PWMJATENG.COM, Boyolali – Tim Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) telah melakukan observasi lapangan dan menyiapkan enam program unggulan “Saung TOGA” di Desa Catur, Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali. Program ini bertujuan untuk revitalisasi kebun Tanaman Obat Keluarga (TOGA) sebagai upaya konservasi tanaman obat di desa tersebut.
Desa Catur dikenal sebagai Desa TOGA, namun potensi tanaman obat keluarga di sana belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai komoditi. Selain itu, mayoritas penduduknya adalah lansia yang menderita penyakit Diabetes Melitus dan Hipertensi. Ketua Pelaksana Tim PPK Ormawa IMM FIK, Isna Alfiyani, bersama 12 anggotanya, merencanakan beberapa program strategis sebagai berikut:
- Pembangunan dan Pemasifan Konservasi Lahan TOGA: Meningkatkan konservasi lahan untuk penanaman berbagai jenis tanaman obat.
- Pencerdasan dan Pembuatan Buku Panduan Penanaman TOGA: Edukasi mengenai cara penanaman yang baik dan benar.
- Pengolahan dan Pemanfaatan TOGA: Mengajarkan cara mengolah hasil tanaman menjadi produk seperti jamu dan rempah kering.
- Pembentukan Kelompok Kader TOGA Desa Catur (KAGACA): Pemberdayaan kelompok masyarakat untuk mengelola administrasi dan manajemen organisasi, serta memanfaatkan potensi lahan.
- Peningkatan Pengetahuan dan Pemberdayaan untuk Mengurangi Prevalensi Diabetes Melitus dan Hipertensi: Edukasi kesehatan untuk mengurangi prevalensi penyakit.
- Peningkatan Keterampilan Warga dalam Pembudidayaan TOGA di Lahan Kosong Milik Desa: Pelatihan pembudidayaan tanaman obat di lahan kosong.
Baca juga, Mengapa Paham Salafi Mudah Masuk di Muhammadiyah?
“Saung TOGA adalah lahan penanaman tumbuhan obat-obatan yang hasilnya akan diolah menjadi berbagai produk seperti jamu dan rempah kering,” kata Isna, Jumat (28/6). Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah desa sangat mendukung rencana program ini.
“Program ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengelola lahan kosong. Pemerintah desa juga mendukung dengan menyiapkan beberapa lahan kosong untuk digunakan,” tambahnya.
Tahapan pelaksanaan program ini cukup panjang, dimulai sejak tim melakukan observasi langsung ke lapangan pada Januari. Setelah itu, tim melakukan koordinasi dengan aparat desa dan memulai program penanaman pada Juni, yang akan berlangsung hingga Oktober.
“Harapannya, program ini akan bermanfaat bagi masyarakat desa setempat, menjadi sumber ekonomi tambahan, dan membantu program desa dalam mengenalkan keunggulan-keunggulan Desa Catur,” pungkas Isna.
Dengan adanya program “Saung TOGA” ini, diharapkan Desa Catur tidak hanya dikenal sebagai Desa TOGA, tetapi juga menjadi contoh bagi desa lain dalam pengelolaan tanaman obat keluarga dan pemberdayaan masyarakat.
Kontributor : Yusuf
Editor : M Taufiq Ulinuha