Berita

Ali Muhson : Ada Empat Pelajaran dari Ibadah Ramadhan, Apa itu ?

PWMJATENG.COM, KENDAL – Bulan Ramadhan sebagai suatu madrasah ruhaniah, spiritual training, telah menggembleng kita untuk memahami prinsip kesuksesan hidup yang hakiki dan cara meraih kesuksesan itu. Dan Shalat Id yang baru saja kita lakukan merupakan simbolisasi dari kesuksesan kita menghidupkan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, pelajaran berharga dari Idul Fitri yang kita rayakan hari ini merupakan akumulasi dari pelajaran ibadah kita di bulan Ramadhan, seperti puasa, shalat, zakat, infaq, shadaqah, tadarus dan tilawah Al-Quran, dan lain sebagainya.

Demikian pernyataan wakil ketua PWM Jateng, Drs. HM. Ali Muhson, M.Ag., M.Pd.I.,MH.,MM yang disampaikan lewat khutbah Iedul Fitri 1440 H, Rabu (5/6) di lapangan Sambongsari, Weleri, Kendal.

Lantas pelajaran apa yang kita peroleh dari ibadah puasa di bulan Ramadhan sebulan penuh itu ?.

Ali Muhson membeberkan empat pelajaran berharga yang kita ambil dari syiam tersebut. Pertama adalah puasa menumbuhkan ruh al jihad.

Wakil ketua PWM Jateng, H. Ali Muhson menyampaikan khutbah Iedul Fitri 1440 H di lapangan Sambongsari, Weleri, Kendal (foto dok sulis)

Menurut Muhson, bahwa puasa Ramadhan mampu menumbuhkan ruhul jihad.

“Ini adalah bukti dari para pendahulu kita, bahwa bulan Ramadhan bukanlah bulan yang hanya diisi dengan bermalas-malasan, tapi dengan semangat jihad oleh semua umat Islam. Tinta emas sejarah telah mencatat bahwa pada bulan suci Ramadhan penuh dengan kisah kesuksesan dan kemenangan besar yang mampu diraih umat Islam” ujarnya.

Beliau mencontohkan, kalau puasa di bulan Ramadhan mampu membangkitkan semangat jihad fii sabilillah

Tinta emas sejarah telah mencatat bahwa pada bulan suci Ramadhan penuh dengan kisah kesuksesan dan kemenangan besar yang mampu diraih umat Islam. Ini sekaligus membuktikan bahwa Ramadhan bukanlah bulan malas dan lemah, akan tapi merupakan bulan kuat, bulan jihad, dan bulan kemenangan. Beberapa rentetan peperangan sekaligus kemenangan yang pernah terjadi pada bulan Ramadhan, yakni perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan tahun 2 H, perang Khandaq terjadi pada bulan Ramadhan tahun 5 H, Fatkhul Makkah terjadi pada bulan Ramadhan  tahun 8 H, perang Tabuk terjadi pada bulan Ramadhan tahun 9 H, dan lain sebagainya” beber Muhson dengan tegas. “Puasa adalah ibadah yang bernuansa jihad melawan hawa nafsu. Orang yang tidak bisa menahan nafsu syahwatnya, nafsu amarahnya, nafsu seksualnya, dan nafsu-nafsu lainnya selama berpuasa, berarti puasanya akan ditolak Rabbul Izzati” sambungnya sambil mengutip hadits nabi “Man lam yad’u qaolan zuuri wal amala bihii falaisa lillahi khaa jatan fii an yadda’a thoaa mahu wasyaroo bahu”. (Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh darinya untuk meninggalkan makanan dan minumannya).

Yang kedua pelajaran berharga dari ibadah puasa Ramadhan adalah meningkatkan persaudaraan, solidaritas dan kepedulian sosial.

Di hadapan ribuan anggota jamaah sholat ied Ali Muhson menerangkan, bahwa Ibadah puasa juga memberi makna kepada umat untuk meningkatkan rasa persaudaraan (silaturahmi) dan solidaritas, baik solidaritas kemanusiaan maupun solidaritas kebangsaan.

“Puasa Ramadhan kali ini hendaknya dapat menjadi momentum bagi umat Islam Indonesia khususnya, untuk lebih meningkatkan persaudaraan dan solidaritas berbangsa dan bernegara. Seluruh komponen bangsa kiranya pula dapat memupuk dan mengukuhkan rasa persatuan dan kesatuan, untuk bersama-sama menghadapi tantangan serta ancaman global. Bulan Ramadhan hendaknya dapat dijadikan wahana untuk membina kerukunan guna meningkatkan perjuangan agar segera dapat mengatasi berbagai masalah dan keluar dari krisis yang melanda bangsa. Dengan berpuasa kita akan tegar menghadapi keadaan, menuju kualitas yang lebih baik”

Beliau mencontohkan, salah satu bentuk kepedulian sosial yang menjadi pesan moral puasa adalah memperhatikan dan menyantuni fakir dan miskin.

“Mari kita perhatian serius terhadap mereka bisa dilakukan, jika kita mampu ber-empati terhadap kondisi mereka” pintanya.

Pelajaran  yang ketiga dari ibadah puasa kita adalah tertanamnya nilai kejujuran.

Beliau menilai, bahwa di era materialisme dewasa ini, kejujuran telah banyak dicampakkan dari tata pergaulan sosial-ekonomi-politik dan disingkirkan dari bingkai kehidupan manusia. Fenomena ketidak jujuran benar-benar telah menjadi realitas sosial yang menggelisahkan.

“Drama ketidakjujuran saat ini telah berlangsung sedemikian transparan dan telah menjadi semacam rahasia umum yang merasuk ke berbagai wilayah kehidupan manusia. Sosok manusia jujur telah menjadi makhluk langka di bumi ini. Kita lebih mudah mencari orang-orang pintar daripada orang-orang jujur. Keserakahan dan ketamakan kepada materi kebendaan, mengakibatkan manusia semakin jauh dari nilai-nilai kejujuran dan terhempas dalam kubangan materialisme dan hedonisme yang cendrung menghalalkan segala cara” ungkapnya.

Ali Muhson juga menyinggung, bahwa puasa yang dilakukan oleh umat Islam pada bulan Ramadhan merupakan bagian dari pendidikan antikorupsi.

“Karena puasa mengajarkan pada kejujuran. Karena tahu atau tidaknya seseorang melaksanakan ibadah puasa hanya diri kita sendiri yang tahu dan Tuhannya. Banyak orang melaksanakan ibadah puasa yang mereka dapatkan hanya berupakan lapar dan haus”

Pelajaran yang keempat adalah puasa melatih diri untuk mampu mengendalikan diri.

 

Wakil ketua PWM Jateng Bidang Pembina Majelis Tabligh dan MPM itu memaknai hakekat puasa sesungguhnya adalah mengendalikan diri sendiri, self denial.

“Puasa yang dilakukan pada bulan Ramadhan merupakan sarana ibadah dalam melatih diri dalam membentuk kepribadian manusia yang sempurna. Dan bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling tepat melakukan latihan pengendalian diri. Orang yang tidak mau melatih mengendalikan diri akan terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan yang tercela”.

Ali Muhson yang juga salah satu guru MAN 1 Surakarta juga memaknai  puasa bulan Ramadhan dalam dua hal. Pertama latihan pengendalian diri, self examination. Latihan pengendalian diri yang dilakukan dalam ibadah puasa diwujudkan dalam bentuk menahan segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa. Esensi dari ajaran ibadah puasa adalah mengendalikan diri dari perbuatan tercela. Sehingga keluaran ibadah puasa pasca Ramadhan mampu menciptakan manusia-manusia unggul, bermartabat, sederhana, konsisten, hati-hati dan berkeperibadian mulia. Kedua kritik terhadap diri itu sendiri, self crititisme. Puasa dalam hal ini dapat dimaknai sebagai evaluasi terhadap diri kita sendiri. Dan bulan Ramadhan adalah sarana untuk melakukan pertaubatan terhadap kesalahan yang kita lakukan selama ini. Kritik diri dilakukan dengan mengevaluasi terhadap nikmat dan karunia yang diberikan selama ini. Sejauhmana kita melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Adakah kita sudah menyantuni fakir miskin dan anak yatim, apakah kita sudah menjalankan amanah yang diberikan untuk kepentingan umat manusia dengan baik dan benar, sejauhmana hubungan baik sesama manusia terjalin selama ini, sejauhmana kita menghargai alam dan lingkungan yang ada disekitarnya. (Fur/MPI Kendal)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE