Haram Ideologis
Haram Ideologis
Oleh: Muh. Nursalim*
PWMJATENG.COM – Babi itu haram. Di masak menu apa pun daging dan semua anggota tubuh hewan tersebut haram dimakan. Babi haram karena memang zatnya haram. Dalam fikih disebut haram li zatihi. Telur itu halal. Zatnya halal dari sononya. Tetapi jika makanan tersebut diperoleh dari hasil mencuri maka hukumnya berubah menjadi haram. Dia haram karena cara memperolehnya haram. Disebut haram lighairihi.
Belakangan barang-barang halal berubah menjadi haram karena perusahaan yang memproduksi barang tersebut terafiliasi dengan Israel. Ada makanan, minuman, kosmetik dan kebutuhan rumah tangga. Saya menyebutnya haram ideologis. Barang-barang itu menjadi haram bukan karena zatnya bukan pula karena cara memperolehnya. Akan tetapi karena pemilik pabrik ikut mendonasi Israel yang melakukan pembantaian warga Palestina.
Itulah kesimpulan fatwa MUI nomor 83 tahun 2023 tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina. Isi fatwa tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut:
- Mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib.
- Dukungan sebagaimana disebutkan pada point (1) di atas, termasuk dengan mendistribusikan zakat, infaq dan sedekah untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina.
- Pada dasarnya dana zakat harus didistribuskan kepada mustahik yang berada di sekitar muzakki. Dalam hal keadaan darurat atau kebutuhan yang mendesak dana zakat boleh didistribusikan ke mustahik yang berada di tempat yang lebih jauh, seperti untuk perjuangan Palestina.
- Mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak yang mendukung Israel baik langsung maupun tidak langsung hukumnya haram.
Perhatikan fatwa nomor empat. Mendukung Israel itu haram. Mendukung pihak yang mendukung Israel juga haram. Dukungan itu bisa bersifat langsung maupun tidak langsung. Dukungan langsung itu misalnya terang-terangan membela Israel dalam agresinya ke Palestina. Atau menurut Budi Ashari bersikap sebaliknya, yaitu mengecam pihak pejuang Palestina yang memperjuangkan kemerdekaannya.
Bentuk dukungan tidak langsung adalah membeli barang di mana perusahaan yang memproduksi barang tersebut terafiliasi dengan negara zionis. Karena perusahaan-perusahaan itu milik orang Yahudi atau terang-terangan memberikan donasi kepada Israel. Misalnya, Chief Eksekutif Walt Disney Robert A. Iger menyatakan bahwa perusahaannya memberi bantuan kepada Israel dua juta dollar.
Contoh lain adalah Danone. Perusahaan ini didirikan oleh seorang Yahudi Varcelona bernama Isaac Carasso tahun 1915. Saat ini menjadi sebuah perusahaan multinasional yang memproduksi beragam makanan dan minuman di seluruh dunia. Di Indonesia memproduksi macam-macam minuman, susu dan makanan ringan. Banyak merek terkenal produk perusahaan tersebut.
Haram ideologis itu tidak hanya terkait dengan makanan, minuman dan kosmetik akan tetapi produk apa saja yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menyokong Israel. Maka ada perusahaan media, hiburan bahkan penyedia ilmu pengetahuan. Karena yang disasar sebenarnya bukan produknya akan tetapi kebijakan perusahaan tersebut yang pro Israel.
Selama ini MUI hanya menilai halal haramnya sebuah produk hanya dari sisi zat, tidak pernah mengusik ideologi perusahaan. Ketika suatu produk diteliti tidak mengandung zat yang diharamkan maka sertifikat halalpun diberikan. Bahkan jika ada produk yang mendorong orang konsumtifpun MUI tidak menjadikannya sebagai pertimbangan pengharaman.
Fatwa nomor 83 kali ini sangat berbeda. Yang disasar adalah keberpihakan ideologi perusahaan. Jika pro Israel maka semua produknya menjadi haram, tanpa harus diteliti apakah zatnya halal atau haram. Karena itu secara spesifik MUI tidak menyebut produk apa saja yang dinyatakan haram. Lalu masyarakat membuat daftar barang-barang yang dinyatakan produk perusahaan yang pro Israel.
Momentum ini menjadi peluang bagi perusahaan lokal yang pro Palestina. Karena barang-barang yang terkena dampak dari fatwa ini merupakan kebutuhan sehari-hari dan sudah sangat familiar dikonsumsi masyarakat. Jika rak toko kosong sementara kebutuhan tidak bisa ditunda maka fatwa menjadi tidak bermakna.
Orang belanja itu umumnya rasional. Memilih barang yang murah, mudah didapat dan berkualitas. Tidak pernah berpikir ideologis. Karena itu produk pengganti yang ditawarkan ke konsumen pun harus memiliki ciri khas kesukaan konsumen tersebut. Jika tidak maka hanya akan menjadi cemoohan.
Seandainya Anda telanjur belanja sekian karton produk yang masuk daftar yang diharamkan untuk dibeli, tetap saja boleh untuk dikonsumsi. Yang haram bukan zat barang tersebut tetapi ideologi perusahaannya yang pro Israel. Demikian pula jika Anda telanjur kulakan barang-barang tersebut tetap saja boleh dijual. Setelah habis stok barangnya baru berganti ke merek lain yang tidak pro Israel.
Semua perusahaan yang terafiliasi dengan Israel berasal dari luar negeri. Ada dari Amerika, Perancis maupun Inggris. Mereka beroperasi di Indonesia karena peluang bisnis di sini sangat besar. Dengan penduduk 280 juta tentu merupakan pasar yang sangat menjanjikan. Uang keluar dari kantong rakyat Indonesia lalu dibelanjakan membeli produk mereka kemudian mengalir ke pusat perusahaannya.
Dalam ushul fikih pengharaman perusahaan yang pro Israel ini memakai dasar saddu zari’ah. Mencegah sesuatu yang berbahaya agar tidak terjadi. Israel itu berbahaya bagi rakyat Palestina. Ia eksis karena disokong oleh pengusaha multinasional dari berbagai negara. Karena itu agar sokongan itu berhenti atau berkurang, kaum muslimin tidak membeli produk-produk perusahaan tersebut. Dengan harapan kebrutalan Israel kepada rakyat Palestina diakhiri.
*Dewan Pengawas Syariah Lazismu Sragen
Editor : M Taufiq Ulinuha