanpa bermaksud mendiskreditkan peran lembaga lain, seperti Majelis Pemberdayaan Masyarakat atau Lazismu, lanskap kerja kemanusiaan Muhammadiyah sangat identik dengan kiprah MDMC. Jejaknya bahkan dapat ditelusuri sejak lebih dari satu abad lalu, ketika Muhammadiyah mulai menanamkan nilai filantropi Islam dalam praksis sosialnya.
Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta menjadi momentum artikulatif bagi gagasan kemanusiaan universal. Isu ini sejatinya bukan hal baru, sebab sebelumnya juga mengemuka dalam Muktamar 2010 dan 2015. Namun, kali ini ia diproyeksikan lebih visioner, melampaui batas geografis dan identitas, untuk mengukuhkan peran Muhammadiyah di panggung internasional.
Kemanusiaan Universal sebagai Paradigma Baru
Secara filosofis, kemanusiaan universal Muhammadiyah merupakan praksis nilai rahmatan lil-‘alamin. Ia bukan sekadar jargon, melainkan usaha sistematis untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah dalam ranah kemanusiaan lintas bangsa. Aksi nyata ini mencakup bidang pendidikan, kesehatan, penanggulangan bencana, hingga diplomasi solidaritas global. Tujuan akhirnya jelas: menciptakan perdamaian, keadilan, dan keberlanjutan hidup bersama.
Di sinilah kemudian Muhammadiyah menghadirkan langkah progresif melalui Emergency Medical Team (EMT). Unit khusus ini menjadi EMT pertama di Indonesia yang diakui secara internasional, sebuah capaian monumental yang tidak hanya membanggakan warga persyarikatan, tetapi juga bangsa Indonesia.
EMT: Dari Lokal ke Global
Bayangkan ketika gempa besar melanda Turkiye atau Banjir Bandang menghantam Pakistan, tim EMT Muhammadiyah menjadi garda depan penyelamatan. Dengan disiplin tinggi, mereka hadir tidak hanya membawa obat-obatan dan tenaga medis, tetapi juga menghadirkan empati dan harapan. Inilah wajah lain dakwah Muhammadiyah: dakwah yang membalut luka, mendirikan tenda darurat, hingga menolong jiwa tanpa pandang agama dan suku.
Baca juga, Muhammadiyah EMT Holds Field Exercise, Ready to be Tested by WHO for International Standards
EMT Muhammadiyah dirancang bukan sekadar respons tanggap darurat. Lebih jauh, ia merupakan instrumen diplomasi kemanusiaan. Melalui EMT, Muhammadiyah ingin menegaskan bahwa Islam mampu memberikan kontribusi nyata dalam tata kelola kemanusiaan global. Hal ini selaras dengan semangat soft power diplomacy yang selama ini sering dielaborasi dalam diskursus hubungan internasional.
Sinergi Lintas Majelis
Tak berjalan sendiri, dengan payung Muhammadiyah Aid, yang di dalamnya terdiri dari beberapa lembaga, seperti LAZISMU, LHKI, dan LRB-MDMC, serta stakeholder Muhammadiyah lainnya, turut serta membantu terwujudnya EMT Muhammadiyah yang sebentar lagi akan terstandarisasi WHO.
Di sinilah pentingnya sinergi internal Muhammadiyah. Kemanusiaan universal tidak boleh berhenti pada retorika. Ia harus diwujudkan dalam langkah konkret, berlandaskan profesionalisme, tata kelola modern, dan etika kemanusiaan yang berkeadaban.
Humanisme Islam yang Membumi
Salah satu relawan EMT, yang tidak berkenan disebutkan namanya, pernah menuturkan pengalamannya saat bertugas di daerah bencana. “Kami datang bukan hanya membawa misi Muhammadiyah, tapi juga misi kemanusiaan. Ketika seorang ibu tersenyum setelah anaknya mendapat pertolongan medis, itulah dakwah yang paling nyata,” ujarnya lirih.
Kisah-kisah seperti ini menjadi bukti bahwa dakwah Muhammadiyah tidak hanya hadir di mimbar dan ruang kelas, tetapi juga di tenda pengungsian dan lorong rumah sakit darurat. Dakwah yang humanis, kosmopolitan, dan universal.
Penutup: Jalan Panjang Dakwah Kemanusiaan
Dengan EMT, Muhammadiyah menapaki jalan lain dakwah: dakwah yang bersenyawa dengan universalitas kemanusiaan. Ia bukan hanya charity, melainkan empowerment; bukan sekadar respons insidental, tetapi strategi jangka panjang membangun resiliensi masyarakat.
Dalam dunia yang kian rentan oleh bencana alam, konflik, dan krisis kemanusiaan, keberadaan EMT Muhammadiyah adalah manifestasi paling terang dari gagasan “Islam yang berkemajuan”. Ia adalah bukti bahwa Muhammadiyah tidak berhenti pada ruang domestik keumatan, melainkan telah melangkah ke panggung global, menghadirkan Islam sebagai kekuatan penyelamat peradaban.
Editor : Ahmad