Dari Mimbar ke Media Sosial: Dakwah Muhammadiyah untuk Gen-Z dalam Semangat Tajdid dan Tafsir At-Tanwir

Dari Mimbar ke Media Sosial: Dakwah Muhammadiyah untuk Gen-Z dalam Semangat Tajdid dan Tafsir At-Tanwir
Oleh: Roynaldy Saputro (Guru SMAMUMA)
PWMJATENG.COM – Bagi Muhammadiyah, dakwah bukan sekadar aktivitas menyampaikan pesan agama dari atas mimbar. Dakwah merupakan gerakan transformatif yang bertujuan membawa pencerahan, perubahan sosial, dan perbaikan kehidupan umat manusia secara menyeluruh. Di tengah derasnya arus perubahan akibat kemajuan teknologi dan gaya hidup digital, pendekatan dakwah yang stagnan tidak lagi memadai. Oleh karena itu, pembaruan metode dakwah menjadi keniscayaan, khususnya melalui pemanfaatan media digital sebagai ruang dakwah baru.
Prinsip dakwah ini berlandaskan pada firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 125 yang menyerukan penyampaian dakwah dengan hikmah, nasihat yang baik, serta dialog yang bijaksana. Dalam Tafsir At-Tanwir—tafsir resmi Muhammadiyah—ditekankan bahwa metode dakwah harus menyesuaikan karakter masyarakat dan konteks sosial yang berkembang. Dengan demikian, penggunaan media digital sebagai medium dakwah bukanlah penyimpangan, melainkan wujud aktualisasi tajdid dalam menyampaikan pesan keislaman.
Generasi milenial dan Gen-Z, yang hidup dalam ekosistem digital, banyak mencari makna kehidupan melalui platform seperti Instagram, YouTube, dan TikTok. Dalam konteks ini, kehadiran dakwah di media sosial menjadi kebutuhan mendesak. Muhammadiyah, melalui perangkat organisasinya seperti Majelis Pustaka dan Informasi (MPI), mulai mendorong para kader dan juru dakwah untuk kreatif dalam memproduksi konten digital yang merepresentasikan Islam berkemajuan.
Secara historis, Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang sangat kontekstual dalam menyampaikan dakwah. Beliau tidak hanya berdakwah secara lisan, tetapi juga membangun tatanan sosial, menjalin komunikasi lintas budaya, dan meneladankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. KH. Ahmad Dahlan pun menghidupkan ajaran Islam melalui amal nyata, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Kisah tentang pengajaran berulang Surah Al-Ma’un oleh KH. Dahlan mengajarkan bahwa Islam sejati harus diwujudkan dalam tindakan sosial, bukan hanya dalam ucapan.
Surah Al-Ma’un ayat 1–3 menyoroti sikap orang yang mengabaikan anak yatim dan enggan membantu kaum miskin sebagai bentuk pemalsuan agama. Dalam Tafsir At-Tanwir, surah ini dimaknai sebagai kritik terhadap keberagamaan yang tidak peduli pada persoalan sosial. Di era digital, nilai kepedulian ini dapat diwujudkan dalam kampanye media yang membela nilai-nilai kemanusiaan, produksi konten edukatif yang menyuarakan keadilan, serta gerakan filantropi berbasis platform digital.
Baca juga, Islam Memandang Keinginan Bunuh Diri karena Takut Memperbanyak Dosa
Namun, di sisi lain, kemudahan akses digital juga melahirkan tantangan serius. Tidak sedikit konten keagamaan yang tersebar justru minim substansi, bahkan menyimpang dari esensi Islam yang damai. Dalam kondisi ini, Muhammadiyah memiliki peran strategis sebagai penyeimbang wacana publik. Berdasarkan Surah Fussilat ayat 33, dakwah ideal adalah perpaduan antara perkataan baik, amal nyata, dan ketundukan kepada Allah. Tafsir At-Tanwir menegaskan bahwa dakwah tidak cukup hanya dengan lisan, tetapi harus disertai keteladanan dan kontribusi sosial yang nyata.
Generasi saat ini dikenal kritis dan tidak mudah menerima otoritas tanpa argumentasi. Oleh karena itu, dakwah tidak boleh bersifat satu arah. Harus ada ruang dialog, pendengaran terhadap keresahan, serta pendekatan yang kontekstual dan membumi. Dakwah digital sepatutnya membahas tema yang relevan dengan kehidupan anak muda, seperti kesehatan mental, isu lingkungan, dan relasi sosial yang adil.
Lebih jauh lagi, Muhammadiyah perlu melibatkan generasi muda sebagai pelaku dakwah digital. Mereka memiliki keahlian teknologi dan intuisi media yang dapat menjadikan pesan agama lebih komunikatif dan mudah diterima. Keterlibatan ini akan menghasilkan konten dakwah yang tidak hanya informatif, tetapi juga inspiratif dan aplikatif.
Dalam pandangan Tafsir At-Tanwir, Islam adalah agama yang memuliakan akal, mendorong kemajuan, dan menolak kemunduran. Maka, dakwah Muhammadiyah harus hadir dalam bentuk yang mendorong kesadaran sosial, membina akhlak digital, dan memperkuat solidaritas umat. Upaya ini hanya akan berhasil jika dakwah dapat menembus sekat formal dan menyatu dengan kehidupan sehari-hari masyarakat digital.
Untuk memperluas jangkauan, Muhammadiyah juga perlu membangun sinergi dengan komunitas kreatif dan tokoh-tokoh muda di media yang memiliki semangat serupa. Kolaborasi lintas sektor akan memperkuat posisi dakwah sebagai kekuatan moral yang progresif dan transformatif.
Peralihan strategi dakwah dari mimbar ke media digital merupakan bagian dari semangat tajdid yang diwariskan KH. Ahmad Dahlan. Dakwah saat ini bukan tentang siapa paling lantang berbicara, tetapi siapa yang paling mampu menghadirkan makna dan perubahan. Dengan tetap berpijak pada Al-Qur’an, Sunnah, dan prinsip tarjih, Muhammadiyah diharapkan menjadi penuntun moral umat dalam menjawab tantangan zaman secara arif dan solutif.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha