Sastra

Abu Bakar As-Shidiq – Sahabat Sejati Rasulullah dan Pemimpin Umat

Abu Bakar As-Shidiq – Sahabat Sejati Rasulullah dan Pemimpin Umat

Seri 3: Hijrah ke Madinah – Perjalanan Penuh Bahaya

Oleh : Dwi Taufan Hidayat (Penasehat Takmir Mushala Al-Ikhlas Desa Bergas Kidul Kabupaten Semarang, Sekretaris Korps Alumni PW IPM/IRM Jawa Tengah, & Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas Kabupaten Semarang)

PWMJATENG.COM – Langit malam Mekah dipenuhi bintang-bintang yang berkelip redup. Angin gurun bertiup perlahan, membawa hawa dingin yang menusuk. Di tengah keheningan malam, dua sosok berjalan dengan penuh kehati-hatian, meninggalkan kota yang selama ini menjadi tempat tinggal mereka. Itulah Rasulullah dan Abu Bakar As-Shidiq, dua insan pilihan Allah yang sedang melangkah menuju takdir besar mereka: hijrah ke Madinah.

Bukan perjalanan yang mudah. Para pemuka Quraisy telah bersekongkol untuk membunuh Rasulullah. Mereka mengutus para algojo untuk mengepung rumah beliau, tetapi Allah menggagalkan rencana mereka. Ali bin Abi Thalib menggantikan Rasulullah di tempat tidurnya, sementara Nabi dan Abu Bakar menyelinap keluar dengan penuh kehati-hatian.

Ketika akhirnya mereka berhasil keluar dari kota, Abu Bakar tak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Matanya terus mengawasi setiap sudut jalan, memastikan bahwa tak ada orang yang mengikuti mereka.

“Wahai Rasulullah, jika mereka berhasil menyusul kita, aku rela mengorbankan nyawaku demi keselamatanmu,” ujar Abu Bakar dengan suara lirih namun penuh ketegasan.

Rasulullah tersenyum menenangkan. “Jangan takut, Abu Bakar. Sesungguhnya Allah bersama kita.”

Setelah menempuh perjalanan malam yang melelahkan, mereka tiba di Gua Tsur, tempat persembunyian yang telah mereka rencanakan. Gua itu kecil dan sunyi, berada di puncak bukit yang terjal. Dengan hati-hati, Abu Bakar masuk lebih dulu, memastikan tempat itu aman sebelum Rasulullah masuk.

“Biarkan aku masuk terlebih dahulu, wahai Rasulullah. Aku ingin memastikan tidak ada bahaya di dalamnya,” kata Abu Bakar.

Ia memeriksa setiap sudut gua, bahkan menutup lubang-lubang kecil dengan kain dan tangannya agar tidak ada hewan berbisa yang bisa menyerang Rasulullah. Setelah semuanya aman, barulah beliau masuk dan beristirahat.

Namun, ancaman belum berakhir. Keesokan harinya, pasukan Quraisy yang dipimpin oleh para pembesar mereka mulai mencari jejak Rasulullah dan Abu Bakar. Mereka menawarkan hadiah seratus ekor unta bagi siapa saja yang bisa menangkap Muhammad, hidup atau mati.

Langkah kaki kuda dan unta mendekati gua. Abu Bakar menahan napas, tubuhnya tegang. Ia melihat dari celah batu bahwa pasukan Quraisy kini berdiri hanya beberapa langkah dari tempat persembunyian mereka. Jika mereka menundukkan kepala sedikit saja, mereka pasti akan melihat Rasulullah dan dirinya.

Dengan suara bergetar, Abu Bakar berbisik, “Ya Rasulullah, jika mereka melihat ke bawah, kita pasti tertangkap.”

Namun Rasulullah tetap tenang. Ia meletakkan tangannya di bahu Abu Bakar dan berkata, لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40)

Dan benar, keajaiban pun terjadi. Pasukan Quraisy, meskipun telah berdiri di depan gua, tidak melihat tanda-tanda keberadaan mereka. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa Allah mengutus laba-laba untuk menenun jaring di mulut gua, serta burung merpati yang bersarang di dekatnya. Melihat itu, para pencari jejak berpikir bahwa gua itu tidak mungkin menjadi tempat persembunyian.

“Tak mungkin mereka ada di sini. Tak ada jejak kaki yang menuju ke dalam gua,” kata salah seorang pasukan.

Baca juga, Konsep Wahyu dan Nuzulul Qur’an: Hakikat, Proses, dan Signifikansinya

Mereka pun pergi, meninggalkan Abu Bakar dan Rasulullah yang masih bersembunyi di dalam gua.

Setelah tiga hari tiga malam, mereka akhirnya keluar dari persembunyian dan melanjutkan perjalanan ke Madinah. Seorang pemandu yang telah mereka sewa, Abdullah bin Uraiqit, menuntun mereka melalui rute yang jarang dilewati agar tak mudah ditemukan.

Namun, bahaya belum berakhir. Salah seorang pemburu hadiah, Suraqah bin Malik, berhasil melacak jejak mereka dan dengan cepat mengejar menggunakan kudanya yang gesit.

Ketika Abu Bakar melihat debu berterbangan di kejauhan, ia tahu bahaya semakin dekat.

“Wahai Rasulullah, seseorang mengejar kita!” serunya cemas.

Rasulullah tetap tenang. “Jangan takut, Abu Bakar. Allah akan melindungi kita.”

Ketika Suraqah semakin mendekat, tiba-tiba kudanya terperosok ke dalam pasir dan tak bisa bergerak. Ia mencoba berkali-kali, tetapi setiap kali mendekat, kudanya kembali jatuh. Sadar bahwa ini bukan kejadian biasa, Suraqah pun menyerah dan meminta ampun.

“Wahai Muhammad, aku tahu engkau adalah utusan Allah. Tolong doakan agar aku selamat, dan aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi,” pintanya.

Rasulullah mengangkat tangannya dan berdoa. Seketika, kuda Suraqah bisa bangkit kembali. Sebagai tanda janjinya, Suraqah bahkan memberikan perbekalan dan kembali ke Mekah tanpa memberi tahu siapapun tentang keberadaan Rasulullah.

Setelah berhari-hari perjalanan melewati padang pasir yang panas, akhirnya mereka mendekati Madinah. Berita kedatangan Rasulullah dan Abu Bakar telah menyebar, dan penduduk Madinah menanti dengan penuh kerinduan.

Saat Rasulullah dan Abu Bakar memasuki kota, mereka disambut dengan gembira. Anak-anak, kaum wanita, dan para lelaki berbondong-bondong keluar, melantunkan syair:

طَلَعَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا

“Telah terbit bulan purnama atas kami…”

Mata Abu Bakar berkaca-kaca melihat betapa besar kecintaan penduduk Madinah kepada Rasulullah. Ia tahu bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai, tetapi satu hal yang pasti: hijrah ini adalah awal dari kebangkitan Islam yang sesungguhnya.

Abu Bakar tidak hanya menjadi sahabat dalam perjalanan, tetapi juga akan menjadi pilar utama dalam perjuangan Islam di tanah yang baru. Dan di Madinah inilah, persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar dimulai, membentuk sebuah masyarakat Islam yang kuat dan penuh berkah.

(Bersambung ke Seri 4 – Pondasi Negara Islam: Abu Bakar dalam Perjuangan di Madinah)

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE