Kolom

Bahasa Netizen dan Bahasa Akademik: Menjembatani Meme dan Metodologi

Oleh: Faishol Adiswara Salman Syauqi (Mahasiswa Indonesia, Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi (FSBK) Universitas Ahmad Dahlan)

PWMJATENG.COM – Di era digital yang serbacepat, bahasa netizen—yakni bahasa yang digunakan di media sosial—menjadi fenomena yang menonjol di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Bahasa ini ditandai dengan penggunaan kosakata gaul, singkatan, istilah kekinian, serta gaya penulisan yang santai dan ekspresif. Meskipun bahasa netizen mempermudah komunikasi dan menciptakan suasana akrab, keberadaannya membawa dampak kompleks terhadap bahasa formal, khususnya bahasa akademik yang digunakan dalam dunia pendidikan.

Bahasa Akademik dan Tantangan Metodologis dalam Pendidikan

Bahasa netizen memiliki fungsi sosial yang positif. Istilah seperti kepo, mager, dan baper membantu pengguna media sosial mengekspresikan pendapat atau perasaan secara ringan dan kreatif. Di kalangan mahasiswa, penggunaan bahasa gaul dapat mengurangi rasa canggung dan mempererat hubungan sosial. Dalam konteks ini, bahasa netizen berperan sebagai alat untuk menjalin komunikasi yang santai dan menyenangkan.

Namun, di sisi lain, penggunaan bahasa netizen yang berlebihan menimbulkan tantangan bagi pengembangan bahasa akademik. Bahasa akademik menuntut ketelitian, kejelasan, dan kepatuhan pada kaidah bahasa baku. Banyak mahasiswa mengalami kesulitan ketika harus beralih dari gaya bahasa santai ke bahasa akademik yang formal. Kebiasaan menggunakan bahasa gaul dalam kehidupan sehari-hari berpotensi melemahkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam penulisan tugas atau presentasi ilmiah.

Media Sosial dan Peranannya dalam Perubahan Bahasa

Salah satu faktor utama yang memperkuat penggunaan bahasa netizen adalah pengaruh media sosial yang masif. Platform seperti Instagram, X (Twitter), dan TikTok tidak hanya menjadi ruang interaksi, tetapi juga wadah ekspresi diri yang lepas dari norma bahasa formal. Bahasa gaul menyebar cepat dan diadopsi oleh banyak kalangan tanpa melalui filter akademik. Akibatnya, bahasa formal sering terabaikan dan muncul kecenderungan menggunakan bahasa yang kurang tepat dalam konteks pendidikan.

Baca juga, Aplikasi Al-Qur’an Muhammadiyah (Qur’anMu)

Penelitian RR Sebayang (2024) terhadap mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara menunjukkan bahwa media sosial memperluas penggunaan bahasa gaul dalam komunikasi sehari-hari. Kondisi ini berdampak negatif terhadap keterampilan menulis akademik dan pemahaman terhadap bahasa baku. Sebagian mahasiswa bahkan menggunakan bahasa gaul saat berinteraksi dengan keluarga atau di lingkungan akademik. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran mengenai masa depan bahasa akademik Indonesia apabila generasi muda terus menggunakan bahasa netizen tanpa memahami konteks penggunaannya.

Membangun Keseimbangan antara Kreativitas dan Ketepatan

Kendati demikian, bahasa netizen tidak sepenuhnya harus dihindari. Bahasa ini berperan penting dalam membangun kreativitas berbahasa dan menjembatani komunikasi lintas generasi. Tantangan utamanya adalah bagaimana agar pengguna bahasa, terutama mahasiswa, mampu menyesuaikan ragam bahasa dengan konteks yang tepat—mengetahui kapan bahasa gaul digunakan, dan kapan harus beralih ke bahasa akademik.

Solusi yang dapat ditempuh ialah pembelajaran bahasa yang kontekstual dan adaptif di lembaga pendidikan. Kurikulum perlu memasukkan materi tentang ragam bahasa tinggi dan rendah, serta perbedaan penggunaannya. Melalui pendekatan ini, mahasiswa dapat memahami kapan menggunakan bahasa formal maupun nonformal. Dosen dan guru juga berperan penting sebagai teladan, dengan memberikan contoh konkret penerapan bahasa dalam berbagai situasi.

Menumbuhkan Kebanggaan terhadap Bahasa Akademik

Menumbuhkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia yang baku merupakan langkah penting dalam memperkuat identitas akademik bangsa. Bahasa akademik menjadi kunci dalam pencapaian profesionalisme dan keilmuan di masa depan. Namun, kesadaran ini harus disertai pemahaman bahwa bahasa adalah sistem yang hidup dan terus berkembang mengikuti zaman. Bahasa netizen merupakan bagian dari dinamika tersebut, tetapi tidak boleh menggantikan fungsi bahasa akademik sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Secara keseluruhan, bahasa netizen memberi warna baru dalam komunikasi modern melalui kemudahan dan kreativitasnya. Namun, pengaruhnya terhadap bahasa akademik perlu diwaspadai agar tidak mengorbankan mutu dan ketepatan bahasa formal. Generasi muda perlu memperkuat kesadaran akan fungsi setiap ragam bahasa agar mampu berkomunikasi secara efektif, santun, dan profesional di berbagai ranah kehidupan.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE