Filosofi, Sains, dan Nilai Qur’ani: Cermin Kemanusiaan di Era Modern

Filosofi, Sains, dan Nilai Qur’ani: Cermin Kemanusiaan di Era Modern
Oleh : apt. Yulian Wahyu Permadi, S.Farm., M.Si. (Dosen Program Studi Sarjana Farmasi
Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan)
PWMJATENG.COM – Setiap tanggal 20 November, dunia memperingati World Philosophy Day atau Hari Filsafat Sedunia. Peringatan ini menjadi momentum penting bagi akademisi dan masyarakat luas untuk menegaskan kembali peran filsafat dalam membangun cara berpikir yang kritis, rasional, dan etis. Di tengah dinamika global yang cepat dan kompleks, filsafat hadir sebagai lentera yang menuntun manusia memahami hakikat kehidupan, makna keberadaan, serta tanggung jawab moral terhadap sesama dan alam.
Filsafat tidak semata berbicara tentang teori abstrak, melainkan mengajarkan cara berpikir reflektif yang berorientasi pada kebijaksanaan. Dalam sejarahnya, para filsuf seperti Socrates, Plato, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali menegaskan bahwa berpikir mendalam merupakan bentuk ibadah intelektual yang memuliakan akal sebagai anugerah Allah. Filsafat mendorong manusia untuk terus bertanya, sebab dari pertanyaan lahir pengetahuan, dan dari pengetahuan muncul pemahaman yang menuntun pada kebijaksanaan.
Dalam konteks modern, hubungan antara filsafat dan sains menjadi sangat erat. Filsafat menuntun arah dan etika perkembangan sains, sedangkan sains memberikan bukti empiris bagi refleksi filosofis. Ilmu pengetahuan tanpa nilai akan kehilangan orientasi, sementara filsafat tanpa data ilmiah kehilangan pijakan. Sinergi keduanya menghadirkan kemajuan yang bermakna, bukan sekadar menaklukkan alam, tetapi menjaga keseimbangannya. Prinsip ini sejalan dengan nilai rahmatan lil ‘alamin, bahwa ilmu dan teknologi seharusnya membawa keberkahan bagi seluruh makhluk.
Baca juga, Aplikasi Al-Qur’an Muhammadiyah (Qur’anMu)
Al-Qur’an juga menegaskan pentingnya berpikir dan meneliti. Dalam QS. Al-‘Alaq ayat 1–5, Allah berfirman, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan…” Ayat ini bukan hanya perintah membaca teks, tetapi juga membaca semesta. Islam mendorong umatnya berpikir ilmiah dan filosofis, karena di balik setiap fenomena terdapat tanda-tanda kebesaran Allah. Demikian pula QS. Yunus ayat 101 memerintahkan manusia memperhatikan apa yang ada di langit dan bumi sebagai sarana memperkuat keimanan melalui sains dan observasi. Dengan demikian, berpikir filosofis dan ilmiah merupakan manifestasi dari ibadah intelektual yang Qur’ani.
Dalam dunia pendidikan tinggi, integrasi antara filsafat, sains, dan nilai-nilai Qur’ani menjadi pondasi penting pembentukan karakter akademik. Mahasiswa perlu dibimbing agar tidak hanya menguasai teori, tetapi juga memahami makna etis dan spiritual dari ilmu yang dipelajari. Pendekatan ini melahirkan scientific reasoning yang berlandaskan moral, serta moral reasoning yang diperkuat oleh bukti ilmiah. Di universitas yang berlandaskan nilai Islam, perpaduan ini menjadi ciri khas pendidikan berkeadaban, membentuk insan yang berilmu, beriman, dan berakhlak mulia.
Hari Filsafat Sedunia juga menjadi pengingat pentingnya budaya dialog. Dalam dunia yang mudah terpecah oleh perbedaan pandangan, filsafat mengajarkan bahwa berdiskusi dengan nalar terbuka adalah tanda kematangan intelektual. Islam pun menegaskan pentingnya berdialog dengan hikmah, sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Nilai-nilai ini sejalan dengan semangat akademik yang menghargai keberagaman ide dan keterbukaan terhadap kebenaran yang dapat diuji secara ilmiah.
Pada akhirnya, filsafat, sains, dan nilai-nilai Qur’ani merupakan tiga pilar utama pembangun peradaban manusia yang beradab dan bermoral. Filsafat menuntun arah berpikir, sains memperluas wawasan empiris, dan Al-Qur’an memberikan cahaya spiritual yang menyinari keduanya. Ketiganya menjadikan manusia tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak secara moral dan spiritual.
Dengan semangat Hari Filsafat Sedunia, marilah kita menjadikan refleksi, dialog, dan pencarian kebenaran sebagai bagian dari perjalanan akademik yang berkelanjutan. Sebab sejatinya, filsafat bukan hanya untuk dipelajari, melainkan untuk dihayati sebagai cermin kemanusiaan yang memandu langkah menuju ilmu yang bermartabat dan kehidupan yang bermakna di bawah cahaya Ilahi.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha



