Akhlak Bermasyarakat dalam Perspektif PHIWM

PWMJATENG.COM – Dalam sebuah tausiyah, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, M Abdul Fattah Santoso, menyampaikan pentingnya akhlak dalam kehidupan bermasyarakat. Ia menegaskan bahwa tema tersebut bersumber dari Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), sebuah keputusan Muktamar Muhammadiyah di Jakarta tahun 2000. PHIWM berisi seperangkat nilai dan norma yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, yang menjadi pedoman perilaku warga Muhammadiyah.
Menurut Abdul Fattah, tujuan dari PHIWM adalah agar warga Muhammadiyah menampilkan kepribadian Islami yang mencerminkan cita-cita besar persyarikatan, yakni mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Ia menguraikan bahwa akhlak bermasyarakat dalam PHIWM dapat dikelompokkan ke dalam sejumlah aspek, dimulai dari lingkup bertetangga hingga kehidupan sosial yang lebih luas, baik melalui jamaah maupun organisasi.
Nilai Dasar: Kemuliaan Manusia, Persaudaraan, dan Kerja Sama
Abdul Fattah menekankan tiga nilai dasar yang menjadi fondasi dalam akhlak bermasyarakat. Pertama, menjunjung tinggi kehormatan manusia. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah pada Surah Al-Isra ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ…
“Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam… dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan.”
Dari ayat tersebut lahir konsep al-karāmah al-insāniyyah, yaitu kemuliaan manusia. Menurutnya, Allah telah memberikan kelebihan kepada manusia sehingga mereka layak dihormati, bahkan malaikat pun diperintahkan untuk menghormati Nabi Adam.
Kedua, memupuk persaudaraan kemanusiaan. Hal ini merujuk pada Surah Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم…
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”
Dari ayat ini lahir konsep al-ukhuwah al-insāniyyah dan al-wahdah al-basyariyyah, yakni persatuan manusia di tengah keberagaman.
Ketiga, mewujudkan kerja sama menuju masyarakat sejahtera. Ia mengutip Surah Al-Maidah ayat 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ…
“Tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.”
Kerja sama, jelasnya, merupakan wujud kesadaran bahwa manusia saling membutuhkan karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Akhlak Bermasyarakat: Dari Toleransi hingga Menepati Janji
Selain tiga nilai dasar, Abdul Fattah menguraikan akhlak-akhlak lain yang penting dalam kehidupan sosial. Toleransi, misalnya, menjadi sikap yang diperlukan di tengah perbedaan watak dan sifat manusia. Ia menyinggung firman Allah dalam Surah Fussilat ayat 34:
“Tolaklah kejahatan dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang ada permusuhan denganmu menjadi seolah teman yang setia.”
Akhlak berikutnya adalah menghormati kebebasan orang lain. Islam tidak memaksakan keyakinan, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 256:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan dalam agama.”
Nabi Muhammad juga menekankan pentingnya akhlak. Beliau bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Dalam konteks bermasyarakat, keadilan dan amanah juga menjadi kunci. Surah An-Nisa ayat 58 menegaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.”
Ia menambahkan bahwa memperlakukan orang lain secara setara merupakan bagian dari ajaran Islam. Allah berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 126:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ
“Jika kamu membalas, maka balaslah dengan balasan yang setimpal dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.”
Selain itu, menepati janji menjadi prinsip utama yang ditegaskan dalam Surah Al-Isra ayat 34:
أَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
“Penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”
Kasih Sayang, Ukhuwah, dan Kepedulian
Abdul Fattah juga menyinggung pentingnya menebarkan kasih sayang. Ia mencontohkan kaum Anshar yang menolong kaum Muhajirin di Madinah, meski mereka sendiri dalam keterbatasan. Sikap tersebut menjadi teladan bagaimana umat Islam harus peduli kepada sesama, termasuk kepada fakir miskin dan anak yatim.
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 220 ditegaskan:
“Mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, memperbaiki keadaan mereka adalah baik.”
Hal ini, menurutnya, sejalan dengan pesan Surah Al-Ma’un yang menjadi ruh perjuangan Muhammadiyah, yakni peduli pada kaum dhuafa.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar umat Islam menjauhi prasangka buruk dan tidak menuduh tanpa bukti. Surah Al-Hujurat ayat 12 mengingatkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ…
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa.”
Memakmurkan Masjid dan Berlomba dalam Kebaikan
PHIWM juga menekankan pentingnya memakmurkan masjid. Abdul Fattah menyebut bahwa masjid merupakan syarat berdirinya ranting Muhammadiyah. Karena itu, warga Muhammadiyah harus aktif menjaga dan mengelola masjid sebagai pusat ibadah dan pemberdayaan umat.
Ia menutup tausiyahnya dengan ajakan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 148 menegaskan:
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.”
Menurutnya, daripada terjebak pada kebencian atau saling menyakiti, umat Islam lebih baik mengarahkan energi untuk menghadirkan maslahat.
Kontributor : Winda Friska
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha