Kolom

Dopamine Detox dengan Cahaya Al-Qur’an: Menemukan Ketenangan di Tengah Hingar Bingar Dunia

Dopamine Detox dengan Cahaya Al-Qur’an: Menemukan Ketenangan di Tengah Hingar Bingar Dunia

Oleh : Ammar Abdul Matin (Mahasiswa IQT Universitas Muhammadiyah Surakarta)

PWMJATENG.COM – Pernahkah kamu merasa lelah padahal seharian tidak melakukan apa-apa? Atau merasa gelisah tanpa sebab jelas, lalu spontan membuka ponsel hanya untuk “lihat sebentar” dan tahu-tahu sudah setengah jam tersesat di dunia scroll tanpa arah? Fenomena ini bukan hal sepele. Di balik layar yang terus kita sentuh, ada otak yang sedang banjir dopamin.

Dopamin adalah zat kimia di otak yang memberi rasa senang setiap kali kita mendapat sesuatu yang menyenangkan like baru di Instagram, notifikasi pesan, atau video lucu. Tapi ketika dopamin terus-menerus distimulasi, otak menjadi tumpul. Kita kehilangan kemampuan menikmati hal-hal sederhana semisal duduk diam, membaca, bahkan beribadah dengan khusyuk.

Di dunia psikologi modern, muncul konsep dopamine detox mengurangi paparan kesenangan instan agar sistem otak bisa “reset” dan kembali seimbang. Namun, jauh sebelum istilah itu lahir, Al-Qur’an telah lebih dulu mengajarkan bentuk detox yang hakiki, yaitu tazkiyatun nafs, penyucian jiwa dari kecanduan dunia.

Menahan Nafsu, Menjernihkan Jiwa

Al-Qur’an berfirman:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى، فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

“Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka surgalah tempat tinggalnya.”
(QS. An-Nāzi‘āt [79]: 40–41)

Ayat ini menunjukkan bahwa inti spiritualitas Islam bukan sekadar beribadah, tapi melatih kendali diri. Menahan keinginan sesaat adalah cara untuk melatih kesadaran dan menata kembali sistem “hadiah” dalam diri. Dalam bahasa modern, kita menurunkan kadar dopamin agar hidup tidak bergantung pada kesenangan cepat.

Ibn Qayyim al-Jauziyyah dalam Madarij as-Salikin menjelaskan, nafsu yang tidak dikendalikan akan menyeret hati kepada kegelisahan. Ia menulis, “Setiap kali hati bergantung pada sesuatu selain Allah, maka kegelisahan menjadi sahabatnya.” Bukankah ini persis seperti yang kita rasakan ketika terlalu lama mengejar kesenangan digital terus mencari, tapi tak pernah puas?

Nafsu dan Dopamin: Dua Bahasa untuk Satu Realitas

Dopamin dan nafsu sejatinya berbicara tentang hal yang sama yaitu dorongan mencari kesenangan. Dalam Qur’an, nafs al-ammarah bissuu’ disebut sebagai jiwa yang selalu mengajak kepada kesenangan rendah:

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali yang diberi rahmat oleh Tuhanku.”
(QS. Yusuf [12]: 53)

Masalahnya bukan pada dopamin atau nafsu itu sendiri, tetapi pada arah dan intensitasnya. Jika diarahkan untuk kebaikan seperti semangat belajar, bekerja, atau beribadah, maka dopamin menjadi energi positif. Tapi bila terus dibiarkan tanpa kendali, ia menjerumuskan ke dalam siklus candu dan ketidakpuasan.

Dalam istilah menurut Ibnul Qayyim, hati yang dipenuhi kenikmatan sesaat akan kehilangan dzauq al-iman rasa manisnya iman. Maka, dopamine detox dalam perspektif Qur’ani bukan berarti mematikan keinginan, tapi mengarahkannya kepada makna yang lebih tinggi.

Al-Qur’an: Terapi untuk Otak dan Hati

Ketenangan sejati tidak datang dari notifikasi, tapi dari kedekatan dengan Allah.

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra‘d [13]: 28)

Saat kita membaca Al-Qur’an, hormon dopamin memang tidak melonjak seperti saat menonton video lucu, tapi ada rasa tenang yang jauh lebih dalam yaitu sakinah. Inilah perbedaan antara euforia dan ketenangan. Yang satu cepat datang dan cepat hilang, yang lain hadir perlahan tapi menetap.

Baca juga, Aplikasi Al-Qur’an Muhammadiyah (Qur’anMu)

Ibn Qayyim menjelaskan bahwa dzikir adalah makanan hati dan ketenangan jiwa. Tanpa dzikir, hati akan lapar dan lapar itulah yang sering kita isi dengan distraksi digital. Maka, setiap kali kita mengingat Allah, sejatinya kita sedang “memberi makan” hati yang kosong oleh stimulasi dunia.

Praktik Detox ala Qur’an

1. Puasa (Shaum)

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tapi latihan mengatur ulang impuls dan kesenangan. Ia menurunkan intensitas dopamin agar kita bisa mengendalikan diri. Allah berfirman menjelaskan bahwa tujuan dari syariat berpuasa agar seseorang bertaqwa kepada-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183)

Ketika seseorang sudah mencapai derajat taqwa, maka ia akan lebih bisa mengendalikan diri dan mengontrol hawa nafsu, sehingga dopamin yang ada pada dirinya adalah hal-hal yang baik-baik.

2. Dzikir dan Tilawah

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ

“Katakanlah, ‘Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 41)

Mengganti stimulasi digital dengan stimulasi ruhani. Bacaan Qur’an menenangkan sistem saraf dan menyeimbangkan hormon stres.

Terapi Al-Qur’an merupakan terapi penyembuhan dan solusi penyakit fisik, spiritual dan sosial bagi umat islam. Al-Qur’an memiliki pengaruh yang besar dalam menyembuhkan pasien yang menderita masalah fisik, psikologis dan gangguan mental. Beberapa yang memiliki masalah psikologis dan gangguan mental gagal untuk disembuhkan, walaupun telah menggunakan teknologi terbaik, pada ahirnya cara mendapatkan perawatan dan pengobatan yang diperlukan solusinya adalah terapi Al-Qur’an yang memberikan ketenangan dan keyakinan untuk mendapatkan kesembuhan.

3. Khalwah (Menyendiri)

Menjauh sejenak dari hiruk pikuk dunia digital bukan melarikan diri, tapi menata ulang fokus hati. Rasulullah ﷺ sering ber-khalwah di Gua Hira, sebuah detox spiritual sebelum turunnya wahyu. Rasulullah pun juga telah mengajarkan qiyamullail dan shalat tahajud di sepertiga malam, di sana kita sebagai seorang hamba dapat menumpahkan segala keluh kesah kepada Allah dalam keheningan malam.

    Menata Ulang Sistem Hadiah dalam Diri

    Dopamin bukan musuh, ia adalah anugerah Allah. Tapi bila tidak diarahkan, ia akan menipu kita dengan rasa senang yang semu. Al-Qur’an mengajarkan detox sejati, bukan sekadar berhenti dari dunia, tapi menata hati agar kembali kepada Allah.

    Mungkin yang kita butuhkan hari ini bukan sekadar digital break, tapi spiritual reconnect. Bukan hanya menurunkan dopamin, tapi menaikkan kesadaran. Karena pada akhirnya, kebahagiaan sejati bukan terletak pada scroll yang tak berujung, tapi pada sujud-sujud panjang dalam keheningan malam.

    Referensi:

    ​1. Al-Qur’an al-Karim.
    ​2. Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
    ​3. Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, Kairo: Dar al-Ma‘arif.
    ​4. Robert Sapolsky, Behave: The Biology of Humans at Our Best and Worst, Penguin, 2017.
    ​5. Andrew Huberman, “Dopamine and the Drive to Seek Reward,” Huberman Lab Podcast, Episode 39, 2021.
    ​6. Yusuf al-Qaradawi, Tazkiyah an-Nafs: Purification of the Soul, International Islamic Publishing House, 1996.​
    ​7. Ahmad Nurrohim, prinsip-prinsip tahapan profetik pendidikan dalam Al-Qur’an, 2011.
    ​8. Ahmad Nurohim, Al-tarjih fi al-tafsir: antara makna al-qur’an dan tindakan manusia, 2019
    ​9. Rick Hanson, Hardwiring Happiness: The New Brain Science of Contentment, Calm, and Confidence, Harmony Books, 2013.

    Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

    Muhammadiyah Jawa Tengah

    Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

    Related Articles

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    WP Radio
    WP Radio
    OFFLINE LIVE