
PWMJATENG.COM, Surakarta – Presiden Prabowo Subianto meresmikan Bank Emas Indonesia pada 26 Februari 2025 sebagai inovasi terbaru di sektor keuangan syariah. Dengan konsep ini, masyarakat kini dapat menyimpan emas di lembaga keuangan, seperti Bank Syariah Indonesia dan Pegadaian. Namun, peluncuran bank ini menimbulkan berbagai pertanyaan terkait regulasi, keamanan, serta kesesuaiannya dengan prinsip syariah.
Emas termasuk dalam kategori barang ribawi yang diatur ketat dalam ekonomi Islam. Barang ribawi terdiri dari enam komoditas, yaitu emas, perak, kurma, tepung, garam, dan gandum. Oleh karena itu, penggunaan emas sebagai instrumen simpanan di bank perlu mendapatkan kepastian hukum syariah agar tidak menimbulkan polemik.
Menurut Guru Besar Bidang Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Zulfikar, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah penerapan sistem unallocated account. Dalam sistem ini, nasabah hanya memiliki klaim kepemilikan emas tanpa memegang emas fisik.
“Model ini bisa membingungkan masyarakat yang terbiasa dengan emas dalam bentuk fisik atau perhiasan. Oleh karena itu, edukasi yang mendalam diperlukan agar nasabah memahami mekanismenya dan tidak terjebak dalam risiko tinggi,” ujarnya saat ditemui di Kantor Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) FEB UMS, Rabu (5/3).
Sementara itu, penyimpanan emas di Pegadaian sudah umum dilakukan, tetapi melibatkan bank syariah dalam pengelolaan emas memerlukan kajian lebih lanjut. Perbedaan sistem kerja antara Pegadaian dan bank syariah dalam menghimpun serta menyalurkan dana menjadi perhatian utama. Keamanan serta distribusi emas kepada nasabah juga menjadi isu penting yang harus diatasi.
“Bank harus memastikan bahwa setiap transaksi sesuai dengan ketentuan syariah, terutama dalam hal pertukaran emas yang harus memenuhi standar kualitas, kuantitas, dan harga yang sama,” tegas Zulfikar.
Baca juga, Indahnya Berbuka dengan Sederhana dan Penuh Syukur
Selain itu, Bank Emas Indonesia harus menghindari unsur riba serta transaksi yang merugikan nasabah. Oleh karena itu, pemerintah dan Dewan Syariah Nasional diharapkan memberikan edukasi menyeluruh kepada masyarakat terkait sistem ini. Transparansi dalam mekanisme investasi emas sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berpotensi menimbulkan risiko bagi nasabah, seperti dalam transaksi derivatif atau kontrak berjangka.
“Bank Emas Indonesia harus memastikan operasionalnya sesuai prinsip syariah agar tidak mengandung unsur riba. Pemerintah dan Dewan Syariah Nasional juga harus melakukan edukasi secara luas agar masyarakat memahami konsep investasi emas ini,” lanjut Zulfikar.

Pemerintah juga merencanakan sistem gramasi untuk menentukan keuntungan simpanan emas. Transparansi dalam sistem ini perlu diperjelas agar nasabah memahami cara kerja dan manfaat yang mereka dapatkan. Kejelasan mengenai mekanisme keuntungan sangat penting guna menghindari kebingungan di kemudian hari.
Secara keseluruhan, meskipun Bank Emas Indonesia menawarkan peluang besar bagi masyarakat untuk berinvestasi dalam emas, tantangan dalam implementasinya tidak boleh diabaikan.
“Pemerintah, OJK, Bank Syariah Indonesia, dan Pegadaian perlu bekerja sama memastikan bahwa produk ini berjalan sesuai dengan prinsip syariah, aman, dan memberikan manfaat optimal bagi nasabah. Sosialisasi yang tepat serta pengawasan ketat akan menjadi kunci keberhasilan proyek ini,” pungkasnya.
Kontributor : Al
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha