Berakar Lokal, Berpijak Global: Menanam Deep Learning untuk Masa Depan Pendidikan Dasar

Oleh: Nur Fitri Fatimah
PWMJATENG.COM, Di tengah arus perubahan global yang ditandai oleh kompleksitas persoalan sosial, ekologis, dan moral, dunia pendidikan dihadapkan pada pertanyaan mendasar: apakah sekolah hanya akan menjadi ruang transfer pengetahuan, atau justru ruang tumbuhnya kesadaran, karakter, dan kebijaksanaan generasi masa depan? Ketika berbagai negara berlomba memperbarui kurikulum untuk menjawab tantangan abad ke-21, satu hal kian mengemuka—pendidikan dasar tidak cukup hanya mengajarkan apa yang harus diketahui anak, tetapi juga bagaimana cara berpikir, bersikap, dan memaknai kehidupan.
Dalam konteks inilah pendekatan deep learning menemukan relevansinya. SD Muhammadiyah Baitul Fallah (SD MBF) berupaya menerjemahkan gagasan besar tersebut melalui kurikulum deep learning berbasis pertanian—sebuah ikhtiar pendidikan yang membumi, kontekstual, sarat nilai, sekaligus berpandangan global. Pilihan ini bukan sekadar inovasi kurikulum, melainkan pernyataan sikap tentang bagaimana pendidikan dasar seharusnya dijalankan: dekat dengan realitas hidup, berakar pada nilai, dan visioner menatap masa depan.
Secara pedagogik, deep learning dimaknai sebagai pembelajaran yang mendorong peserta didik memahami konsep secara mendalam, mampu mengaitkan pengetahuan lintas disiplin, berpikir kritis, serta merefleksikan pengalaman belajar untuk diterapkan dalam kehidupan nyata (Fullan, Quinn, & McEachen, 2018). Pendekatan ini secara tegas meninggalkan praktik surface learning yang berorientasi pada hafalan, kecepatan menyelesaikan materi, dan capaian jangka pendek.
Di SD MBF, deep learning tidak diposisikan sebagai metode tambahan atau proyek sesaat, melainkan sebagai jiwa kurikulum. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi, tetapi sebagai perancang pengalaman belajar. Siswa diposisikan sebagai subjek aktif yang membangun pengetahuan melalui dialog, eksplorasi, dan refleksi. Pendekatan ini sejalan dengan teori konstruktivisme dan inquiry-based learning yang menegaskan bahwa pengetahuan tidak ditransfer secara satu arah, tetapi dikonstruksi melalui pengalaman bermakna (Bransford, Brown, & Cocking, 2000).
Pembelajaran pun tidak diburu oleh target ketuntasan administratif, melainkan diarahkan pada pemahaman yang utuh dan berkesan. Inilah esensi deep learning: pembelajaran yang tidak sekadar selesai, tetapi membentuk cara berpikir dan bersikap.
Keunggulan akademik SD Muhammadiyah Baitul Fallah terletak pada keberaniannya menjadikan pertanian sebagai ekosistem pembelajaran utama. Kebun sekolah tidak ditempatkan sebagai pelengkap atau kegiatan ekstrakurikuler, melainkan sebagai pusat integrasi kurikulum lintas mata pelajaran. Pendekatan ini selaras dengan Phenomenon-Based Learning (PhBL) yang diterapkan secara nasional di Finlandia, di mana pembelajaran dimulai dari fenomena nyata yang kompleks sehingga mendorong integrasi berbagai disiplin ilmu (Silander, 2015; Sahlberg, 2015).
Di SD MBF, pertanian menjadi fenomena pembelajaran tersebut. Tanaman dipelajari sebagai objek sains dan ekologi; lahan menjadi ruang matematika terapan; proses bertani menjadi sumber literasi bahasa dan refleksi naratif; sementara alam dipahami sebagai ayat-ayat kauniyah yang memperkuat pendidikan keislaman. Dengan pendekatan ini, pembelajaran tidak terfragmentasi oleh sekat mata pelajaran, tetapi hadir secara utuh, kontekstual, dan relevan dengan kehidupan siswa.
Melalui aktivitas menanam, menyiram, mengamati pertumbuhan, mencatat perubahan, hingga memanen hasil, siswa belajar melalui pengalaman langsung. Pendekatan ini sejalan dengan teori experiential learning yang menegaskan bahwa pengalaman konkret merupakan fondasi utama pembentukan pemahaman konseptual yang mendalam (Darling-Hammond, 2017).
Pertanian mengajarkan bahwa belajar adalah proses bertahap yang membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan refleksi. Tanaman tidak tumbuh dalam semalam—demikian pula pengetahuan dan karakter. Proses ini menumbuhkan growth mindset, yakni keyakinan bahwa kemampuan berkembang melalui usaha dan ketekunan (Dweck, 2006). Di sinilah deep learning bekerja secara utuh, menyentuh ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik secara bersamaan.
Praktik pembelajaran di SD MBF tidak lahir dalam ruang hampa. Ia berdialog dengan praktik-praktik pendidikan unggul dunia, lalu diterjemahkan secara kontekstual. Dari Jepang, SD MBF mengadopsi budaya kedalaman proses dan refleksi berkelanjutan sebagaimana praktik lesson study (Lewis, 2002). Pembelajaran tidak dikejar cepat selesai, tetapi diupayakan agar benar-benar dipahami.
Dari Singapura, SD MBF mengintegrasikan penguatan 21st century skills—berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas (Ministry of Education Singapore, 2020). Sementara dari Cina, pelajaran tentang pentingnya literasi sains dan pemahaman sistem alam diterjemahkan melalui pembiasaan observasi ilmiah, pencatatan data, dan analisis sebab-akibat (Zhao, 2012). Seluruh inspirasi global tersebut diramu dengan pendekatan humanis dan spiritual khas pendidikan Muhammadiyah.
Bagi SD Muhammadiyah Baitul Fallah, deep learning tidak berhenti pada penguasaan pengetahuan. Pertanian menjadi medium internalisasi nilai amanah, tanggung jawab, kerja keras, kepedulian lingkungan, serta rasa syukur kepada Allah SWT. Alam diposisikan bukan sekadar objek belajar, melainkan sarana tadabbur.
Pendekatan ini sejalan dengan pandangan UNESCO (2021) bahwa pendidikan masa depan harus mengintegrasikan dimensi kognitif, sosial, emosional, moral, dan spiritual secara utuh. Pendidikan dasar, dengan demikian, menjadi fondasi pembentukan manusia seutuhnya, bukan sekadar pencetak capaian akademik.
Keberhasilan kurikulum deep learning sangat ditentukan oleh peran guru. Di SD MBF, guru diposisikan sebagai arsitek pembelajaran, bukan sekadar penyampai materi. Melalui budaya refleksi, diskusi pedagogik, dan perbaikan berkelanjutan, guru membangun pembelajaran yang kolaboratif dan kontekstual. Praktik ini sejalan dengan konsep collaborative professionalism (Hargreaves & O’Connor, 2018).
Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga terus belajar dari praktiknya sendiri. Dengan demikian, sekolah tumbuh sebagai learning organization yang adaptif dan berkelanjutan.
Melalui kurikulum deep learning berbasis pertanian, SD Muhammadiyah Baitul Fallah menegaskan diri sebagai sekolah dasar unggulan yang berakar lokal dan berpijak global. Di sekolah ini, kebun menjadi ruang belajar, tanah menjadi sumber hikmah, dan pendidikan menjadi ikhtiar peradaban.
Di ladang kecil SD MBF, benih masa depan sedang ditanam—benih ilmu, karakter, dan kesadaran ekologis. Dengan ilmu, kesungguhan, kolaborasi, dan doa, pendidikan dasar menjelma menjadi jalan sunyi namun bermakna dalam menyiapkan generasi yang siap menghadapi dunia tanpa kehilangan jati diri.
Editor: Al-Afasy



