Khazanah Islam

Etika Pejabat: Bijak Merespons Kritik Masyarakat

PWMJATENG.COM – Dalam kehidupan bermasyarakat, pejabat publik memiliki posisi strategis sebagai pemimpin sekaligus pelayan rakyat. Keputusan yang mereka ambil berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat luas. Karena itu, kritik dari rakyat merupakan hal yang wajar dan bahkan sangat penting untuk memperbaiki kualitas kepemimpinan. Namun, tidak jarang pejabat merasa tersinggung atau alergi terhadap kritik. Padahal dalam ajaran Islam, etika seorang pemimpin menuntut sikap bijaksana, lapang dada, serta kesediaan untuk menerima masukan.

Al-Qur’an memberikan pedoman bagaimana seorang pemimpin bersikap. Allah ﷻ berfirman:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkan ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 159)

Ayat ini menegaskan pentingnya kelembutan, kesabaran, dan sikap terbuka dalam kepemimpinan. Kritik dari rakyat seharusnya dipandang sebagai bentuk perhatian, bukan sebagai ancaman.

Kritik sebagai Cermin Perbaikan

Dalam praktik kepemimpinan, kritik adalah bagian dari mekanisme kontrol sosial. Seorang pejabat yang menolak kritik justru kehilangan peluang memperbaiki kesalahan. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ

Artinya: “Agama itu adalah nasihat.” (HR. Muslim)

Baca juga, Ibrah di Balik Tugas-Tugas Kenabian Muhammad SAW

Hadis ini mengajarkan bahwa memberi dan menerima nasihat merupakan bagian dari iman. Dengan demikian, kritik yang disampaikan masyarakat dapat dimaknai sebagai bentuk nasihat. Tugas pejabat adalah mendengarkan dengan hati terbuka, bukan menanggapi dengan amarah.

Teladan Lapang Dada dari Nabi

Rasulullah ﷺ adalah contoh nyata seorang pemimpin yang mampu menghadapi kritik dengan bijaksana. Ketika beliau menerima masukan dari sahabat, meski berbeda pandangan, beliau tetap mempertimbangkannya dengan serius. Dalam Perang Uhud misalnya, Rasulullah menerima saran dari mayoritas sahabat meski berbeda dengan keinginannya. Sikap ini menunjukkan betapa pentingnya keterbukaan dalam mengambil keputusan.

Pejabat masa kini semestinya meneladani sikap tersebut. Lapang dada terhadap kritik bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti kedewasaan dan keadaban moral seorang pemimpin.

Menjaga Etika dalam Menanggapi Kritik

Dalam menghadapi kritik, ada beberapa etika yang sejalan dengan ajaran Islam:

  1. Sabar dan menahan emosi. Kritik keras tidak boleh dijawab dengan kemarahan. Allah ﷻ berfirman: وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
    (QS. Ali Imran: 134) Artinya: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
  2. Memilah kritik yang membangun. Tidak semua kritik berniat menjatuhkan. Seorang pemimpin bijak akan memisahkan antara kritik konstruktif dengan hujatan.
  3. Menjawab dengan solusi. Kritik hendaknya menjadi bahan refleksi untuk memperbaiki kebijakan, bukan sekadar dijawab dengan pembelaan diri.
Ikhtisar

Etika pejabat dalam merespons kritik masyarakat merupakan cermin kualitas kepemimpinan. Seorang pemimpin yang bijak akan meneladani kelembutan Rasulullah ﷺ, menjadikan kritik sebagai nasihat, dan merespons dengan solusi yang bermanfaat. Islam mengajarkan bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang kuasa, tetapi juga tentang amanah dan pelayanan.

Ketika pejabat mampu bersikap lapang dada terhadap kritik, maka kepercayaan masyarakat akan semakin kuat. Inilah hakikat kepemimpinan Islami: mengayomi dengan rahmat, mendengar dengan hati, dan bertindak dengan adil.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE