Khazanah Islam

Akhlak Bertetangga di Tengah Tantangan Gaya Hidup Modern

PWMJATENG.COM – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, M. Abdul Fattah Santoso, dalam sebuah ceramahnya menegaskan bahwa kehidupan bermasyarakat dalam pandangan Islam memiliki dua lingkup utama. Pertama adalah kehidupan bertetangga yang dilandasi oleh kedekatan tempat tinggal. Kedua, hubungan sosial yang lebih luas, seperti berjamaah atau berorganisasi, yang tidak selalu bergantung pada kesamaan lokasi.

Ia mencontohkan, dalam Muhammadiyah, interaksi antarwarga dapat terjalin tanpa harus tinggal di wilayah yang sama. “Siapa saja dapat berinteraksi sebagai warga Muhammadiyah,” ujarnya dalam sebuah forum kajian. Namun, karena keterbatasan waktu, ia lebih menekankan pada pembahasan akhlak dalam bertetangga.

Tantangan Gaya Hidup Pragmatis, Materialistis, dan Hedonistis

Menurut Abdul Fattah, memasuki abad ke-21, masyarakat menghadapi perubahan gaya hidup yang cukup serius. Salah satunya adalah kecenderungan pragmatis, yakni menilai sesuatu hanya berdasarkan nilai guna. Jika suatu hal tidak dianggap bermanfaat secara langsung, maka cenderung ditinggalkan, meskipun sebenarnya mengandung nilai kebaikan.

Perubahan kedua adalah munculnya pola hidup materialistis. Materi yang semestinya menjadi sarana hidup justru berubah menjadi tujuan utama. “Hidup tidak lagi diarahkan pada nilai kebermanfaatan, melainkan sekadar mengejar kepentingan materi,” ungkapnya.

Selain itu, gaya hidup hedonistis juga semakin menguat. Banyak orang hanya berorientasi pada kesenangan duniawi. Kondisi ini berdampak pada kehidupan bertetangga. Interaksi antarwarga sering terbatas pada urusan formal, seperti rapat RT atau menghadiri pesta pernikahan, tanpa adanya kunjungan spontan yang dilandasi rasa kebersamaan.

Tidak jarang pula persaingan material muncul di tengah masyarakat. Misalnya, ketika seorang tetangga memiliki kendaraan baru, sebagian orang merasa iri hingga memunculkan gunjingan. “Inilah dampak negatif gaya hidup materialistis dan hedonistis yang merusak harmoni bertetangga,” katanya.

Ancaman Media Sosial terhadap Kehidupan Rumah Tangga

Abdul Fattah juga mengingatkan tentang ancaman media sosial terhadap hubungan dalam rumah tangga maupun antarwarga. Kini, hampir setiap orang memiliki gawai. Akibatnya, interaksi di dalam keluarga sering kali tergantikan oleh kesibukan masing-masing dengan media sosial.

“Walaupun tinggal dalam satu rumah, banyak keluarga tidak lagi saling menyapa atau makan bersama,” tuturnya. Lebih jauh, media sosial bahkan menggantikan interaksi sosial nyata. Tak jarang, ketika mendengar kabar duka dari tetangga, seseorang hanya mengirim doa lewat media sosial tanpa hadir langsung untuk bertakziyah.

Baca juga, Adopsi Anak dalam Islam: Menjaga Batas Syariat di Tengah Kasih Sayang

Menurutnya, jika kondisi ini tidak diantisipasi, maka kehidupan sosial akan kehilangan ruh akhlak yang sebenarnya menjadi pondasi utama dalam bermasyarakat.

Prinsip Akhlak Bertetangga dalam Islam

Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), akhlak bertetangga menjadi salah satu poin penting. Prinsip umumnya adalah setiap muslim diperintahkan untuk menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan tetangga serta anggota masyarakat lainnya. Dasar utamanya terdapat dalam Al-Qur’an surat an-Nisā ayat 36:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ

Ayat ini menegaskan kewajiban beribadah hanya kepada Allah serta berbuat baik kepada orang tua, kerabat, anak yatim, fakir miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, musafir, hingga hamba sahaya.

Abdul Fattah menjelaskan bahwa ihsan tidak terbatas pada orang tua, tetapi juga mencakup pihak-pihak yang disebutkan, termasuk tetangga. Prinsip inilah yang harus dihidupkan kembali agar relasi sosial umat tidak rapuh.

Akhlak Bertetangga Berdasarkan Hadis

Ada beberapa akhlak utama yang diajarkan Rasulullah SAW terkait kehidupan bertetangga. Pertama, menunjukkan keteladanan dalam bersikap baik. Hal ini bersumber dari hadis yang diriwayatkan Abu Syuraih al-Khuza’i, bahwa Nabi SAW bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

Artinya, siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbuat baik kepada tetangganya. Hadis ini menegaskan bahwa iman sejati tercermin dari kebaikan terhadap tetangga.

Kedua, memuliakan tetangga dengan menjaga hak dan kehormatannya. Dalam riwayat Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ

Hadis muttafaq ‘alaih ini mengingatkan agar seorang muslim tidak menyakiti tetangganya. Dengan menjauhi perbuatan menyakiti, seseorang berarti telah memuliakan tetangganya.

Ketiga, memperbanyak ucapan baik. Rasulullah SAW juga bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Artinya, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata baik atau diam. Dalam konteks bertetangga, ucapan yang baik akan mempererat persaudaraan, sementara ucapan buruk dapat memicu perselisihan.

Menjaga Harmoni Sosial

Akhlak bertetangga bukan sekadar teori, melainkan praktik nyata yang harus dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengunjungi tetangga, menghadiri pengajian bersama, atau sekadar menyapa dengan ramah dapat memperkuat ikatan sosial.

Abdul Fattah menekankan, jika masyarakat hanya mengikuti arus gaya hidup pragmatis, materialistis, dan hedonistis, maka relasi sosial akan rapuh. “Yang kita butuhkan adalah mengembalikan ruh ukhuwah dan akhlak dalam kehidupan bertetangga,” tegasnya.

Dalam konteks warga Muhammadiyah, PHIWM hadir sebagai pedoman agar umat tetap menjunjung nilai Islam dalam interaksi sosial. Dengan demikian, kehidupan bertetangga tidak hanya menjadi hubungan formal, tetapi juga sarana membangun persaudaraan yang ikhlas, harmonis, dan penuh keberkahan.

Kontributor : Defi Al Q
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE
#
https://cheersport.at/doc/pkv-games/https://cheersport.at/doc/bandarqq/https://cheersport.at/doc/dominoqq/https://cecas.clemson.edu/mobile-lab/pkvgames/https://cecas.clemson.edu/mobile-lab/bandarqq/https://cecas.clemson.edu/mobile-lab/dominoqq/https://revistas.pge.sp.gov.br/docs/pkvgames/https://revistas.pge.sp.gov.br/docs/bandarqq/https://revistas.pge.sp.gov.br/docs/dominoqq/
https://journal.rtc.bt/https://revistas.pge.sp.gov.br/
https://prajaiswara.jambiprov.go.id/https://lpm.stital.ac.id/https://digilib.stital.ac.id/https://sipil.teknik.untan.ac.id/https://lpsi.uad.ac.id/https://bsdm.uad.ac.id/