DEMI MASA
Oleh Hayati Nufus (MIM Bloran Kerjo, Karanganyar)
SUATU hari anak saya yang masih duduk di kelas empat MIM Bloran bertanya, “Umi kenapa tempat orang dimakamkan itu dinamakan sareyan?” Saya terdiam sejenak, merenungkan pertànyaan sederhana dari bocah yang mulai masuk masa remaja awal. “Sareyan itu tempat orang sare (tidur ) Dek, orang meninggal itu seperti orang yang sedang tidur panjang.” Demikian jawabku sekenanya.
Bahasa Jawa kaya dengan kearifan lokal ada kehalusan rasa, kekuatan pesan dan kesan dari penuturnya. Kedalaman pesan dan kesan bisa kita tangkap bila kita renungkan makna di balik kata. Terminologi lain bisa kita lihat dalam bahasa Jawa untuk menyebut orang yang sudah wafat dengan jenat atau suwargi artinya janah atau surga dengan harapan orang yang sudah wafat bisa menjadi penghuni surga.
Sekian abad yang lalu Rasulullah telah mengartikulasikan kata tidur dengan mati sebagaimana doa yang selalu kita lafazkan setiap menjelang tidur dan bangun tidur. bismika Allahumma ahya waamut (dengan nama Mu ya Allah aku hidup dan dengan namaMu pula aku mati)Alhamdulillah ladji ahyaana bakda ma amatana wailaihinnusur(Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami sesudah meamtikan kami dan kepada Nya kami kembali). Ketika hendak tidur diibaratkan kita hendak menuju kematian sedangkan ketika bangun diibaratkan kita bangun dari kematian.
Para ahli mendefinisikan tidur sebuah keadaan tidak sadar yang menyebabkan reaksi dan persepsi individu terhadap lingkungan sekitar menurun bahkan hilang. Al Quran mendefinisikan tidur sebuah keadaan saat ruh dalam genggaman Allah, bila dikembalikan berarti ia masih hidup bila tidak berarti ia tutup usia (mati). QS. 39:42
Nabi Musa pada sebuah riwayat ditanya oleh Bani Israil apakah Allah tidak tidur? Nabi Musa tidak menjawab pertanyaan itu. Dikisahkan Nabi Musa diminta memegang dua buah botol kaca oleh malaikat pada suatu malam dan tidak boleh melepaskannya. Sepanjang malam Nabi Musa melaksanakan perintah itu. Sampai tengah malam ia masih bertahan, menjelang dini hari Nabi Musa sudah tidak mampu menahan sergapan kantuk yang menggelayuti kedua kelopak matanya hingga ia jatuh tertidur dan dua botol itu terlepas dari tangannya pecah berderai menghantam lantai. Paginya malaikat datang menemui Nabi Musa dan berkata, “Bila Allah tidur maka hancurlah dunia ini seperti botol itu.”
Kisah tersebut menggugah kasadaran kita bahwa tidak ngantuk dan tidak tidur adalah pekerjaan yang sangat berat yang tidak dapat dilakukan oleh mahluk ciptaan Allah. Karena semua mahluk hidup perlu tidur sebagai sebuah keniscayaan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Hanya Allah yang tidak pernah rehat, ngantuk dan tidur QS. 2:255
Masih tentang tidur mari kita berhitung berapa banyak waktu yang kita gunakan setiap hari untuk tidur? Sebagai ilustrasi fulan berusia 40 tahun tidur setiap hari rata-rata 6 jam kali 365 hari pertahun (6×365=2190) waktu yang dibutuhkan untuk tidur pertahun adalah 2190 jam. Kemudian dibagi 24 jam hasilnya 91,25 hari dikalikan umur fulan 40 tahun = 3650 hari dibagi jumlah hari pertahun 365 hasilnya 10 tahun umur fulan digunakan untuk tidur, sisanya untuk makan, minum senda gurau dll termasuk beribadah. Kita sering tidak menyadari bahwa waktu hidup kita lebih banyak tersita untuk tidur daripada untuk bersungguh-sungguh beribadah pada Allah.
Sudah saatnya kita mengurangi waktu tidur untuk kita gunakan memperbanyak bekal menuju sareyan terminal sementara menuju pemberhentian akhir hidup kita darul akhiroh (wal akhirotu khoiru waabqo)Wallahu a’lam. Bloran 6 Februari 2018[12:11, 7/2/2018] Raad Fattah: Foto pembukaa sertifikasi haji tahun lalu dari kiri Dr. Sri Ilham Lubis Direktur hubungan luar negeri PHU kemenag, Prof Muhibin Rektor UIN Walisongo Semarang, Dirjen Haji Republik Indonesia Prof. Abdul Djamil, Fattah santoso dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah dan perwakilan Kantir Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah. (*)