PWMJATENG.COM, Bulukumba – Dua dosen Universitas Muhammadiyah Bulukumba (UM Bulukumba) kembali mengharumkan nama institusinya di kancah global. Mereka tampil membawakan gagasan riset inklusif dalam forum prestisius Indonesian Regional Science Association (IRSA) 2025 di Semarang. Kegiatan ini difasilitasi oleh inisiatif KONEKSI (Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia) yang bekerja sama dengan Australian National University (ANU) Indonesia Project.
Kedua dosen tersebut adalah Andi Anugrah M dan Ardianto. Mereka mewakili AIDRAN (Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network) dalam dua agenda penting, yakni Bootcamp Research pada 12–13 Juli 2025 dan IRSA Conference pada 14–15 Juli 2025.
Bootcamp tersebut dirancang untuk memperkuat kemampuan peneliti dalam merancang dan mempresentasikan riset berdampak yang berorientasi pada inklusi. Hasil dari pelatihan itu kemudian dipresentasikan dalam IRSA Conference yang mengusung tema “Localising Smart Economy and Infrastructure for Inclusive Growth and Sustainability.”
Rektor UM Bulukumba, Jumase Basra, menyampaikan apresiasi mendalam terhadap pencapaian dua dosennya. “Kegiatan ini menjadi ruang pembelajaran dan kolaborasi penting bagi dosen-dosen kami untuk terlibat dalam jaringan riset yang lebih luas. Kami sangat bangga karena dosen kami mampu tampil dan menyumbangkan gagasan di panggung internasional,” ujarnya.
Andi Anugrah mengungkapkan bahwa IRSA bukan sekadar forum akademik. Baginya, ini adalah ruang reflektif yang memperluas cara pandang tentang makna riset. “Kami dilatih untuk melihat riset bukan hanya untuk publikasi ilmiah, tetapi sebagai alat transformasi sosial. Saya pribadi terdorong untuk lebih peka terhadap kondisi sosial masyarakat, khususnya dalam pendidikan dan bahasa daerah,” jelasnya.
Baca juga, Menemukan Uang di Jalan: Boleh Dipakai atau Wajib Dikembalikan?
Senada dengan itu, Ardianto menegaskan bahwa riset harus berpihak dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Ia menyoroti pentingnya perhatian terhadap kelompok marjinal dalam proses penelitian. “Kami ingin membawa semangat itu ke UM Bulukumba. Riset harus kuat secara akademik, tetapi juga sensitif terhadap realitas sosial. Inklusivitas harus menjadi nilai dasar dalam setiap desain penelitian,” tegasnya.
Konferensi IRSA 2025 menjadi ruang bertemunya peneliti dari seluruh Indonesia, terutama dari kawasan timur. Para peserta mempresentasikan riset mereka melalui sesi paralel, diskusi panel, dan pameran poster. Topik yang diangkat mencakup perubahan iklim, ekonomi kreatif, pembangunan berkelanjutan, serta peran komunitas lokal dan adat dalam kebijakan publik.
Kehadiran para peneliti muda, perempuan, dan penyandang disabilitas menjadi warna tersendiri dalam forum ini. Kegiatan tersebut turut didukung oleh Knowledge to Policy Unit dari Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Dalam sambutannya, Ria Arief selaku manajer unit tersebut menyampaikan apresiasinya terhadap partisipasi peneliti dari kawasan timur Indonesia.
“Beragam topik yang dibawa menunjukkan bahwa tantangan pembangunan di wilayah timur tidak bisa diselesaikan dengan satu pendekatan. Kolaborasi dan keterlibatan semua pihak, termasuk perempuan, penyandang disabilitas, dan komunitas adat, sangat penting dalam pembangunan berbasis riset yang berkelanjutan,” ungkapnya.
KONEKSI juga menghadirkan booth pameran pengetahuan untuk menjembatani interaksi antara peneliti, pemangku kebijakan, dan mitra pembangunan. Sampai saat ini, KONEKSI telah memfasilitasi lebih dari 53 proyek riset lintas sektor dengan fokus pada isu lingkungan, transisi energi, transformasi digital, ketahanan pangan, dan pendidikan berbasis inklusi.
Kontributor : Syayyidina Ali
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
