Berikan Tausiyah di UMKU, Wakil Ketua PWM Jelaskan PHIWM tentang Mengelola AUM
PWMJATENG.COM, Kudus – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Prof. Dr. KH. Muhammad Abdul Fattah Santoso menyampaikan materi pengajian dengan tema “Aplikasi Manajemen Organisasi dan Akhlak Ber-Muhammadiyah di Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA)”. Pengajian yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU) pada Senin (13/6) itu dibuka oleh Rektor UMKU, Rusnoto.
Materi yang diterima oleh peserta pengajian adalah pendekatan dalam pengajian. Menurut Fattah, pendekatan pengajian berbasis Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) merupakan akhlak ber-Muhammadiyah yang telah dirumuskan dalam Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta. PHIWM adalah seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber pada al-Quran dan sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah laku warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Fattah menjelaskan bahwa manajemen organisasi telah tercakup dalam PHIWM melalui kata kunci mengelola amal usaha, mengembangkan profesi, dan mengembangkan iptek. PHIWM mencakup kehidupan dalam lingkup pribadi, keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan bernegara, melestarikan lingkungan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan yang baik).
Guru besar Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu menjelaskan poin PHIWM tentang mengelola amal usaha.
Pertama, amal usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari usaha-usaha dan media dakwah untuk mencapai maksud dan tujuan persyarikatan.
Kedua, amal usaha Muhammadiyah adalah milik persyarikatan bertindak sebagai Badan Hukum/Yayasan dari seluruh amal usaha itu, sehingga semua bentuk kepemilikan persyarikatan hendaknya dapat diinventarisasi dengan baik serta dilindungi dengan bukti kepemilikan yang sah menurut hukum yang berlaku.
Ketiga, pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan persyarikatan dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian, pimpinan amal usaha dalam mengelola amal usahanya harus tunduk kepada kebijaksanaan persyarikatan dan tidak menjadikan amal usaha itu terkesan sebagai milik pribadi atau keluarga.
Keempat, pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tertentu di bidang amal usaha tersebut. Karena itu, status keanggotaan dan komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi sangat penting bagi pimpinan agar yang bersangkutan memahami secara tepat tentang fungsi amal usaha tersebut.
Kelima, pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat memahami peran dan tugas dirinya dalam mengemban amanah Persyarikatan. Dengan semangat amanah tersebut, maka pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh Persyarikatan dengan melaksanakan fungsi manajemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya. (Q.S. Al-Hasyr/59: 18).
Keenam, pimpinan amal usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha meningkatkan dan mengembangkan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dengan penuh kesungguhan. Pengembangan ini menjadi sangat penting agar amal usaha senantiasa dapat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq al-khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat dan tuntutan zaman.
Ketujuh, sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan, maka pimpinan amal usaha Muhammadiyah berhak mendapatkan nafkah dalam ukuran kewajaran (sesuai ketentuan yang berlaku) yang disertai dengan sikap amanah dan tanggung jawab akan kewajibannya. Untuk itu setiap pimpinan persyarikatan hendaknya membuat tata aturan yang jelas dan tegas mengenai gaji tersebut dengan dasar kemampuan dan keadilan.
Baca juga, Rapimwil PWM Jawa Tengah Usulkan Muktamar Diselenggarakan Secara Luring Penuh, Berikut Tanggapan PP Muhammadiyah
Kedelapan, pimpinan amal usaha Muhammadiyah berkewajiban melaporkan pengelolaan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya dalam hal keuangan/kekayaan kepada pimpinan persyarikatan secara bertanggung jawab dan bersedia untuk diaudit serta mendapatkan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kesembilan, pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus bisa menciptakan suasana kehidupan Islami dalam amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dan menjadikan amal usaha yang dipimpinnya sebagai salah satu alat dakwah maka tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga menjadi contoh dalam kehidupan bermasyarakat.
Kesepuluh, karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga Muhammadiyah yang dipekerjakan sesuai dengan keahlian atau kemampuannya. Sebagai warga Muhammadiyah diharapkan karyawan mempunyai rasa memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada sesama.
Kesebelas, seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha Muhammadiyah berkewajiban dan menjadi tuntutan untuk menunjukkan keteladanan diri, melayani sesama, menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi sebagai cerminan dari sikap ihsan, ikhlas, dan ibadah.
Keduabelas, aeluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah hendaknya memperbanyak silaturahmi dan membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis (persaudaraan dan kasih sayang) tanpa mengurangi ketegasan dan tegaknya sistem dalam penyelenggaraan amal usaha masing-masing.
Ketigabelas, seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah selain melakukan aktivitas pekerjaan yang rutin dan menjadi kewajibannya juga dibiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang memperteguh dan meningkatkan kedekatan kepada Allah dan memperkaya ruhani serta kemuliaan akhlak melalui pengajian, tadarrus serta kajian al-Quran dan as-Sunnah, dan bentuk-bentuk ibadah dan muamalah lainnya yang tertanam kuat dan menyatu dalam seluruh kegiatan amal usaha Muhammadiyah