Dakwah Kering Tanpa Seni
Dakwah Kering Tanpa Seni
Oleh : Ikhwanushoffa (Manajer Area Lazismu Jawa Tengah)
PWMJATENG.COM – Berulangkali Kiai Dr. Tafsir Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah mengingatkan urgensi seni dalam dakwah Islam. Beliau selalu mengapresiasi tiap ikhtiar memadukan seni dalam dakwah. Seni membuat dakwah lebih hidup. Lebih diterima semua kalangan. Dakwah tidak cuma konsumsi pikiran, karena fakultas dalam diri manusia tidak cuma pikiran. Ada juga rasa. Nah, rasa ini paling mudah disentuh dengan seni.
Kita tidak boleh ahistoris. Nusantara Hindu bisa dimuslimkan pakai kitab suci mereka sendiri, yaitu wayang. Wayang kulit isinya tentang ajaran kitab Hindu, namun dengan kepiawaian para Wali dalam seni, isinya dirubah dalam Islam. Dan Nusantarapun menjadi Muslim dengan damai. Dari situ kita tidak akan pernah mengecilkan peran seni dalam dakwah. Dan Muhammadiyah dalam Himpunan Putusan Tarjih sudah tegas tentang kebudayaan dan kesenian yakni hukumnya mubah. Jadi, amat tergantung tujuan dan aktualisasinya.
Manusia abudaya memang selalu menjadi problem. Manusia antibudaya selalu merasa benar. Apalagi kalau ketambahan sedikit rezeki, atau sedikit jabatan, atau sedikit ilmu dibanding yang lain. Biasanya akan makin menjadi. Rezeki, jabatan, dan ilmu malah menambah hijab kelam bagi dirinya dan dakwah. Suka tabrak sana tabrak sini tentang sesuatu yang ia anggap salah. Tak ada seninya. Asal muncrat, antem kromo.
Baca juga, Gerakan Dakwah: Menyebarkan Amanah Allah di Bumi
Seni membantu para pendakwah untuk lebih luwes, lentur, fleksibel dalam menyampaikan prinsip-prinsip Islam. Seni tidak akan mengubah jadi diri Islam, namun sebaliknya memperindah. Seni membangun dakwah dari sahara menjadi taman bunga. Ia melambai pada siapapun dengan wewangian. Bukan kegersangan yang kerontang. Ia hormat pada tiap ikhtiar budaya manusia. Produk terkini maupun masa lampau. Segala simbol produk budaya adalah hasil penghayatan akan makna-makna hidup. Manusia abudaya biasanya hanya akan berkomentar sesuai nafsunya, yakni produk terendah dari diri manusianya.
Tulisan ini mengajak membawa dakwah Islam kepada masa depan yang lebih berwarna. Tidak monoton, kaku dan saling menegasikan. Menjadikan karakter individu yang tidak teraleniasi dari produk budaya masyarakatnya sendiri. Bila ingin mengganti budaya yang dinilai sudah tidak produktif, wajib memberikan alternatif budaya baru yang relevan. Tidak boleh asal hapus tanpa memberikan pengganti. Itu namanya destruktif. Sekadar merusak. Menjauhkan manusia dari budaya sama saja menjauhkan manusia dari jati dirinya. Memang tidak ada yang taken of granted. Semuanya berkembang bertumbuh bahkan diganti bila sudah tidak relevan. Nah, di sana dakwah Islam harus terlibat.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha