Indonesia Rumah Kita: Menguatkan Solidaritas di Tengah Krisis Multidimensi

PWMJATENG.COM – Di tengah gejolak zaman yang penuh tantangan, Indonesia berdiri sebagai rumah besar bagi lebih dari 270 juta jiwa. Rumah ini bukan sekadar wilayah geografis, tetapi tempat pulang yang sarat makna—dihuni oleh keragaman suku, agama, bahasa, dan budaya. Namun, rumah ini tengah menghadapi guncangan serius: krisis multidimensi yang menuntut solidaritas sebagai fondasi utama untuk bertahan.
Krisis ekonomi global, konflik geopolitik, perubahan iklim, hingga disrupsi teknologi adalah contoh nyata dari tantangan global yang kini terasa dampaknya di tingkat lokal. Di Indonesia sendiri, kita menyaksikan ancaman inflasi yang menggerus daya beli, ketimpangan sosial yang makin mencolok, degradasi lingkungan yang kian masif, serta retaknya tatanan sosial akibat polarisasi politik dan informasi yang membanjiri tanpa verifikasi.
Di tengah kompleksitas itu, muncul pertanyaan fundamental: apakah kita masih merasa memiliki rumah ini bersama?
Solidaritas sebagai Pilar Keindonesiaan
Solidaritas bukan sekadar slogan atau ajakan normatif. Ia adalah sikap hidup yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Dalam konteks Indonesia, solidaritas menjadi urat nadi yang menyatukan perbedaan. Ia bukan hanya tentang saling membantu saat bencana, melainkan juga tentang kesediaan mendengarkan yang berbeda, menghormati yang minoritas, serta bersama-sama memperjuangkan keadilan sosial.
Sayangnya, dalam situasi krisis, solidaritas seringkali tergerus oleh ego sektoral. Kita melihat bagaimana kelompok-kelompok tertentu lebih memilih menyelamatkan kepentingan sempit dibanding membangun narasi kebersamaan. Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa bangsa ini hanya bisa bangkit saat rakyatnya bersatu. Solidaritas yang tumbuh di masa perjuangan kemerdekaan, solidaritas yang hadir pascareformasi, hingga solidaritas saat pandemi, menunjukkan kekuatan luar biasa ketika masyarakat bersatu melampaui perbedaan.
Menghadirkan Negara yang Hadir
Penting untuk dicatat bahwa solidaritas sosial tidak akan tumbuh tanpa kehadiran negara yang adil dan berpihak. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan sistem yang memungkinkan tumbuhnya kepercayaan publik. Transparansi dalam kebijakan, konsistensi dalam penegakan hukum, serta keberpihakan kepada kelompok rentan adalah prasyarat dasar.
Kita butuh negara yang bukan hanya mengatur, tetapi juga merangkul. Negara yang tidak menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan, tetapi sebagai penjaga keadilan. Negara yang mendorong partisipasi publik dalam proses pembangunan, bukan sekadar menuntut kepatuhan warga.
Baca juga, Greenwashing dan Kapitalisme Hijau: Apakah Dunia Benar-benar Peduli Lingkungan?
Saat masyarakat melihat bahwa negara hadir dengan penuh empati dan integritas, maka kepercayaan akan tumbuh. Dari kepercayaan itulah solidaritas bisa dijaga dan diperkuat.
Peran Masyarakat Sipil dan Media
Di luar peran negara, masyarakat sipil dan media memiliki tanggung jawab besar dalam merawat solidaritas. Organisasi kemasyarakatan, lembaga keagamaan, komunitas lokal, hingga individu dengan pengaruh di media sosial, semuanya memiliki kontribusi strategis.
Media, khususnya, memegang peran vital dalam membingkai realitas. Di tengah banjir informasi dan hoaks yang kerap memecah belah, media harus menjadi ruang yang mengedukasi, bukan memprovokasi. Redaksi media harus berdiri di garis tengah: kritis terhadap kekuasaan, namun tetap menjaga semangat kebangsaan. Media yang bertanggung jawab akan mampu membentuk opini publik yang sehat, mencerdaskan bangsa, dan menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa rumah besar Indonesia harus dijaga bersama.
Membangun Narasi Bersama
Menguatkan solidaritas di tengah krisis multidimensi juga menuntut kita untuk membangun narasi kebangsaan yang inklusif dan partisipatif. Kita harus berhenti memandang perbedaan sebagai ancaman, dan mulai melihatnya sebagai kekayaan. Narasi “Indonesia rumah kita” bukan sekadar retorika, tetapi seruan untuk kembali ke semangat gotong royong sebagai nilai luhur bangsa.
Kita butuh lebih banyak ruang perjumpaan antarwarga lintas identitas, ruang dialog antargenerasi, dan ruang kreasi kolektif yang menumbuhkan kepercayaan serta memperkuat ikatan sosial. Pendidikan kewarganegaraan, penguatan literasi media, dan pembinaan karakter melalui keluarga serta institusi keagamaan perlu dihidupkan kembali dalam konteks kekinian.
Menjadi Warga yang Peduli
Di tengah semua upaya struktural dan institusional, ada peran yang tidak kalah penting: peran setiap individu sebagai warga. Menjadi warga yang peduli bukanlah hal yang rumit. Dimulai dari tindakan-tindakan kecil: tidak menyebarkan kabar bohong, mendukung produk lokal, ikut kerja bakti, menyapa tetangga, atau menyumbang untuk yang membutuhkan. Ini semua adalah bentuk konkret dari solidaritas sosial.
Indonesia akan terus diuji oleh zaman, namun kekuatannya terletak pada warganya yang tidak kehilangan arah dan tidak berhenti mencintai rumahnya. Kita tidak boleh lelah menjadi bagian dari solusi.
Ikhtisar: Rumah Ini Milik Kita Semua
Redaksi percaya bahwa krisis multidimensi yang sedang kita hadapi bukanlah akhir, tetapi momen kebangkitan baru. Namun, kebangkitan itu hanya akan terwujud bila kita mampu menghidupkan kembali semangat solidaritas. Indonesia adalah rumah kita. Rumah ini tidak sempurna, bahkan kadang membuat marah dan kecewa. Tapi rumah ini adalah satu-satunya yang kita miliki bersama.
Mari kita jaga rumah ini dengan empati, kerja sama, dan komitmen yang tulus. Sebab, di tengah badai sekalipun, rumah yang kokoh akan tetap berdiri—asal penghuninya saling menguatkan.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha