
PWMJATENG.COM – Dalam sebuah tausiyah, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Ali Trigiyatno, menyampaikan pesan mendalam mengenai relevansi ajaran Muhammadiyah dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern. Ia menegaskan bahwa doktrin yang diwariskan persyarikatan bukan sekadar panduan beragama, melainkan juga selaras dengan hasil riset ilmiah yang memberi manfaat nyata bagi kehidupan umat manusia, baik di dunia maupun sebagai bekal di akhirat.
Menurut Ali, warisan pemikiran Muhammadiyah tidak hanya membentuk pribadi muslim yang kuat secara moral, intelektual, dan sosial, tetapi juga menjadi tabungan amal yang berharga di hadapan Allah kelak. Ia menekankan bahwa setiap ajaran Muhammadiyah selalu berangkat dari semangat dakwah Islam yang berkemajuan, berpijak pada al-Qur’an, Sunnah, dan ijtihad rasional. “Apa yang diwariskan Muhammadiyah tidak hanya membentuk karakter muslim yang kuat di dunia, tetapi juga akan menjadi tabungan amal kebaikan di akhirat kelak,” ucapnya sebagaimana dikutip dari tausiyahnya.
Dalam kesempatan itu, Ali mengajak jamaah untuk senantiasa menanam kebaikan setiap hari, meskipun tampak kecil dan sederhana. Menurutnya, setiap perbuatan baik yang dilakukan dengan niat ikhlas akan memiliki daya menular kepada orang lain. Ia mencontohkan, jika seseorang menerima kebaikan, maka ia perlu diarahkan agar membalas kebaikan itu kepada orang lain, bukan hanya kepada pemberinya. Dengan demikian, kebaikan tidak berhenti pada satu titik, melainkan terus berlanjut dalam sebuah rantai amal yang hidup.
Ali menjelaskan bahwa Islam menekankan pentingnya berbagi dalam setiap aspek kehidupan. Prinsip saling memberi ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad).
Hadis ini, menurut Ali, mengajarkan bahwa nilai seorang muslim tidak diukur dari seberapa banyak ia menerima, melainkan sejauh mana ia mampu memberi manfaat dan kebaikan bagi sesamanya.
Lebih jauh, Ali menegaskan bahwa kebahagiaan sejati justru muncul ketika seseorang mampu memberi, bukan ketika ia menerima. Ia mengingatkan jamaah bahwa sikap dermawan tidak hanya terkait materi, melainkan juga meliputi waktu, tenaga, dan perhatian. “Semakin banyak kita memberi, semakin bahagia yang kita dapat. Bahagia itu justru hadir ketika kita mampu berbagi,” tutur Ali dalam ceramahnya.
Baca juga, Kekerasan Membawa Mudarat
Ia menambahkan bahwa kebahagiaan dalam memberi sering kali melampaui rasa puas yang diperoleh dari menerima. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 261:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 261).
Ayat ini menegaskan bahwa setiap bentuk kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas akan berbuah pahala yang berlipat ganda.
Dalam tausiyahnya, Ali juga memberikan tips praktis agar jamaah mampu menginspirasi orang lain untuk berbuat baik. Kuncinya terletak pada keikhlasan. Menurutnya, amal yang dilakukan tanpa pamrih akan lebih mudah mengetuk hati orang lain. “Kalau kita berbuat baik ikhlas karena Allah, lelah akan berubah jadi berkah. Dan ketika orang ingin membalas, arahkan dia untuk menebar kebaikan kepada sesama,” jelasnya.
Ali menekankan bahwa keikhlasan menjadikan amal seseorang memiliki nilai jariyah. Artinya, meskipun seseorang telah tiada, pahala kebaikan itu akan terus mengalir selama ada orang yang melanjutkan kebaikan yang ia tularkan. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah ﷺ:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثَةٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
Hadis tersebut menegaskan bahwa setiap amal yang dilandasi keikhlasan dan memberi manfaat bagi orang lain akan tetap hidup meski pelakunya telah wafat.
Ali Trigiyatno menutup tausiyahnya dengan mengingatkan bahwa Muhammadiyah sejak awal berdirinya telah memadukan nilai-nilai keislaman dengan pemikiran modern. Muhammadiyah mendorong umat Islam untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan riset ilmiah demi kemaslahatan bersama. Bagi Ali, hal ini menunjukkan bahwa ajaran Muhammadiyah tidak hanya fokus pada ibadah ritual, tetapi juga menekankan tanggung jawab sosial dan peradaban.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha