Dilema Pemindahan Ibu Kota: Antara Modernisasi dan Tantangan Pembangunan
Dilema Pemindahan Ibu Kota: Antara Modernisasi dan Tantangan Pembangunan
Oleh : Nashrul Mu’minin (Mahasiswa Universitas Cokroaminoto Yogyakarta)
PWMJATENG.COM – Saya sebagai seorang mahasiswa, artikel “IKN dan Dilema Kemerdekaan” memicu berbagai pemikiran dan refleksi dalam diri saya. Gagasan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kota Nusantara (IKN) yang diumumkan pada tahun 2022 dan dilaksanakan pada upacara peringatan kemerdekaan RI ke-79 tahun 2024 merupakan suatu langkah yang ambisius namun juga mengandung dilema yang menarik untuk dikaji https://komp.as/ikn-dan-dilema-kemerdekaan
Pada awalnya, saya melihat ide pemindahan ibu kota sebagai suatu langkah progresif yang dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta yang telah terbebani berbagai permasalahan, seperti kemacetan, banjir, dan polusi, menuju sebuah kota baru yang dibangun dengan konsep modern dan berkelanjutan merupakan gagasan yang menarik. Dengan hadirnya IKN, diharapkan pemerintah dapat lebih fokus dalam membenahi permasalahan di Ibukota serta mempercepat pembangunan di wilayah lain yang selama ini kurang mendapatkan perhatian.
Namun, setelah membaca artikel ini, saya mulai menemukan beberapa dilema yang perlu dipertimbangkan secara lebih mendalam. Pertama, pemilihan lokasi IKN di Kalimantan Timur yang relatif jauh dari pusat perekonomian dan pusat kebudayaan di Pulau Jawa tentu akan membawa tantangan tersendiri. Artikel menyebutkan bahwa proses pemilihan lokasi serta kajian yang dilakukan terkesan terburu-buru, hanya dalam waktu kurang dari dua tahun sejak diumumkan. Hal ini memunculkan keraguan akan kesiapan infrastruktur dan konektivitas yang memadai untuk mendukung fungsi IKN sebagai ibu kota baru.
Kedua, jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk membangun IKN yang mencapai Rp 466 triliun tentu menjadi beban yang berat bagi APBN. Alokasi dana sebesar itu tentunya akan berdampak pada pengurangan alokasi anggaran untuk program-program pembangunan lainnya, yang mungkin lebih mendesak untuk segera ditangani, seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan layanan kesehatan, dan perbaikan sistem pendidikan. Sebagai mahasiswa, saya khawatir bahwa fokus pemerintah pada pembangunan IKN akan mengabaikan isu-isu sosial dan ekonomi yang sesungguhnya lebih memengaruhi kesejahteraan masyarakat.
Ketiga, artikel ini mengungkapkan bahwa proses pembangunan IKN saat ini baru mencapai 15%, sementara pembangunan Istana Negara telah mencapai 90%. Hal ini menimbulkan pertanyaan dalam diri saya mengenai prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah. Apakah pembangunan simbol-simbol kekuasaan, seperti Istana Negara, lebih diutamakan daripada memastikan kesiapan infrastruktur dasar yang dapat mendukung kehidupan masyarakat di IKN?
Baca juga, Kemerdekaan Kebudayaan Tradisional: Meneguhkan Identitas di Tengah Arus Globalisasi
Selain itu, pemindahan upacara peringatan kemerdekaan RI dari Jakarta ke IKN yang masih dalam tahap pembangunan juga terlihat terlalu dini dan dipaksakan. Jakarta, sebagai ibu kota yang telah menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan, seharusnya masih mendapatkan kehormatan untuk menjadi pusat perayaan hari yang paling bersejarah bagi bangsa Indonesia. Memindahkan upacara ke IKN yang belum siap sepenuhnya dapat dianggap sebagai upaya untuk memaksakan IKN sebagai bagian dari sejarah kemerdekaan, padahal IKN sendiri belum sepenuhnya menjadi “milik” seluruh bangsa Indonesia.
Sebagai mahasiswa, saya memahami bahwa gagasan pemindahan ibu kota negara adalah sesuatu yang kompleks dan memerlukan pertimbangan yang matang. Artikel ini telah menunjukkan beberapa dilema yang perlu diperhatikan, seperti kesiapan infrastruktur, beban anggaran, dan kesinambungan antara simbolisasi kemerdekaan dengan realitas pembangunan IKN. Saya berharap pemerintah dapat lebih transparan dalam proses pengambilan keputusan, serta mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi dan masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa pemindahan ibu kota memberikan manfaat optimal bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di sisi lain, sebagai generasi muda, saya juga melihat adanya potensi positif dari hadirnya IKN. Kota baru ini dapat menjadi simbol dari semangat pembaruan dan modernisasi Indonesia. Pembangunan IKN yang direncanakan dengan konsep kota pintar dan berkelanjutan dapat menjadi laboratorium bagi inovasi di berbagai sektor, mulai dari sistem transportasi, pengelolaan sumber daya, hingga pengembangan industri masa depan. Hal ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kota-kota lain di Indonesia untuk menerapkan pendekatan pembangunan yang lebih holistik dan berbasis teknologi.
Selain itu, pemindahan ibu kota ke wilayah timur Indonesia juga dapat menjadi katalisator bagi pemerataan pembangunan di seluruh nusantara. Dengan adanya pusat pemerintahan yang berada di luar Pulau Jawa, diharapkan akan terjadi peningkatan investasi, pembukaan lapangan kerja, serta percepatan pembangunan infrastruktur di kawasan timur Indonesia yang selama ini relatif tertinggal. Hal ini dapat mendorong terwujudnya Indonesia yang lebih berkeadilan dan sejahtera.
Sebagai mahasiswa, saya meyakini bahwa gagasan pemindahan ibu kota negara merupakan langkah yang ambisius namun juga penuh dengan dilema. Keputusan untuk merealisasikan IKN harus didasarkan pada kajian yang mendalam, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, serta mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi masa depan Indonesia. Saya berharap pemerintah dapat mengelola proses pembangunan IKN secara transparan dan bertanggung jawab, sehingga kota baru ini dapat menjadi simbol kemerdekaan yang sesungguhnya – sebuah Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.
Editor : M Taufiq Ulinuha