PWMJATENG.COM, Surakartaย โย Kemiskinan masih menjadi persoalan utama di Indonesia. Pemerintah pun terus mencari solusi jitu untuk memutus rantai kemiskinan yang telah berlangsung bertahun-tahun. Salah satu usulan kontroversial datang dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Dedi mengusulkan vasektomi atau kontrasepsi untuk pria menjadi syarat penerima bantuan sosial (bansos) dan beasiswa. Menurutnya, pengendalian angka kelahiran perlu dilakukan agar angka kemiskinan tak terus meningkat.
โVasektomi bisa jadi alternatif pengendalian jumlah penduduk,โ ujar Dedi dalam keterangannya.
Vasektomi sendiri merupakan metode kontrasepsi permanen dengan cara memotong dan menutup saluran sperma untuk mencegah kehamilan.
Menanggapi usulan ini, Ekonom Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Agus Setyawan, memberikan pandangan kritis. Ia menilai pendekatan tersebut merujuk pada teori pertumbuhan populasi dari ekonom klasik, Robert Malthus. Teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk bersifat geometris atau sangat cepat, sedangkan pertumbuhan sumber daya seperti pangan bersifat aritmetis dan lambat.
โKalau tidak dikendalikan, penduduk akan terus bertambah dan akhirnya berebut sumber daya,โ kata Anton, Rabu (7/5).
Namun, menurut Anton, teori Malthus sudah tidak sepenuhnya relevan karena mengabaikan peran teknologi dan inovasi yang mampu meningkatkan produktivitas.
Anton juga menyetujui anggapan netizen bahwa kebijakan vasektomi terlalu menyederhanakan persoalan kemiskinan. Ia menegaskan bahwa kemiskinan adalah persoalan multidimensi yang tak bisa diselesaikan dengan satu pendekatan semata.
โSaya tidak sepakat kalau vasektomi dijadikan syarat bansos atau beasiswa. Itu tidak bijak,โ tegasnya.
Menurut Anton, sebaiknya pendekatan yang digunakan lebih manusiawi dan partisipatif. Pemerintah perlu membangun kesadaran masyarakat, bukan memaksa mereka untuk ikut program tertentu hanya demi mendapatkan bantuan.
Baca juga, Abduh Hisyam: Muhammad Saw. Nabi Agung dan Negarawan Ulung, Teladan Sepanjang Masa
Ia menambahkan bahwa pengentasan kemiskinan seharusnya dilakukan lewat peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang mendorong pemberian bantuan kepada fakir miskin, lansia, dan kaum difabel.
โPendidikan adalah kunci agar masyarakat miskin punya daya juang, keterampilan, dan kemandirian,โ ungkapnya.
Anton menyarankan agar bansos diarahkan untuk mendukung pendidikan, seperti pemberian beasiswa bagi pelajar kurang mampu, pembangunan sekolah di daerah terpencil, dan peningkatan kualitas guru.
โIni memang tidak mudah, tapi sangat penting untuk jangka panjang,โ ujarnya.
Isu vasektomi ini ramai dibicarakan warganet. Banyak yang membandingkan kebijakan pengendalian penduduk di Indonesia dengan kebijakan satu anak yang pernah diterapkan di Tiongkok. Namun Anton menilai bahwa kemajuan Tiongkok bukan karena menurunkan jumlah penduduk.
โCina maju bukan karena jumlah penduduknya berkurang. Tapi karena mereka melakukan reformasi besar-besaran di bidang riset, regulasi, dan ekonomi,โ jelasnya.
Anton juga mengisahkan pengalamannya saat menempuh studi di University of Manchester pada 2008. Saat itu, ia melihat banyak mahasiswa asal Tiongkok yang mendapat beasiswa untuk belajar di bidang STEM dan ilmu dasar. Setelah lulus, mereka kembali ke negaranya dan mendapatkan dukungan dana riset serta pekerjaan.
โSekitar tahun 2018, Cina sudah bisa bersaing secara teknologi dengan Amerika. Itu karena mereka merancang sistem pendidikan dan riset secara serius,โ tutup Anton.
Kontributor : Maysali
Ass Editor : Ahmad; Editor :ย M Taufiq Ulinuha
