PWMJATENG.COM, Surakarta – Antusiasme warga Desa Jarum dalam mengembangkan batik eco-print semakin terlihat dalam sebuah workshop yang digelar oleh Tim Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa) Lembaga Pengembangan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta (LEPMA FEB UMS) pada Selasa (13/8/2024). Kegiatan yang bertempat di Desa Jarum ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari karang taruna, ibu-ibu PKK, hingga anggota Kelompok Wanita Tani (KWT Matahari) dan para pelaku batik setempat.
Workshop tersebut bertujuan untuk memperkenalkan sekaligus mengembangkan produksi batik eco-print di tengah masyarakat. Aflit Nuryulia Praswati, dosen pendamping Tim PPK Ormawa, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan sarana bagi tim untuk menyampaikan materi mengenai batik eco-print sekaligus mengajak warga untuk terlibat langsung dalam proses pembuatannya.
“Kegiatan diawali dengan penyampaian materi oleh Sri Mulyani, seorang pengusaha batik eco-print. Warga yang hadir diberikan pemahaman mengenai konsep dan teknik dasar pembuatan batik eco-print. Setelah itu, warga diajak untuk langsung mempraktikkan pembuatan batik tersebut, mulai dari tahap awal hingga selesai,” ujar Aflit pada Rabu (4/9/2024).
Proses pelatihan diawali dengan pengenalan berbagai jenis daun yang bisa digunakan dalam pembuatan batik eco-print. Daun yang digunakan harus mengandung zat tanin tinggi, seperti daun jati, daun cemara, daun eucalyptus, dan beberapa jenis daun lainnya yang mudah ditemukan di sekitar Desa Jarum.
“Pengumpulan daun dilakukan bersama-sama, di mana tim dan warga mencari daun-daun yang sesuai. Hal ini dilakukan agar warga memahami jenis daun mana saja yang dapat menghasilkan motif dan warna yang baik untuk batik eco-print,” jelas Aflit.
Baca juga, Nepotisme dalam Pandangan Islam
Setelah daun-daun terkumpul, warga diajak untuk mempersiapkan bahan-bahan lain yang diperlukan selama proses pembuatan batik. Bahan-bahan tersebut antara lain pengukus, pipa atau selang regulator, plastik tanaman, rafia, dan beberapa bahan kimia seperti tunjung, tawas, soda kue, cuka biang, serta kapur. Semua bahan ini digunakan dalam proses pengolahan kain sebelum akhirnya kain tersebut dicetak dengan daun.
Aflit juga menjelaskan langkah-langkah detail yang dilakukan selama praktik, dimulai dari persiapan kain yang disebut dengan proses scoring. Pada tahap ini, kain dicuci dengan campuran air dan tr-o untuk menghilangkan kotoran dan memastikan kain siap untuk proses pewarnaan. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan pewarna alam seperti kayu tegar, secang, dan kayu jambal, yang dicampur dengan bahan lain untuk menghasilkan warna yang diinginkan.
“Setelah pewarnaan, kain melalui proses mordanting, di mana kain direndam dalam larutan tawas, soda kue, dan tunjung untuk mempersiapkan kain sebelum ditata dengan daun,” lanjut Aflit.
Tahapan terakhir dari pelatihan adalah proses mencetak daun di atas kain. Warga dengan antusias mengikuti setiap langkah, mencetak daun sesuai kreativitas mereka masing-masing. Dalam proses ini, warga bekerja dalam kelompok kecil, di mana satu kelompok terdiri dari lima hingga tujuh orang yang bekerja sama untuk mencetak daun pada kain berukuran besar.
Slamet, salah satu anggota karang taruna Desa Jarum, menyampaikan kebahagiaannya mengikuti kegiatan ini. Ia merasa pelatihan tersebut sangat edukatif dan berharap kegiatan serupa dapat terus berlanjut.
“Saya berharap, kegiatan seperti ini dapat berkelanjutan sehingga program yang diberikan bisa membantu menambah penghasilan bagi masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, salah satu warga yang turut serta dalam pelatihan juga merasa puas dengan pengalaman yang didapatkan. “Pelatihan ini sangat memuaskan, kami bisa belajar banyak dari awal hingga akhir. Ilmu yang kami dapatkan sangat berharga dan bermanfaat untuk pengembangan batik eco-print di desa kami,” ujar warga tersebut dengan antusias.
Kontributor : Fika
Editor : M Taufiq Ulinuha