Islam Melarang Berbuat Kerusakan

PWMJATENG.COM – Islam hadir sebagai agama yang menebarkan kedamaian, kasih sayang, dan keseimbangan hidup antara manusia, alam, serta Sang Pencipta. Salah satu pesan penting dalam ajaran Islam adalah larangan berbuat kerusakan. Larangan ini tidak hanya berlaku pada tataran fisik, seperti merusak alam atau harta benda, tetapi juga pada aspek moral, sosial, dan spiritual.
Al-Qur’an secara tegas mengingatkan manusia agar tidak melakukan tindakan yang merusak tatanan kehidupan. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A‘raf [7]: 56)
Ayat ini menegaskan bahwa bumi telah Allah ciptakan dengan seimbang dan penuh kebaikan. Tugas manusia adalah menjaga, mengelola, dan melestarikannya, bukan justru menghancurkan atau menodainya dengan perbuatan zalim.
Makna Larangan Berbuat Kerusakan
Kerusakan dalam pandangan Islam tidak hanya sebatas perusakan lingkungan. Lebih luas dari itu, ia mencakup perbuatan yang merusak akidah, moral, tatanan sosial, bahkan merusak hubungan antarumat manusia.
Rasulullah saw. menegaskan dalam hadisnya:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (HR. Ibn Majah)
Hadis tersebut menekankan bahwa setiap perbuatan yang mendatangkan mudarat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, termasuk bagian dari kerusakan yang dilarang oleh Islam.
Dimensi Kerusakan dalam Kehidupan
Pertama, kerusakan lingkungan. Allah telah memberikan bumi dengan segala kelengkapan untuk kehidupan manusia. Namun, sikap serakah sering melahirkan deforestasi, pencemaran, dan eksploitasi berlebihan. Padahal, menjaga alam adalah bagian dari ibadah dan wujud syukur.
Kedua, kerusakan moral. Fenomena dekadensi moral, seperti penyebaran hoaks, pergaulan bebas, serta budaya konsumtif, menjadi tantangan besar. Al-Qur’an mengingatkan dalam firman-Nya:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS. Ar-Rum [30]: 41)
Ayat ini mengingatkan bahwa kerusakan terjadi akibat ulah manusia sendiri, bukan semata-mata karena faktor alamiah.
Baca juga, Mengkritik Pemerintah Lewat Demonstrasi dalam Islam: Antara Kewajiban dan Etika
Ketiga, kerusakan sosial. Perselisihan, diskriminasi, hingga praktik korupsi adalah contoh nyata yang merusak harmoni kehidupan bermasyarakat. Islam memerintahkan keadilan, tolong-menolong, dan solidaritas sebagai fondasi sosial.
Relevansi Larangan Kerusakan di Era Modern
Di era modern, larangan berbuat kerusakan semakin relevan. Perkembangan teknologi dan industrialisasi memang membawa kemajuan, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah baru. Jika tidak disertai kesadaran etis, manusia justru bisa menjadi perusak paling berbahaya.
Islam menawarkan solusi dengan konsep rahmatan lil ‘alamin. Setiap kemajuan harus memberi manfaat dan tidak boleh merugikan sesama. Prinsip keberlanjutan (sustainability) yang kini banyak digaungkan sebenarnya sejalan dengan ajaran Islam.
Menjadi Agen Perbaikan
Setiap muslim memiliki kewajiban untuk menjadi agen perbaikan, bukan penyebab kerusakan. Nabi Muhammad saw. bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Hadis ini mengajarkan bahwa keberadaan seorang muslim harus menghadirkan manfaat. Baik dalam skala kecil, seperti menjaga kebersihan lingkungan, maupun dalam skala besar, seperti mencegah ketidakadilan sosial.
Ikhtisar
Larangan berbuat kerusakan dalam Islam adalah pesan universal yang berlaku sepanjang zaman. Kerusakan, dalam bentuk apa pun, hanya akan mendatangkan bencana bagi manusia itu sendiri. Sebaliknya, menjaga kebaikan, menebar manfaat, dan melestarikan alam merupakan wujud nyata dari ketaatan kepada Allah.
Sudah sepatutnya umat Islam menjadikan prinsip ini sebagai pedoman hidup. Dengan begitu, kehidupan akan berjalan harmonis, seimbang, dan penuh berkah.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha