Kolom

BERMADZHAB ATAU BERMANHAJ? MEMBACA POSISI TEOLOGIS MUHAMMADIYAH

Zaidan Bagus Hikmatiyar Tilome – Mahasiswa IQT Universitas Muhammadiyah Surakarta

PWMJATENG.COM, Kegiatan diskusi keilmuan serta berdakwah merupakan hal terpenting bagi kalangan ikatan Mahasiswa Muhammadiyah untuk kehidupan ummat. Perkembangan dari zaman ke zaman ini menjadi pembahasan yang memerlukan tanggung jawab besar. Pembahasan kali ini akan mengupas tentang diskursus mengenai apakah Muhammadiyah bermadzhab atau bermanhaj bukanlah persoalan baru dalam khazanah pemikiran islam Indonesia. Namun, pertanyaan ini terus berulang dan menemukan relevansinya, terutama dikalangan generasi muda dan mahasiswa. Dalam berbagai forum keislaman, Muhammadiyah kerap dipersepsikan sebagai Gerakan yang “anti madzhab”, sebuah stigma yang lahir dari pemahaman parsial terhadap sikap keagamaan Muhammadiyah. Padahal, persoalan tersebut jauh lebih kompleks dan memerlukan penjelasan yang jernih, objektif, serta berbasis manhaj berpikir yang bertanggung jawab.
Pembahasan ini menjadi ranah diskusi yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Imam Abduh UMS untuk membedah persoalan kritis. Diskusi tersebut tidak hanya berfungsi sebagai forum pertukaran gagasan, tetapi juga sebagai sarana kaderisasi intelektual IMM dalam merawat tradisi berpikir islam yang rasional, dinamis, dan berkemajuan. Seperti kita ketahui bersama bahwa ideologi IMM merupakan ortom yang berpijak pada nilai tajdid dan ijtihad dan pastinya diskursus keislaman yang dikembangkan IMM tidak dapat berplepas dari manhaj tarjih Muhammadiyah yakni menjadikan Al Quran dan sunnah sebagai sumber utama.

Definisi Madzhab dan Manhaj dalam pemikiran Islam

Seperti apa yang diugkapkan oleh pemateri dari diskusi pembahasan mengenai madzhab dan manhaj menurut kejelasan konseptual agar tidak terjadi kerancuan dalam memahami sikap keagamaan suatu Gerakan islam. Kedua istilah ini kerap dipertentangkan secara simplitis, seolah olah memilih salah satunya berarti menafikan yang lain. Padahal, dalam sejarah worldview islam, madzhab dan manhaj memiliki fungsi, ruang lingkup dan kedudukan yang berbeda. Madzhab dan manhaj sejatinya tidak berada dalam relasi yang saling menegasikan. Madzhab merupakan hasil konkret dari penerapan manhaj ijtihad para ulama, sementara manhaj adalah kerangka metodologis yang melahirkan beragam madzhab. Dengan perspektif ini, menolak fanatisme madzhab tidak berarti menafikan kontribusi madzhab, dan mengedepankan manhaj tidak berarti mengabaikan warisan keilmuan klasik. Madzhab dan manhaj tidak saling bertentangan. Madzhab merupakan produk penerapan manhaj ijtihad ulama, sedangkan manhaj adalah landasan metodologis yang melahirkan beragam madzhab.
Dalam pemikiran Islam, madzhab adalah hasil ijtihad para ulama dalam memahami dan merumuskan hukum islam. Ia merupakan produk kelimuan yang lahir dari konteks zaman tertentu dan berfungsi sebagai khazanah intelektual ummat, bukan kebenaran mutlak yang bersifat final. Keberadaan madzhab memiliki nilai penting dalam menjaga kesinambungan tradisi fikih Islam. Namun, madzhab menjadi problematis ketika dipahami secara kaku dan melahirkan taqlid buta, yaitu mengikuti pendapat ulama tanpa telaah dalil dan pertimbangan konteks. Sedangkan manhaj, merupakan metode, kerangka berpikir, dan pendekatan dalam memahami ajaran Islam. Manhaj menekankan pada proses beragama—cara membaca Al-Qur’an dan Sunnah, menggunakan akal, serta melakukan ijtihad—bukan pada hasil fikih tertentu.
Madzhab dan manhaj tidak saling bertentangan. Madzhab merupakan produk penerapan manhaj ijtihad ulama, sedangkan manhaj adalah landasan metodologis yang melahirkan beragam madzhab. Dalam perspektif Muhammadiyah dan IMM, manhaj berfungsi sebagai pedoman berpikir yang kritis, rasional, dan bertanggung jawab, sehingga memungkinkan sikap selektif dan terbuka terhadap berbagai pendapat ulama.

KH. Ahmad Dahlan: Antara Tradisi Madzhab dan Manhaj Ijtihad

Manhaj KH. Ahmad Dahlan dapat dipahami sebagai metodologi beragama dan berpikir Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, bersifat tajdid (pembaruan), rasional, dan berorientasi pada praksis sosial. Manhaj ini bukan sistem fikih baru, melainkan kerangka metodologis yang kemudian dilembagakan dalam Muhammadiyah. Ada beberapa pokok manhaj dari KH. Ahmad Dahlan yaitu Kembali kepada Al Quran dan Sunnah Maqbulah, anti taqlid buta,, Tajdid (Pemurnian dan pembaruan), integrasi ilmu agama dan ilmu umum, islam sebagai Gerakan amal nyata, beragama secara kritis dan berakhlak. Manhaj inilah yang kemudian menjadi fondasi ideologis Muhammadiyah dan diwarisi oleh IMM sebagai Gerakan mahasiswa islam yang kritis, ilmiah, dan transformative.
Pada Intinya “Manhaj adalah jalan yang menjadi sarana untuk mewujudkan peneladanan terhadap cara beragama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.” (Al-Manhajus Salafi Ta’rifuhu wa Simatuhu wa Da’watuhu al-Ishlahiyyah, hal. 6)
Terkait Madzhab, banyak sekali yang beranggapan bahwa Muhammadiyah tidak bermadzhab tetapi tidak anti madzhab. Dan ada juga yang beranggapan Muhammadiyah ini sangat anti madzhab, padahala Muhammadiyah sendiri tidak mendirikan mazhab fikih baru dan tidak mengikatkan diri secara formal pada satu madzhab tertentu, karena Muhammadiyah sendiri memegang salah satu pokok manhaj yaitu tidak taqlid dan menolak fanatisme. Jika ditanya tentang apakah madzhab dari KH. Ahmad Dahlan itu sendiri, beliau bermadzhabkan Syafi”iyyah tapi secara historis dan kultural, tidak bermadzhab secara ideologis dan ekslusif. Cara KH. Ahmad Dahlan menyikapi tradisi ini yang dilembagakan dalam Muhammadiyah yakni Muhammadiyah bukan madzhab fiqih tapi menggunakan manhaj tarjih. Madzhab madzhab fiqih hanya dijadikan rujukan, bukan ikatan.

Manhaj Tarjih Muhammadiyah sebagai Jalan Tengah dalam Perbedaan Madzhab

Manhaj Tarjih Muhammadiyah berpijak pada prinsip kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan ijtihad jama‘i sebagai instrumen utama. Pendapat para ulama madzhab tidak ditolak, tetapi dijadikan rujukan keilmuan yang ditimbang berdasarkan kekuatan dalil, relevansi konteks, dan kemaslahatan umat. Sebagai jalan tengah, Manhaj Tarjih juga menegaskan bahwa kebenaran fikih bersifat ijtihadi dan relatif, sementara kebenaran wahyu bersifat absolut. Kesadaran ini melahirkan sikap keberagamaan yang rendah hati secara intelektual, terbuka terhadap perbedaan, dan berorientasi pada persatuan umat. Perbedaan tidak dipahami sebagai ancaman terhadap akidah, melainkan sebagai dinamika ilmiah yang harus dikelola dengan adab, nalar, dan etika keilmuan.
Bagi kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Manhaj Tarjih Muhammadiyah bukan sekadar perangkat metodologis, tetapi juga etos berpikir dan bersikap. Manhaj ini membentuk karakter kader yang kritis tanpa menjadi destruktif, rasional tanpa kehilangan spiritualitas, serta tegas dalam prinsip namun santun dalam perbedaan.

Editor: Al-Afasy

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE